Mataku semakin membulat lebar. Dokumen tersebut adalah surat pengunduran diri dari salah satu karyawan, kali ini dari kepala keuangan.
Aku mengambil dokumen lain... lalu yang lain... dan yang lainnya. Semuanya berisi hal yang sama—surat pengunduran diri karyawan—sekitar lima ratus di antaranya.
Ternyata aku bukan satu-satunya yang tidak menyukai karakter saudara tiriku. Tampaknya ada sejumlah karyawan yang juga tidak menyukainya. Jika dia terus berlaku seperti bajingan, aku ragu apakah masih ada satu karyawan pun yang bertahan di perusahaan setelah setahun.
Aku menggelengkan kepala dalam ketidakpercayaan, kemudian mengembalikan dokumen-dokumen tersebut ke posisi semula di lantai. Aku berjalan ke meja dan membuka laci-lacinya.