ดาวน์โหลดแอป
86.66% My Podcast of Horror / Chapter 26: Podcast Rumah Tanjakan #03 : Jalan Tanpa Ujung

บท 26: Podcast Rumah Tanjakan #03 : Jalan Tanpa Ujung

Selamat malam.

Saya Raya. Bintang tamu yang akan mengisi podcast kali ini.

Saya di sini ingin menceritakan tentang salah satu kejadian yang dialami oleh adik saya yang bernama Dion dan beberapa temannya.

Bila kalian bertanya mengapa bukan Dion sendiri yang bercerita di sini? Hal tersebut tidak bisa dilakukan karena adik saya itu, hingga saat ini masih tidak sadarkan diri di atas ranjang rumah sakit.

Setelah kejadian yang akan saya ceritakan ini. Dion, adik saya, hingga hari ini benar-benar belum membuka matanya sama sekali. Dan ini sudah berlangsung selama lebih dari tiga bulan.

Apa yang ingin saya ceritakan pun merupakan kisah yang saya dengar dari teman-teman Dion. Ini bukan cerita pengalaman saya. Ah, karena semua orang itu mengalami kejadian aneh masing-masing. Jadi akan saya pilih satu cerita dari satu orang saja. Bila semua diceritakan, membutuhkan waktu yang lebih panjang.

Saya rasa produser podcast akan keberatan kalau episode ini terlalu lama. Jadi, mari dimulai saja.

Sekitar tiga bulan lalu. Adik saya dan kelima temannya berkemah pada saat golden week. Mereka berkemah selama tiga hari dua malam.

Lokasi perkemahan tidak bisa saya sebutkan karena takut mencemarkan nama baik pihak terkait.

Dua hari pertama, kegiatan kemping berlangsung normal tanpa ada masalah sama sekali. Namun teman-teman Dion berkata kalau pada malam kedua, sesuatu yang aneh pun terjadi.

Salah satu dari lima teman itu, kita panggil saja Mawar, tiba-tiba suhu tubuhnya berubah dingin. Perempuan itu menggigil di sekujur tubuh, bahkan setelah memakai tiga lapis jaket tebal.

Takut ada sesuatu yang salah. Kelompok tersebut memutuskan untuk membawa Mawar ke klinik terdekat.

Dua orang akan mengantarkan Mawar dengan mobil. Kedua orang ini kita namakan saja Budi dan Dadang.

Pengalaman keduanya sewaktu mengantarkan Mawar cukup menyeramkan. Di jalan menuju klinik, mobil yang mereka kemudikan tiba-tiba mati.

Perlu diingat kalau tempat perkemahan tersebut berada di dataran tinggi. Sehingga untuk mencapai klinik terdekat, mereka harus melalui jalan sepi yang gelap. Di tengah hutan yang satu sisinya merupakan tebing.

Mobil mereka mati di tengah jalan tersebut. Budi mengatakan kalau kala itu gelap sekali. Bahka cahaya rembulan pun tidak ada. Keduanya harus memakai senter handphone, keluar dan memeriksa mesin mobil.

Dadang yang lebih tahu soal mesin berkata kalau tidak ada yang salah dengan mobil tersebut. Dia mencoba mengutak-ngatik dan menyalakan mobil berkali-kali. Namun tiada hasil.

Budi di lain pihak mencoba menghubungi teman-temannya di bumi perkemahan. Jarak mereka tidak terlalu jauh, bisa ditempuh sekitar sepuluh menit menggunakan motor atau mobil.

Budi berharap teman-teman mereka di sana untuk menghubungi pengurus perkemahan dan memberikan bantuan. Namun ayal, kedua ponsel mereka tiada sinyal. Telepon tidak tersambung dan chat tiada terkirim.

Hampir satu jam mereka tidak bergerak dari tempat tersebut. Dadang masih sibuk dengan memperbaiki mobil, sedangkan Budi semakin khawatir dengan kondisi Mawar yang semakin menggigil.

Budi bahkan berkata sewaktu dia memegang Mawar kalau itu. Dia seperti memegang es. Benar-benar dingin membeku. Yang bila lama dipegang, tangannya mulai terasa perih.

Menyadari kalau kondisi temannya mulai memburuk. Budi menyarankan kepada Dadang kalau salah satu dari mereka pergi kembali ke perkemahan dengan berjalan.

Dadang menyetujui saran tersebut. Karena Dadang masih tetap berpikir untuk membetulkan mobil. Maka hanya Budi yang bisa pergi.

Dia pun pergi berjalan menanjak menuju tempat perkemahan. Satu jam, dua jam hingga tiga terlewati.

Setidaknya itu yang Budi rasakan. Selama lebih dari tiga jam dia berjalan, namun entah mengapa dia tidak sampai ke tujuan. Seharusnya hanya membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam jalan kaki menuju bumi perkemahan dari tempat mobil mogok tadi. Tapi hasilnya... Budi mulai curiga kalau ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan terjadi.

Dia melihat jalan yang ditempuh. Depan dan belakang. Tampak sama, hanya jalan dengan sisi kanan hutan dan sisi kiri jurang. Gelap tiada cahaya. Sepi senyap bahkan suara serangga pun tak terdengar.

Budi mulai merasa kalau dirinya terancam. Dia pun berlari sekencang-kencangnya. Kini berlari kembali ke arah lokasi mobil.

Sayang, seperti sebelumnya. Pemandangan di sekitar sama sekali tidak berubah. Dia seperti berlari di jalan yang sama. Hingga stamina habis, dan Budi pun terkulai lemas di tanah.

Apa yang terjadi?

Tanya tersebut terus berulang di otaknya. Mencoba mencari tahu tentang situasi yang sedang dialaminya saat itu.

Hingga sekitar dua jam kemudian. Ketika baterai ponsel Budi tinggal tiga persen lagi. Tiba-tiba sebuah sinar cahaya muncul dari arah jalan yang menuju ke atas.

Sinar itu mulai mendekat. Budi tidak tahu sinar apa itu, oleh karenanya, dia mematikan lampu senter ponselnya. Dan bersembunyi di sisi jalan. Di balik salah satu batang pohon.

Sinar kian mendekat dan mulai menerangi jalan tempat tadi Budi berada. Lama kelamaan, Budi pun mendengar langkah kaki. Detik demi detik berlalu begitu lambat. Budi tidak tahu apakah yang datang itu benar manusia atau sosok makhluk lain.

Hingga akhirnya, satu sosok pun muncul. Seorang kakek yang berjalan agak bungkuk, dengan satu senter di tangan dan satu tangan lainnya berada di balik punggung.

Kakek itu berhenti tepat di tempat Budi tadi berada. Dia tampak mengerutkan keningnya, lalu menyorot sinar senter tepat ke letak pohon tempat Budi bersembunyi.

"Saya bisa melihatmu, anak muda."

Ujar kakek itu, yang kemudian memerintahkan Budi untuk keluar dari persembunyian. Kakek itu berkata kalau dirinya akan membawa Budi kembali ke tempat perkemahan. Dia menyuruh Budi untuk mengikutinya, dan jangan sampai kehilangan pandangan dari tubuhnya.

Budi mengangguk lega. Menganggap kalau kakek itu pasti salah seorang dari bumi perkemahan untuk mencarinya.

Well, dia sudah tersesat selama lebih dari lima jam. Jadi Budi merasa tidak aneh bila teman-temannya melaporkan kehilangan dirinya ke pihak perkemahan.

Hal ini juga membuat Budi berasumsi kalau Dadang telah berhasil ke klinik. Lalu menghubungi teman-temannya.

Budi yang mengekor di balik sang kakek hanya berharap kalau Mawar baik-baik saja.

Tidak lama kemudian. Tidak sampai setengah jam, paling cuma sepuluh menit, Budi tiba di parkiran bumi perkemahan.

Sungguh hal itu sangat mengejutkan Budi. Dia tidak menyangka kalau tempat tujuannya itu tidaklah jauh. Terus kenapa dia tidak bisa sampai? Budi semakin yakin kalau ada hal aneh yang terjadi padanya tadi.

Sang kakek menunjuk ke arah atas, ke tempat kemping berada, berkata kalau hanya sampai sana saja dia mengantarkan. Budi dipersilahkan untuk kembali sendiri.

Budi berterima kasih dan keduanya pun berpisah.

Ketika dia kembali ke tenda tempat teman-temannya berada. Budi mendapati dua dari temannya telah tertidur lelap. Salah satunya adalah Dion, sedangkan satu temannya lagi, seorang perempuan yang kita namakan Melati saja, masih terjaga dan duduk di depan api unggun.

Budi menghampiri Melati, dan terkejut ketika melihat perempuan itu sedang menatap api dengan mata melotot tanpa berkedip sambil bergumam sesuatu yang tidak jelas.

Budi mencoba menggoyang-goyangkan badan Melati. Merasa kalau temannya itu agak aneh. Ketika baru saja dia menyentuh pundak temannya, Melati tiba-tiba berpaling melihatnya dengan cepat.

"Kenapa kau ada di sini? Kau tidak seharusnya berada di sini?"

Budi bingung dengan pertanyaan dari Melati tersebut. Ketika otaknya sedang memproses apa yang terjadi. Tiba-tiba tangan Melati menggenggam satu tangan Budi, lalu menariknya hingga tersungkur ke tanah.

Budi terkejut. Namun sebelum rasa terkejutnya hilang, dia melihat Melati telah berdiri di sampingnya dengan satu kayu yang terbakar di tangan. Kayu tersebut Melati colokkan ke dalam mata Budi. Membuat laki-laki itu berteriak kesakitan.

Detik kemudian.

Budi terbangun. Malam telah berganti pagi. Dia melihat sekelilingnya, dan menyadari kalau dirinya berada di tengah lapangan parkir bumi perkemahan.

Dia pegangi tubuh dan mata yang tadi terbakar api. Tiada luka sama sekali.

Budi berkata kalau yang dialaminya begitu nyata. Namun pada akhirnya dia menganggap kalau itu mungkin hanya mimpi belaka.

Untuk kisah yang dialami Dadang dan yang lainnya. Akan saya ceritakan bila ada kesempatan lain.

Terima kasih sudah mau menerima dan mendengarkan cerita ini. Selamat malam, saya Raya, sampai jumpa di lain waktu. Bye~


Load failed, please RETRY

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C26
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ