Aarun menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong, malam ini ia tidak bisa tidur setelah mengetahui kebenarannya, ia tidak habis pikir akan kehidupan yang sungguh mengerikan ini.
Ia bertanya pada Tuhan, apa yang salah pada keluarganya, ia ingin protes dan marah pada Tuhan mengapa ia harus di siksa seberat ini, mentalnya hancur, ia sudah tidak sanggup melihat ibunya berteriak dan menangis, ia tidak bisa lagi melihat kakaknya menangis dan tadi pingsan di tempat serta ia tidak bisa melihat ayahnya yang sangat menderita.
Ia bertanya mengapa ia dilahirkan ke dunia ini, apakah ada hal istimewa yang akan datang padanya seperti sebuah keajaiban di cerita dongeng, ataukah ia terlahir hanya untuk sebuah penderitaan, Ia penasaran apa yang menjadi keinginannya saat di tanya malaikat sebelum di lahirkan, mengapa ia memilih untuk terlahir dan hidup sampai detik ini, apa mungkin ada sesuatu pada takdir, yang membuat dirinya ingin dilahirkan.
Mau sampai kapan pun, Aarun tidak akan mau menerima selingkuhan ibunya, Aarun benar-benar jijik akan sosoknya, Aarun tidak terlalu mengenal pria itu namun Aarun tahu jika dia adalah salah satu pemilik saham disekolahnya, ia adalah orang penting yang disegani dan semua orang menunduk padanya.
Dia adalah Roberto Alvino ayah dari Vino lelaki yang mencium gadis malangnya yaitu Hannah, kini telah bertambah sebuah kebencian di diri Aarun. aneh saja, mengapa ia harus kembali berurusan dengan mereka, alam seperti sedang mempermainkannya.
Malam itu, ia menanamkan sesuatu dimana, ia akan membenci orang-orang terdekat Vino dan ayahnya, ia akan benci yang berhubungan dengan mereka. Aarun telah gelap mata, ia tenggelam dalam kebencian yang amat dalam.
****
Setelah berpakaian seragam lengkap, Aarun meraih tasnya yang ia gantung di belakang pintu, dan langsung keluar dari kamar untuk memakai sepatu.
Arin yang melihat Aarun yang akan berangkat ke sekolah berkata "Aarun makan dulu. " Namun Aarun tidak mempedulikan perkataan kakaknya, ia hanya berjongkok, memakai sepatu lalu keluar rumah seperti orang yag sedang buru-buru.
Diluar rumah, Ardo tidak sengaja melihat Aarun yang sedang melangkah cepat seperti orang yang dikejar waktu, matanya terus lurus kedepan tanpa memperhatikan apapun, Ardo mencoba mengimbangi jalan Aarun "Hei! Tunggu aku Run!" teriak Ardo.
Pria itu mengabaikan Ardo ia terus berjalan dengan langkah yang besar dan cepat, "Woy! Aarun!" Ardo meraih bahu Aarun agar ia berbalik ke arahnya, Ardo tercengang setelah melihat wajah Aarun yang begitu berantakan "Ada apa?" tanya Aarun.
"T-tidak a-pa," ucapnya kaku.
Aarun hanya membalas dengan senyuman tipis, namun bukan seperti itu yang ia lihat, itu adalah senyuman paling mengerikan dari Aarun yang pernah ia lihat, Ardo yakin jika pasti habis terjadi sesuatu semalam yang membuatnya marah sedemikian rupa. Apakah ibunya telah kembali?.
Ardo yang sudah tahu masalah keluarga Aarun memilih untuk tetap diam, ia tidak ingin berbicara banyak seperti hari-hari lainnya, mungkin Aarun sedang ingin sendiri, Ardo memilih mengikuti Aarun dari belakang saja, tanpa ingin berbicara ataupun menegur Aarun seperti tadi.
Hingga sampailah mereka di sekolah, Aarun masih sama seperti tadi, berjalan tanpa henti dengan Ardo di belakangnya, entahlah Ardo hanya ingin mengikuti Aarun saja, ia penasaran apa yang terjadi setelah Aarun malah melewati kelas mereka dan menuju lantai 3 gedung sekolah dimana itu adalah kelas para senior mereka.
Suasana kelas 3 biasa saja, sambil menunggu guru masuk di jam pertama mata pelajaran, beberapa murid ada yang nongkrong dekat jendela, ada yang bergosip dikelas, dan ada yang hanya bermain bersama teman menjahili teman lainnya.
Aarun sampai di lantai 3 gedung sekolah, ia terus berjalan melewati senior dan juga kelas-kelas lainnya, ia tidak peduli jika beberapa senior melihatnya aneh, pasalnya junior sangat jarang ada yang pergi ke lantai 3 karena mereka sangat takut pada Yuda, Vino, Ken dan William.
Aarun berhenti di depan kelas 3-1, Ardo masih mengikuti sahabatnya itu, meski ia risih karena terus di tqtap oleh senior mereka. Ardo sudah merasa tidak aneh, pasti masalah ini ada hubungannya dengan senior mereka si Vino atau si Ken.
Langkah Aarun dengan percaya dirinya masuk di kelas 3-1, ia berdiri di depan kelas itu dengan tatapan tajamnya. Semua murid di kelas 3-1 menghentikan aktifitasnya, melihat Aarun dengan bingung.
Mata Aarun menelusuri kelas itu, mencari sosok pria berbadan tinggi dengan rambut yang menutupi sedikit matanya, ya, dia mencari Roberto Alvino Junior.
Rupanya, pria yang ia cari juga sedang duduk santai di belakang sembari menaikkan kakinya di meja, mata mereka bertemu cukup lama. Vino mengerutkan dahinya saat di tatap tajam oleh Aarun dari depan kelas.
Ardo hanya menyimak apa yang sebenarnya Aarun ingin lakukan.
Tanpa basa-basi, Aarun berjalan melewati bangku-bangku depan, semua murid di kelas itu terus memperhatikan Aarun, sampai tiba saat beberapa perempuan disana berteriak karena kaget dengan aksi juniornya tersebut.
Braaakkkk.....!
Vino yang awal mula masih menyimpan kakinya di meja langsung di tarik oleh Aarun dengan kasarnya, hingga ia jatuh ke lantai, tidak sampai situ, Aarun menarik tubuh Vino dan memukulnya dengan keras hingga pria itu terdorong, mengenai meja-meja lain sampai meja-meja itu turut terbongkar tidak pada tempatnya lagi.
Vino merintih kesakitan sedangkan Aarun tertawa melihat penderitaan Vino, Ardo yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa menelan ludah dengan susah payah. Ia tidak pernah melihat sosok Aarun yang seperti ini.
Aarun belum puas, ia kembali mendekati Vino yang masih kesakitan dan mengangkat kerah baju Vino, matanya menatap tajam mata Vino "Apa masalahmu hah?" tanya Vino dengan memar di pipinya. Yang memang tidak mengerti apa masalah dengan Aarun. ia hanya berpikir apakah soal ketiga gadis pengamen itu lagi.
Aarun tidak menjawab melainkan ia menanduk jidat Vino dengan jidatnya sendiri hingga kedua jidat mereka berdarah dan Vino jatuh ke lantai. Karena kejadian itu, Ken langsung menahan Aarun sedangkan William dan Yuda menolong Vino.
Ardo juga langsung berlari ke arah Aarun, untuk menariknya keluar kelas senior yang hawanya sangat panas itu, ia tahu pasti ini akan jadi masalah besar di sekolah, pasti Aarun akan dibenci oleh mereka semua.
"Aarun sudah, ayo kita kembali ke kelas," tarik Ardo mencoba menjauhkan Aarun dari Ken dan teman-temannya.
"Ada keributan apa ini!" suara besar Pak Huta membuat semua murid melihatnya, ternyata ada murid yang memanggil guru saat keributan itu terjadi.
Pak Huta datang dan melihat luka yang di timbulkan oleh perkelahian itu, Aarun terluka di bagian jidatnya, ada darah yang mengalir hingga ke tengah hidungnya, sedangkan Vino yang parah, ia ada luka lebam di pipinya dan juga darah di jidatnya sama seperti luka Aarun.
Ia menghela napasnya lalu berkata "Kalian berdua ke ruang BK sekarang!"