Ternyata, Gyarendra adalah salah satu dari pemilik CV Limas Medika yang bergerak sebagai vendor di bidang alat-alat medis. Ini tidak diketahui oleh Giavana. Gadis itu sama sekali tidak akan mengira bahwa mantan yang mati-matian ingin dia hindari ternyata berada di balik perusahaan ini.
Sayang sekali Giavana mengetahui hal ini ketika dia sudah terlanjur menandatangani kontrak dan telah bekerja selama seminggu lebih. Dia akan menemui kesulitan jika mundur.
Atau … sebenarnya Gyarendra telah merencanakan ini semua sebagai lubang jebakan untuk Giavana? Benarkah demikian? Kalau memang begitu, sungguh betapa seorang seperti Gyarendra sangat berupaya hanya untuk mendapatkan Giavana saja.
Apakah dendam lelaki itu begitu mendalam pada Giavana hingga dia ingin membuat hidup Giavana bagaikan di neraka? Benarkah dia terlalu membenci Giavana hanya ketika gadis itu memutuskan hubungan cinta mereka dan si gadis menolak untuk memberikan kesempatan kedua padanya? Apakah dia begitu sakit hati ketika Giavana terus gigih menghindar darinya bagai dia adalah kuman menjijikkan?
Hanya Gyarendra yang mengetahui semua jawabannya.
Kali ini, dia telah berhasil memerangkap Giavana ke jaring laba-labanya yang pekat dan lengket. Akan sangat sulit bagi Giavana meloloskan diri darinya sekarang.
Apa? Gauzan? Lelaki itu hanyalah boneka untuk membuat dia menepi. Namun, sayang sekali bahwa Gyarendra sudah memahami dengan jelas bahwa tidak ada kemungkinan Giavana sungguh sedang berpacaran dengan Gauzan. Semua tipu muslihat gadis itu bagaikan mainan anak-anak di mata Gyarendra yang penuh akan dendam.
Kali ini, Gyarendra akan memuaskan dendamnya. Sebuah dendam yang telah dia pupuk selama beberapa tahun belakangan ini. Dia sudah sangat bersabar untuk merakit satu demi satu jaringnya sehingga sekarang dia bisa menuai hasilnya.
Tapi … ini belum seluruhnya! Gyarendra masih belum berbuat sejauh yang dia inginkan. Giavana belum runtuh, maka ini belum tuntas!
Sekarang ini, Giavana merasakan sebuah keputusasaan mendalam. Dia bagaikan nyamuk yang sudah terperangkap jaring lekat laba-laba beracun nan berbahaya.
Jika hendak mengatakan ini pada ibu atau kakaknya, itu jelas mustahil! Tidak mungkin! Memangnya pembelaan apa yang akan diberikan oleh mereka jika tahu Giavana bekerja di perusahaan milik Gyarendra? Justru keduanya akan menari girang.
Lalu, apakah Giavana harus menceritakan pelecehan yang dilakukan Gyarendra padanya di tempat kerja? Mereka bisa syok, tentu saja. Dan yang terpenting, tak akan percaya. Figur Gyarendra terlalu kuat bagaikan dewa di mata ibu dan kakaknya.
Kepala Giavana terasa pusing jika memikirkan ini. Bagaimana caranya agar dia bisa terbebas dari Gyarendra? Bagaimana cara dia bisa keluar dari perusahaan itu? Apa? Dia harus berbuat apa?
"Gi? Hei, Gi!" Sebuah suara memanggil Giavana cukup keras sambil mengguncang sedikit lengannya.
"Hah?" Giavana kembali ke dunia kesadarannya dan menatap Nada yang berada di depannya. Mereka sedang berada di sebuah restoran cepat saji di sebuah kawasan.
"Kau dari tadi melamun apa, sih?" tanya Nada sebelum menyesap milkshake cokelatnya.
"Ohh, ehh, itu … hanya soal kerjaan." Giavana cukup gugup menjawabnya.
"Dih, mentang-mentang yang sekarang udah punya kerjaan. Melamunnya aja ampe soal kerjaan." Nada mencibir dengan bibir dia kelokkan lucu.
"Biarkan aja dia dengan kesuksesannya, lah Nad!" timpal Gauzan yang duduk di samping Giavana. Mereka sedang double date malam ini, meski yang sebenarnya melakukan date hanyalah Nada dan Widad saja.
Baru saja Giavana hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba saja dia melihat sosok yang sangat tidak ingin dia lihat di hidupnya. Gyarendra! Kenapa lelaki itu ada di sini? Kalau ini sebuah mall, mungkin hanya kebetulan. Tapi, ini bukan mall, ini sebuah kawasan khusus, sebuah restoran tertutup!
Melihat sosok Gyarendra baru muncul di pintu masuk restoran, sikap Giavana langsung berubah. Mendadak saja dia memeluk lengan Gauzan dengan gaya manja seraya berkata menggunakan suara centil, "Uhh … makasih, sayank … kamu memang pacarku yang paling membela aku di situasi apapun. Jadi makin cinta dan sayang ama kamu."
Nada dan yang lain melongo melihat perubahan sikap Giavana yang terlalu mengagetkan dan frontal tak kira-kira. Bahkan Giavana sampai mengecup pipi Gauzan, membuat pria muda itu kaget dan memundurkan kepala meski tetap terkena sedikit kecupan bibir si gadis di sampingnya.
Sudah pasti Gyarendra menyaksikan itu semua, Giavana bisa meyakini itu dengan tepat. Meja mereka cukup dekat dengan pintu masuk restoran.
Ketika Gauzan hendak melepaskan belitan lengan Giavana di sikunya, matanya segera menangkap sosok Gyarendra melangkah masuk dari pintu masuk restoran. Segera saja dia paham apa yang menjadikan tingkah Giavana begitu berubah drastis, mendadak mesra.
Karena itu, Gauzan pun diam saja dan hanya memutar matanya dengan sedikit membawa kejengahan. Gadis ini hanya memperlakukannya sebagai boneka aktingnya saja. Yah, salah dia sendiri juga yang mengiyakan keinginan Giavana mengenai pacar bohongan.
Hanya Nada dan Widad saja yang masih belum mengerti kenapa Giavana mendadak berubah manja dan mesra ke Gauzan. Terlebih waktu Gauzan merespon dengan tindakan serupa ke gadis itu, keduanya melongo.
Nada dan Widad saling berpandangan satu sama lain. Apakah dua orang di hadapan mereka ini sebenarnya sudah berpacaran secara sungguhan, bukan akting? Apakah mereka terlewat sesuatu?
Gyarendra datang bersama seorang kawan pria, entah siapa, Giavana tidak mengenalnya. Dua lelaki itu duduk tak jauh dari mejanya, dan bahkan Gyarendra memilih kursi yang bisa menghadap ke arah Giavana. Sungguh ini sebuah tabuhan untuk dimulainya perang.
Tak apa, Giavana tentu tidak keberatan jika memang Gyarendra hendak mencari penyakit sendiri dengan datang ke sini meski tahu dia ada di sini dengan Gauzan, malah memilih tempat duduk menghadap ke arahnya. Baiklah, dia akan memberikan yang terbaik untuk Gyarendra.
"Zan, kok kentangmu nggak dimakan, sih? Sini, aku suapin!" Satu tangan Giavana yang bebas, tidak membelit lengan Gauzan, meraih sepotong kentang goreng dan mencelup sebentar ke saus sambal sebelum akhirnya disodorkan ke dekat mulut Gauzan.
Paham bahwa dia harus melakukan akting dengan sebaik mungkin, Gauzan menerima kentang goreng dari tangan Giavana dengan wajah tersenyum. "Makasih, sayank. Kamu perhatian banget ama aku. Kamu emang pacar terbaik."
"Iya, dong! Kan aku sayang kamu." Giavana kembali mengambil kentang goreng untuk disuapkan ke mulut Gauzan seperti tadi. Adegan keduanya membuat Nada nyaris tersedak. Widad malah mengerutkan kening saking herannya, dia penuh akan banyak pemikiran dan spekulasi di otaknya saat ini.
Tingkah Giavana makin manja pada Gauzan dan merebahkan kepala pada bahu sang sahabat seakan sepasang kekasih sedang dimabuk cinta buta hingga tak tahu tempat.
Kawan Gyarendra penasaran apa sebenarnya yang sedang dilihat mata Gyarendra terus sejak mereka duduk. Dia menolehkan kepalanya ke belakang dan mendapati Giavana dan Gauzan yang sedang bertingkah mesra, lalu merasa jengah dan mengembalikan pandangan ke Gyarendra. "Ya ampun, bocah sekarang, benar-benar tak punya adab kesopanan sama sekali, seperti tidak pernah mendapat pelajaran moral di sekolah dan di rumah saja, bisa-bisanya di tempat umum begini masih bertingkah mesra saling tempel-tempel begitu, tsk!"
Di luar dugaan, Gyarendra justru terkekeh ringan saja menanggapi kekesalan kawannya. Giavana heran melihat itu. Hanya tertawa santai saja?