Akhirnya, Giavana bekerja di CV Limas Medika karena tak adanya pengumuman pemberitahuan dari perusahaan lainnya setelah dia menunggu sekitar 3 hari lebih.
Meski sebenarnya bukan yang dia incar, tapi demi bisa bekerja dan mandiri secara finansial (sekaligus untuk membantu keuangan ibunya nanti), Giavana memupuk kerelaan di hatinya akan CV Limas Medika.
Di hari pertama bekerja, Giavana diserahi sebuah formulir beberapa lembar banyaknya untuk dibaca dan ditandatangani. Lekas saja dia mencari tempat nyaman yang ditentukan untuk membaca semua pasal di formulir itu.
Secara garis besar, dia akan memiliki ikatan kerja selama 3 bulan sebagai karyawan kontrak yang akan diamati kinerjanya, kemudian jika 3 bulan itu dia lulus, maka dia akan langsung diangkat sebagai karyawan tetap di bulan ke-4.
Jika menilik dari pasal ini, bagi Giavana, CV ini cukup murah hati memberikan waktu uji kinerja. Di perusahaan lain, biasanya lebih dari 3 bulan, bahkan sampai tahunan sebelum menjadi karyawan tetap.
Melihat tak ada pasal yang sekiranya akan merugikan dia, maka dia pun membubuhkan tanda tangan di lembar terakhir yang menyatakan kesediaan dia untuk mematuhi semua aturan dari perusahaan.
Meski sebuah CV, namun ini terbilang cukup besar jika menilik dari luasnya bangunan kantor utamanya. Meski begitu, bangunan ini hanya terdiri atas 2 lantai saja.
"Giavana Devira Amirta." Staff HRD membaca nama Giavana ketika dia menyerahkan kertas formulir tadi. "Aku antar ke ruangan kamu, yah!" Staff perempuan itu berdiri dari kursinya dan mulai melangkah keluar dari ruangannya diikuti Giavana.
Keduanya menyusuri beberapa lorong sebelum akhirnya tiba di tempat yang cukup berada di belakang bangunan. Di sana ternyata ada bangunan tersendiri yang cukup luas.
"Kamu ditempatkan di bagian administrasi gudang, tempatnya di sini. Memang agak terpisah dari bangunan utama kantor, tapi kami saat ini benar-benar kekurangan staff gudang, terutama admin." Staff tersebut berceloteh sambil sesekali akan menyapa karyawan lainnya dan mengangguk hormat jika bertemu yang lebih tinggi statusnya daripada dia. "Namaku Wida. Panggil Bu Wida."
Giavana langsung saja menyahut, "Ya, Bu Wida." Padahal usia mereka sepertinya sama tapi karena Giavana tak ingin berulah di hari pertamanya, dia lebih memilih diam saja. Dia terus mengekor Wida.
"Apa kamu sudah tahu kira-kira kamu harus mengerjakan apa saja di sini?" tanya Wida.
"Belum, Bu Wida." Ya, dia memang masih buta mengenai ini dan itu. Dia hanya tahu bahwa dia langsung diterima dan dijanjikan gaji tinggi meski sebagai karyawan kontrak.
"Ohh, kamu fresh graduate, yah!"
"Iya, Bu Wida."
"Belum pernah bekerja di manapun?"
"Belum, Bu Wida."
"Oke, nanti akan aku sampaikan ke manajer gudang untuk memberikan arahan lebih detil mengenai pekerjaanmu nantinya."
"Ya, Bu Wida." Giavana masih terus melangkah di belakang perempuan muda itu dan sesekali akan menganggukkan kepala dengan hormat pada karyawan lainnya yang berpapasan dengannya di jalan.
"Tugasmu sebagai admin gudang, kurang lebihnya sih mencatat barang yang masuk, mengklasifikasikan barang yang masuk sesuai jenisnya, membandingkan data dengan jumlah stok barang yang tersedia, mengecek stok barang di gudang, mengecek barang retur, membuat surat jalan, mencatat penggunaan barang di gudang. Yah, seperti itulah. Nanti bisa kau tanyakan ke manajer gudang, atasanmu."
"Baik, Bu Wida."
Kemudian, sampailah mereka di bagian kantor untuk staff gudang. Ruangannya cukup kecil dan hanya memiliki 10 bilik kubikel saja. Tak apa, asalkan memang dibayar tinggi, meski pekerjaan di gudang pun tak masalah. Toh kalau dia tak betah, 3 bulan lagi dia bisa mengajukan surat keluar.
3 bulan. Sepertinya itu bukan waktu yang lama.
Baiklah, demi membantu sang ibu dan keuangan keluarga, Giavana akan berjuang untuk betah di tempat ini. Dia akan berusaha beradaptasi dan melakukan yang terbaik.
"Nah, itu manajermu." Wida menunjuk dengan sopan kepada seorang lelaki yang berjalan ke arahnya. "Pak Aryo, ini admin gudang yang baru."
Giavana membungkuk kecil tanda hormat kepada lelaki tersebut. "Selamat pagi, Pak. Saya Giavana, admin baru untuk gudang."
"Ohh, ya, ya, langsung saja kamu ke mejamu. Di sudut sana, yah!" Lelaki dikisaran 40-an akhir itu menunjuk ke sebuah kubikel yang letaknya di bagian sudut ruangan.
"Iya, Pak." Giavana mengangguk patuh dan mengucapkan terima kasih pada Wida yang telah bersedia mengantarnya.
Wida berbincang sebentar dengan Pak Aryo sebelum kemudian dia kembali ke kantornya sendiri.
Setelah itu, Pak Aryo memberikan beberapa hal yang harus diketahui Giavana sebagai karyawan admin di tempat itu secara lebih rinci melebihi apa yang sudah dikatakan Wida sebelumnya.
"Ayo, kita ke gudang dulu, biar kamu tahu apa saja stok kita saat ini, sekaligus agar kamu juga bisa berkenalan dengan staf yang ada di sana," ajak Pak Aryo.
"Iya, Pak." Giavana patuh saja karena dia memang harus demikian, bukan?
Mereka masuk ke gudang dan tempat itu sangat luas dan memiliki banyak rak-rak besar bagaikan Giavana sedang berada di sebuah supermarket, hanya isi dari rak-rak itu semuanya adalah alat-alat medis.
Ia berkenalan dengan 20 staf gudang dan 2 admin seperti dia. Sepertinya admin gudang memang sangat dibutuhkan di sini jika stok mereka sebanyak itu. Pantas jika dia langsung diterima tanpa ada banyak pengujian. Bahkan tanpa pengalaman kerja pun tidak dipermasalahkan.
Hari pertama bekerja, Giavana merasa penuh semangat dan sekaligus lelah pula. Wajar karena dia belum terbiasa. Apalagi dia juga harus bersikap sangat teliti, tak boleh ada kesalahan saat mendata semua barang di gudang.
Ketika pulang pada sore harinya, Giavana ambruk di sofa begitu saja sambil mengerang. "Aaarrghhh … leganya mencium sofa sambil rebah begini …." Seharian ini dia tak mungkin bisa melakukan kegiatan seperti rebahan, maka ketika bertemu sofa di rumahnya, dia merasa begitu emosional penuh keharuan.
"Hihi … yang baru pulang kerja hari pertama." Magdalyn menyahut. "Sana lekas mandi, tubuhmu pasti lengket, kan?"
"Hrrmhh … sebentar, Kak … biarkan aku merasakan surga di sofa ini dulu," erang Giavana tanpa bergerak, tetap telungkup di atas sofa.
"Ya ampun." Bu Jena melihat putri bungsunya. "Kau ini masih bau keringat malah tiduran di sofa! Mandi! Mandi! Isshh!"
Giavana memaksakan dirinya bergerak bangun dari sofa dan tersenyum lebar ke ibunya sambil berjalan ke Beliau. "Mama sayaaaank …." Hup! Dia memeluk sang ibu. "Rasakan keringat perjuanganku ini, Ma."
"Aiihh! Vava! Bau! Kamu bau keringat! Mama bisa pingsan ini!" Bu Jena berjuang melepaskan pelukan anak bungsunya. Namun, Giavana makin erat memeluk sang ibu, hingga adegan ini menimbulkan tawa meriah Magdalyn.
-0—00—0-
Sudah seminggu ini Giavana bekerja di CV Limas Medika. Dia sudah mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan kerjanya dan sudah mulai paham segala kewajiban dia dalam tugas-tugasnya.
"Giavana, sana cek barang yang baru datang!" Pak Aryo memerintah.
"Baik, Pak!" Giavana dengan sigap mengambil tablet yang diberikan perusahaan untuk menunjang pekerjaannya dan berlari kecil ke dalam gudang.
Dia mencatat dan mencocokkan semua barang yang baru datang dari supplier dengan tekun, hingga tak sadar dia sudah berada di bagian rak paling belakang.
Ketika selesai, dia berbalik badan hendak kembali ke ruangannya.
"Argh!" Betapa kagetnya dia saat mendapati dia langsung didekap dan dipojokkan ke dinding oleh seseorang.
"Kamu pasti kangen padaku, ya kan?" bisik Gyarendra sambil mengurung tubuh Giavana.