ดาวน์โหลดแอป
5.94% Garis Interaksi / Chapter 16: 16. Riana

บท 16: 16. Riana

"Eh, eh, maaf!" Reygan reflek menarik lengan seseorang yang menabraknya sebelum orang itu jatuh ke aspal.

"Riana?"

"Aku yang seharusnya minta maaf." Riana meringis.

"Buru-buru?"

"Iya. Belum nyalin PR. Buku tugasnya ketinggalan di kelas."

"Riana! Bekalnya ketinggalan!" Seseorang berteriak dari seberang. Riana segera menoleh dan berlari menghampiri mobil itu.

Reygan masih di sana dan menyaksikan semuanya. Bagaimana Riana berlari menyeberang ke sana, menerima bekal, diusap kepalanya dengan lembut dan dihujani ciuman di pipi oleh seseorang yang pasti mamanya.

"Mama kamu?"

Riana kaget karena Reygan masih berdiri di sana. Di tempat dia menabrak lelaki itu tadi.

"Iya. Kenapa? Kelihatan heboh, ya?" Riana tersenyum. Ketika kedua sudut bibirnya tertarik, kedua matanya mengecil. Lalu ketika cengiran itu memudar, kedua matanya ganti tersenyum.

"Nggak, kok." Reygan berkata tulus.

Sambil berjalan menuju lorong kelas, Riana berkata. "Mas Reygan juga-"

Reygan menoleh. Bukan. Bukan karena Riana menggantung kalimatnya. Tapi karena panggilan itu.

Riana menutup mulut dengan satu tangan. "Eh, maaf, maksudnya Kak Reygan."

Reygan tersenyum, hanya sesaat. "Nggak apa-apa. Panggil apa aja boleh. Asal bukan Mbak Reygan."

Riana tertawa keras. Sampai dia berhenti. Bersandar di tembok. Tawanya berderai. Reygan menatap bingung.

"Dih, gampang ya bikin kamu ketawa."

"Ya ampun, Mas Reygan tuh kocak banget ya. Aku kira yang galak gitu." Riana memegangi perutnya yang kram karena ketawa.

"Siapa yang bilang aku galak? Adit, ya?"

Riana dengan polosnya mengangguk. "Ehm tapi Kak Adit-nya jangan diapa-apain."

"Kenapa bisa suka sama Adit?" Reygan bertanya serius.

"Orangnya baik. Tapi kamu cuma teman. Nggak pacaran."

Reygan akhirnya tahu fakta itu, Fakta yang selama ini membuat Kiki dan Ari penasaran setengah mati. Reygan malah dengar dari orangnya langsung.

"Kenapa nggak pacaran?"

"Papa nggak ngebolehin pacaran." Riana menjawab lugas.

Reygan mengangkat satu tangan. Spontan saja. Dia meletakkan telapak tangannya di kepala Riana. "Iya. Aku setuju sama Papa kamu. Sekolah dulu yang bener."

Riana membeku. Dia menemukan bayangan dirinya di mata Reygan.

"Udah sana. Lima menit lagi bel masuk." Reygan menarik tangannya dan melangkah pergi.

"Oh iya, satu lagi." Reygan mundur lagi, kembali ke hadapan Riana. "Adit itu takut sama balon. Besok dia ulangtahun-"

"Oke. Besok nggak bakal ada balon."

Reygan berbisik. "Bukan gitu. Justru harus ada balon. Ngerti?"

Riana mengangkat kedua jarinya membentuk huruf O.

****

Keesokan paginya, Riana dengan ceroboh melakukan hal yang sama. Kali ini korbannya bukan Reygan, tapi Aneska.

Kali ini juga lebih parah. Bekal milik Riana tumpah di aspal. Wajahnya terlihat kecewa demi melihat bekal buatan mamanya berhamburan di aspal.

Aneska merunduk, membantu memunguti bekal yang sudah tidak layak makan itu. "Lain kali hati-hati."

Reygan juga ikut mendekat. "Nggak apa-apa, Ri?"

"Hah?" Riana mendongak. "Oh, nggak apa-apa, Mas."

"Buru-buru mau nyalin PR lagi?"

"Bukan. Tadi aku mampir beli balon dulu. Takutnya telat." Memang, gerbang sekolah ditutup sedetik setelah dia melangkahkan kaki di gerbang. Bahkan sekarang bel sudah menggaung.

"Berdiri." Reygan meraih lengan Riana, membantunya bangun.

"Jadi kan Mas bikin kejutannya nanti?"

Reygan mengangguk. "Bisa niup balon kamu?"

"Mas Reygan bisa percayain itu sama aku."

Aneska melongo. Dia tidak tahu kenapa malah diam bagai patung. Menyaksikan dua orang berinteraksi dengan akrabnya. Sementara dirinya dianggap angin.

Setelah sepatah dua patah kata, Riana berlari ke kelasnya. "Duluan ya, Kak Aneska."

Lho? Anak itu kenal dirinya? Aneska menunduk, menatap jaket yang masih dia kenakan. Jelas-jelas badge namanya tertutupi jaket.

Reygan sudah menaiki tangga. Aneska menyusul, sengaja melambatkan langkahnya. Dia tidak mau berjalan di samping lelaki itu.

Tapi kesialan menimpa mereka pagi itu. Baru sampai di anak tangga terakhir, sebelum berbelok dan menginjak tangga selanjutnya, ada suara yang menyela dengan keras.

"Kalian berdua!"

Keduanya kompak menoleh. Bu Ida berkacak pinggang di dekat lorong ruang guru.

"Iya, kalian. Turun cepat! Malah bengong!"

Reygan turun sebelum Bu Ida murka. Aneska juga terpaksa turun.

"Kita nggak terlambat, Bu." Reygan bisa membaca ekspresi di wajah Bu Ida.

"Kamu mau nyangkal juga?" tanyanya ke Aneska.

"Kita memang nggak terlambat, Bu."

"Mentang-mentang CCTV depan rusak, kalian mau bohongin Ibu? Ikut Ibu!" titahnya tegas. Jangankan menyangkal lagi, mereka tidak diberi kesempatan untuk membuka mulut.

Mereka malah tidak tahu kalau CCTV depan rusak.

Digiringlah mereka ke gudang. Bu Ida entah sejak kapan, sudah membawa satu grendel berisi banyak kunci. Salah satu kunci bisa membuka gedung ini. Begitu gudang itu dibuka, satu makhluk melintas cepat melewati pintu.

"AAAA!!" Bu Ida berteriak heboh, sambil berjingkat menempel tembok.

Aneska biasa saja. Dulu Mas Kinan pernah pelihara tikus. Sebelum satu ekor lepas dan masuk ke kamar Mbak Maya. Semenjak itu, semua tikus putih milik Mas Kinan dibuang. Aneska ikut sedih. Dia sering curhat dengan tikus-tikus itu dulu.

Reygan bahkan tidak tahu apa yang membuat Bu Ida berteriak. Dia tidak tahu jika seekor tikus baru saja melesat melewati kaki mereka.

Setelah kembali tenang, Bu Ida berdeham. Beberapa detik dia kehilangan wibawa di depan dua muridnya. Itu cukup memalukan. Tapi kalau dinalar, siapa pula yang tidak takut dengan, ralatm tidak kaget kalau tikus tiba-tiba muncul? Semua orang akan kaget, kan?

"Sebagai hukuman, kalian bersihkan gudang. Tolong tata barang di pojok. Akan ada barang yang masuk, biar muat tempatnya.

"Tapi kan Bu--"

"Kalian masih punya deposito satu hukuman di Ibu. Ibu sudah berbaik hati meringankan hukuman kalian."

"Saya nggak terlambat, Bu." Reygan harus mengulangi berapa kali lagi?

"Ibu tidak menerima penyangkalan, ya!"

Bu Ida berlalu pergi sebelum makhluk kedua muncul. Meninggalkan senyap di antara mereka. Kalau kalian lupa, Aneska masih marah dengan Reygan. Sementara Reygan masih marah dengan Aneska. Lalu mereka harus membersihkan gudang bersama. Semesta bersekongkol dengan Bu Ida!

Reygan melangkah masuk. Menyibak kain menggantung di pintu. Entah kain apa, warna putih. Dia mencabutnya.

Aneska juga tidak punya pilihan lain. Dia ikut melangkah masuk, sama sekali tidak merasa jijik. Hanya saja udara pengap itu membuatnya sesak. Jadi dia melangkah ke jendela. Membuka kacanya dengan usaha maksimal. Namun tetap tidak terbuka. Jarinya hampir berdarah hanya untuk menarik pengaitnya.

Satu tikus kembali melesat keluar dari tumpukan kardus. Kali ini Reygan lihat, karena tikus itu melewati sepatunya. Dia hanya terkejut, tidak sampai berteriak seperti Bu Ida tadi.

Aneska sepertinya belum menyerah dengan urusan jendela. Dia juga enggan meminta bantuan ke Reygan. Nanti orangnya besar kepala, lagi.

Usaha yang ke sekian, akhirnya jendela terbuka. Aneska bersorak di dalam hati. Tapi mencelos begitu melihat telapak tangan di kaca jendela. Baru saja Reygan mendorong kaca itu. Hingga jendela berhasil terbuka.

Aneska mengumpat di dalam hati.


Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C16
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ