Julyan berdiri pada ruangan yang bernuansa putih, ia menoleh sekeliling yang tampak sepi. Tak ada siapapun di ruangan itu hanya ia sendiri.
"AYAH!"
Julyan menoleh saat seorang anak kecil memanggil 'Ayah'
Julyan melihat gambaran dirinya bersama sang istri, seperti putaran video kenangan saat dimana ia pertama kali mengenal istrinya, yang berlanjut menikah hingga sekarang.
Lalu ia melihat lagi gambaran dirinya dengan sang istri yang terlihat gelisah, Julyan tidak tau karna apa tapi yang pasti ia tau pasti masalah besar.
Dan lagi...
Ia melihat bayangan, keluarga kecil yang bahagia tampak sedang bersenang senang di taman, dengan pakaian serba putih. Itu adalah dirinya dengan sang istri, dan satu lagi anak kecil?
"Ayah!"
Lagi Julyan mendengar suara anak kecil itu memanggilnya 'Ayah' bahkan ia melihat dirinya menyahuti anak itu.
"Anakku! Kemari lah!"
"Jangan pergi! Janji!"
"Hm.. Janji! Ayah akan selalu ada buat kamu dan Bunda!"
Setelahnya mereka tertawa bahagia, benar benar seperti nyata. Hingga akhirnya Julyan melihat cahaya yang begitu silau hingga akhirnya ia tak bisa melihat apapun.
Julyan merasa seluruh badannya sakit, ia masih setengah sadar namun masih mendengar jelas beberapa orang sedang mengobrol.
"Stabil dok!" itu yang ia dengar, tapi ia masih berusaha membuka matanya perlahan.
"Bagaimana dok? Suami saya apa ada peningkatan?"
Itu suara Marisa, istrinya Julyan jelas mendengarnya, ia benar benar merasa ingin membuka matanya, tanpa sadar air matanya perlahan keluar disaat dirinya belum membuka matanya.
Julyan merasakan seseorang menyentuh tangannya, ia menggerakkan perlahan jarinya, lalu berusaha mengerjap pelan matanya.
"Jari pasien bergerak gerak! Cepat panggil dokter!"
Marisa, Tyan dan adiknya yang melihat itu langsung berdiri, saat salah satu perawat memanggil dokter.
Marisa menerobos masuk dan memanggil suaminya.
"Mas! Ini aku! Bangun Mas! Kamu denger aku kan?"
Marisa melihat matanya bergerak kesana kemari, Julyan sedang ingin membuka matanya.
"Mas! Kamu denger aku kan?"
"Ayo kamu pasti bisa!"
Julyan mengerjap, mulai membuka matanya perlahan, pandangannya buram dan gelap hanya ada satu lampu yang menyala.
Setelah pandangannya jelas, ia melihat Marisa menatapnya penuh harap, dan beberapa perawat lainnya.
"Dia bangun! Dia bangun!" seru Marisa merasa senang.
"Mas! Aku istrimu.."
Julyan melihat wanita itu dengan jelas, iya.. Julyan masih ingat Marisa adalah wanita yang sudah menjadi istrinya.
"Hh... Hh.."
Julyan berusaha berucap, membuka suaranya perlahan dibalik masker oksigennya.
"Ayo bilang! Kamu mau bilang apa? Ayo katakan!"
"A... A..."
Marisa mengangguki nya sembari menahan isaknya.
"Anakku!" ucapnya dengan parau.
"Anakku!" ucapnya lagi dengan parau.
Marisa menganggukinya sembari menahan isakannya, "Ini anak kamu, kita punya anak!"
"Anakku!" ucapnya lagi.
Marisa menghela nafas lega, Julyan suami tercintanya sudah membuka matanya.
Setelahnya ia keluar membiarkan dokter memeriksa keadaanya.
Marisa menangis, ia menangis, bukan tangisan derita, melainkan tangisan bahagia, seperti mimpi yang nyata, ini benar benar nyata, bukan mimpi!
Seperti semesta menjawab doanya, barusaja kemarin ia berharap hari ini akan baik, dan benar, semesta menjawab semuanya harapannya nyata, dan doanya terkabul.
.
"Kondisinya stabil, pernafasannya pun juga stabil, kami akan segera memindahkan pasien ke ruang rawat VIP, selamat... Saya turut bahagia dengan kabar ini," ujar Dokter.
"Terimakasih dok! Terimakasih banyak!" balas Marisa.
"Ini berkat dokter! Terimakasih dok!" imbuh Tyan.
"Baiklah kalau begitu saya permisi dulu, ruang pasien berada di ruang VIP nomor 59, perawat kami sedang memindahkannya... Ini benar benar sebuah keajaiban, dan pengalaman pertama saya... Sekali lagi selamat!"
"Terimakasih dok sekali lagi!"
Setelahnya dokter beranjak pergi, Tyan menatap adik iparnya dengan penuh bahagia ia mengelus surainya pelan.
"Bahagia?"
Marisa mengangguk sembari tersenyum lebar.
"Tentu! Aku kembali melihat Marisa yang ceria!"
.
Marisa memasuki ruang rawat VIP, hatinya tak lagi merasa hancur ia bahagia benar benar bahagia.
"Kak!" teriak Putri sembari merentangkan tangannya memberi isyarat pelukan.
Marisa tersenyum lebar, dan memeluk sang adik dengan erat, hatinya benar benar merasa bahagia saat ini.
"Selamat!" itu kata yang adiknya ucapkan.
"Waah ramai!" kekeh Tyan lalu mendekati adik nya yang tengah berbaring, dan hanya terpasang alat infus.
"Anak yang kuat! Terimakasih!" ucap Tyan sembari mengelus pelan surai sang adik, saat ini masih terlelap mungkin karna pengaruh obat bius.
Suasana hatinya benar benar merasa lega, setelah melihat sang adik berjuang dan akhirnya ia kembali melihat adiknya membuka mata, Julyan adiknya yang dingin, ceroboh dan pintar.
"Terimakasih sudah menjawab doa ku tuhan!" lirihnya pelan bermonolog sendiri.
Sungguh tak ada kebahagiaan yang lebih besar, dibandingkan melihat sang adik kembali dari komanya, setelah melewati beberapa drama yang membuatnya pusing setengah mati, ia kini merasakan hasilnya, buah yang begitu manis yang Tyan rasakan saat ini.
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!