Setelah mencuci piring... Panji kembali ke pondok langsung menuju kamarnya. Ketika Panji mengambil kaos hendak ganti baju... Panji melihat amplop tebal di bawah kaos putihnya.
"Berapa isi uang di dalam amplop ini ya?" gumam Panji lirih,
"Mumpung penghuni kamar lagi sepi, karena ngaji di musollah, lebih baik saya buka. Haaa! 300 rb!!! Banyak sekali pemberian Pak Haji ini. Kang Subur bilang... Sebulan kirimannya hanya 25 ribu, itu pun makan minum sudah mewah. Nasi sepiring 100 rupiah, kopi 25 rupiah, kalau uang 300 ribu bisa buat makan berapa bulan yaa?"
"Kang Panji! Lagi ngapain kamu," tanya Kang Ujang dan Kang Salim.
"Lagi ganti baju Kang, ini lagi cari kaos," sahut Panji kemudian menyimpan kembali amplop di bawah tumpukan baju kumalnya,
"Hemmm... Mau ke warung yaa? Tumben kalian gak ikut ngaji kitab Ihya'?"
"Ngaji kitab Ihya' itu sebenarnya bukan kelas ku Kang, itu kajian untuk santri senior saja," ucap Kang Salim,
"Kalau aku dan Kang Ujang ngaji kitab Fatkul Qorib dan hafalan Alfiah Nahwu juga kitab Tafsir Jalalain," kata Kang Salim,
"Jadi tidak wajib ikut ngaji Ihya'."
"Kitab apa Kang!!!" seru Panji mendekat.
"Fatkul Qorib dan kitab Tafsir Jalalain, yang mengajar adalah Kyai Asbak, jam 9 pagi dan jam 3 sore sehabis solat asar," ucap Kang Ujang.
"Iya - iya," kata Panji lalu mereka pergi bersama - sama ke warung Pak Slamet di belakang pondok.
Sambil berjalan Panji berkata,
"Aku ngaji kitab Fatkul Jare dan kitab Jalan Lain saja, lebih mudah!"
"Hahaha bicara mu Kang, bisa saja kalau menganti nama kitab," ucap Kang Salim.
Malam itu Panji dan teman karibnya menikmati kopi hitam juga kepulan asab rokok di bawah pohon mangga.
"Ini ada uang 10 ribu, kalian beli rokok kesukaan kalian," ujar Panji sambil meletakkan uang di atas meja.
"Banyak sekali kang uang mu?" tanya Kang Salim.
Waktu menyapu halaman ndalem tadi... Aku di kasih uang sama tamunya Pak Kyai," jawab Panji,
"Katanya buat jajan-lah. Sekarang kita pake jajan bersama - sama, ok Kang."
"Siap!" sahut Kang Ujang,
"Tapi... Jarang loh kang, ada santri jajan nya boros kaya kamu!"
"Iya karna kiriman mereka kan pas, buat makan dan jajan Kang. kalau boros nanti bingung buat makan selanjutnya," kata Panji,
"Kalau aku kan, makan sudah dapat jatah dari Pak Kyai."
Ketika Panji sedang santai ngopi... Tiba - tiba datang Kang Soleh sambil membawah secangkir kopi, lalu berkata,
"Eee... Ada Kang Panji, kang Salim, boleh gabung yaa... Duduk sini."
"Silahkan Kang, bebas! Inikan warung, jadi boleh duduk di mana saja," ucap Kang Salim.
"Kang Panji! Katanya kamu tadi siang sekolah diniyah di pondok Arrohman ya?" tanya Kang Soleh,
"Bagaimana sekolahnya? Wnak tidak?!!"
"Iya Kang, tadi baru sekolah diniyah, yang mendaftarkan Ustadz Bakri. Kelihatannya enak sih Kang, soalnya Ustadzah nya cantik, santri cewek nya juga cantik - cantik," jawab Panji santai.
"Hemmm... Kok cantiknya? Pelajarannya Kang!!!" seru Kang Soleh.
"Pelajaran nya baca tulis saja Kang," ucap Panji,
"Kang Soleh! Boleh gak aku tanya sesuatu hal?!!"
"Boleh, tanya saja," ucap Kang Soleh penasaran.
"Kang... Apa artinya wusul itu?" tanya Panji.
Mendengar pertanyaan Panji... Kang Soleh mengeryitkan kedua alisnya, kemudian menyeruput kopi hangat.
"Siapa yang memberi tau mu, kok kamu tanya bab wusul?" ucap Kang Soleh,
"Tanya Kang Salim yang mondok sudah dua tahun, juga Kang Ujang ini yang sudah setahun mondok! Dia pasti belom tau.
"Kang Salim! Kang Ujang! Tau gak artinya wusul?" tanya Panji.
"Gak tau Kang," jawab Kang Salim dan Kang Ujang.
"Belum tau kan?" ucap Kang Soleh,
"Masak, kamu yang baru 2 bulan sudah tanya bab wusul? Kajian santri senior? Siapa yang memberi tau mu?"
"Aku bermimpi ketemu sama Kyai Jabat pendiri pondok ini Kang. Dalam mimpi itu... Aku di ajak jalan - jalan ke tengah laut. Dalam perjalanan itu... Kyai Jabat berkata,
"Kalau kamu rajin belajar... Kamu akan menjadi orang makrifat dan bisa wusul. Makanya aku tanya sama Kang Soleh!" ucap Panji.
Mendengar pengakuan Panji... Kang Soleh mengeser tempat duduknya. Setengah tidak percaya... Kang Soleh bertanya,
"Emang kamu tau rupa wajah Kyai Jabat...? Aku saja yang tinggal di pondok ini kurang lebih 9 tahun belum pernah bermimpi ketemu sama Kyai Jabat!"
"Tau-lah, kan di rumah pak Kyai Nuruddin ada lukisannya," ujar Panji berbohong,
"Jadi aku hafal betul rupa wajah Kyai Jabat! Bahkan Kyai Jabat bilang... Kalau Kang Soleh sering ke makam Kyai Jabat di malam hari, dan pernah sedekah menaruh uang 20 ribu di sebelah batu nisan." 😅
Mendengar kata - kata Panji... Kang Soleh sangat terkejut sekali, lalu berkata dalam hati,
"Benar apa yang di katakan Panji ini... Kemarin lusa aku sedekah uang 20 ribu dan aku letakkan di sebelah batu nisan Kyai Jabat. Itu karna Kyai Jabat yang menyuruh ku.
Aku juga sering ke makam tengah malam. Berarti... Mimpinya Panji ini benar!"
"Kang Panji... Kamu bisa mimpi Kyai Jabat itu gimana caranya...? Baca amalan apa sebelum tidur?" tanya Kang Soleh serius.
"Jawab dulu pertanyaan ku Kang, nanti aku beritahu amalannya," ujar Panji.
"Baiklah!" kata Kang Soleh,
"Wusul itu artinya... Orang yang sudah sampai kepada Allah atau orang yang bisa melihat wujud rupa Allah dengan kedua mata batinnya, juga dengan kedua mata dohirnya, istilahnya Makrifat.
Dalam ilmu syariat... Makrifat itu artinya ilmu pengetahuan yang di peroleh melalui akal
Dalam ilmu Tasawuf... Makrifat itu mengetahui Allah dari dekat
Dalam ilmu Hakekat... Makrifat itu adalah cahaya hati yang memancar keluar untuk bisa mengetahui rahasia - rahasia Allah. Juga mengetahui rahasia alam semesta.
Sudah faham Kang Panji?"
"Faham Kang," ucap Panji yang sebenarnya masih bingung.
"Sekarang kamu beritau aku, amalan wirid agar bisa ketemu Kyai Jabat," ujar Kang Soleh.
"Sebelum tidur... Harus baca yaa Hayyu Yaa Qoyyum 100x," jawab Panji.
"Kamu tau dari mana wirid itu...? Padahal kamu belum pernah baca Asma'ul Husna," kata Kang Soleh.
"Dari Kyai, kang," jawab Panji,
"Kalau pagi kyai, mondar - mandir sambil komat - kamit baca itu Yaa Hayyu Yaa Qoyyum."
Bukan komat - kamit Kang," tapi wirid!" timpal Kang Salim tertawa,
"Emang dukun komat - kamit!"
Waktu terus berlalu, warung Pak Slamet semakin ramai, karena santri - santri senior sudah selesai ngaji Ihya' di musollah. Setelah Kang Soleh beranjak pergi ke pondok... Kang Salim berkata,
"Panji...! Apa benar kamu mimpi bertemu Kyai Jabat?"
"Gak Kang, aku berbohong untuk mengerjain Kang Soleh, agar mau menjawab pertanyaan ku," ujar Panji.
"Lalu...? Amalan ya Hayyu Ya Qoyyum itu juga bohong?" sahut Kang Ujang.
"Iya, semua itu hanya karangan saja," kata Panji santai.
Mendengar ucapan Panji... Kang Salim dan Kang Ujang tertawa terbahak - bahak.
"Dosa kamu Panji, sama Kyai sepuh dan Kyai Nuruddin di pakai alasan untuk berbohong," kata Kang Salim.
"Kalau Kyai sih! Memang setiap pagi selalu jalan mondar - mandir di dapur sambil wirid Kang," ucap Panji,
"Yang aku dengar bacaannya Ya Hayyu Ya Qoyyum Ya Ghony Ya Mughni! Coba besok aku tanyakan sama Pak Kyai, untuk apa setiap pagi mondar - mandir kayak setrika sambil komat - kamit! Baca Ya Hayyu Ya Qoyyum Ya Ghony Ya Mughny."
"Ayoo balik ke pondok, sudah jam 11 malam nieh! kita istirahat dulu di musollah sambil tidur," kata Kang Ujang.
"Eeeh! Jangan bilang sama Kang Soleh kalau aku berbohong ya!" ujar Panji.
"Ok kang, beres!!" ucap Kang Salim sambil menahan tawa.
***
Malam perlahan merambat, serbuk embun bertebaran dan dingin terasa menusuk tulang.
Jam 12 Malam terdengar langkah kaki Kang Soleh menuju Musollah.
Ketika Kang Soleh berada di teras hendak masuk ke dalam Musollah... Tiba - tiba Panji memanggil,
"Kang Soleh! Ngopi dulu sini, rokok- an dulu."
"Iya Panji," ucap Kang Soleh kemudian mendekat.
Setelah menyeruput kopi dingin... Kang Soleh mengeluarkan rokok dari kantong baju taqwanya kemudian menyulutnya.
Sendirian saja kang panji... Pada kemana teman karibnya?" tanya Kang Soleh.
"Itu pada tidur semua kang," jawab Panji sambil menunjuk teman - temannya yang pada tidur.
"Gimana... Apa Kang Panji sudah hafal niat dan cara solat sunah yang saya ajarkan kemaren lusa?" ucap Kang Soleh,
"Dan apa sudah di praktekkan caranya solat sunnah?"
"Alhamdulillah, sudah hafal dan tau caranya kang," ujar Panji,
"Tapi... Kalau prakteknya jarang - jarang."
"Gimana rasanya solat sunnah malam?" tanya Kang Soleh.
"Biasa - biasa saja Kang, hanya capaik saja hasilnya," ucap Panji polos.
"Hemmm... gitu yaa," ujar Kang Soleh lirih,
"Belum, nanti kalau sudah merasakan nikmatnya solat... Kamu pasti setiap malam bakal istiqomah solat malam."
"Kang Soleh! Boleh aku bertanya?" ucap Panji.
"Boleh Kang, silahkan tanya saja," ujar Kang Soleh.
"Ketika waktu solat sunnah malam... Apakah Kang Soleh pernah melihat wujud Allah yang Kang Soleh sembah?" tanya Panji.
"Aduh...! Kamu bisa bertanya bab tauhid, itu siapa yang mengajari?" tanya Kang Soleh,
"Ngaji jus Ammah saja belum khatam! Kok tanya nya aneh - aneh!"
"Tanya saja Kang, kalau Kang Soleh gak mau jawab, yaa gak apa - apa," ucap Panji,
"Saya bertanya ini... Karna sering membaca kitab terjemah milik Kyai, yang ada di ruang buku. Ketika saya memyapu... Saya membaca sebentar buku milik Kyai. Buku itu judulnya Jalan Menuju Makom Ma'rifatullah."
"Apa!!! Kitab Jalan Menuju Makrifatullah?" kata Kang Soleh kaget,
"Apa kamu tau arti Makrifatullah?"
"Tidak tau Kang," jawab Panji,
"Kan bacanya belum selesai, jadi aku belum tau apa itu Makrifatullah."
"Mengapa kamu baca kitab Makrifatullah? Kok gak baca kitab fikih saja!" kata Kang Soleh.
"Karna yang ada di meja Kyai, buku makrifat itu saja Kang, gak ada lainnya," jawab Panji,
"Awalnya iseng sih, lama - lama kok bikin penasaran."
'Apa kamu sudah ijin kyai, waktu membaca buku milik kyai?" tanya Kang Soleh.
"Gak ijin Kang," ucap Panji.
"Kalau gak ijin itu namanya dosa," kata Kang Soleh,
"Kamu sebagai santri juga abdinya kyai, harus sopan santun dan tau tatakrama... Baca buku pun harus ijin dulu, biar berkah dan manfaat ilmu yang di peroleh dari pondok."
"Baiklah kang, besok aku tak ijin sama kyai," ujar Panji,
"Siapa tau di ijini baca semua buku milik kyai. Oh iya kang! Salah satu isi tulisan kitab itu begini...
Banyak orang ahli ibadah tapi sia - sia tidak mendapatkan apa - apa, hanya capaik yang dia dapat. Karna dia sujud solat menyembah Allah, tapi dia tidak tau, tidak melihat wujud Nyata Allah Tuhannya.
Makanya saya tanya sama Kang Soleh... Kan Kang Soleh santri senior!" ucap Panji,
"Kalau Kang Soleh tau wujudnya Allah... Maka saya minta di ajari cara melihat wujud nyata Allah."
Mendengar pertanyaan Panji... Kang Soleh diam sejenak, tak lama kemudian berkata,
"Aku belum pernah melihat wujud Allah Panji... Tapi aku yakin Allah ada di hadapan ku, dan aku bisa merasakan kehadirannya."
"Lalu... Kalau Allah hadir di depan kita waktu solat, bagaimana rasanya?" tanya Panji.
"rasanya yaa hati tenang, tentram dan bahagia," kata Kang Soleh.
"Menurutku... Kalau hati tentram, tenang dan bahagia tidak usah menunggu kehadiran Allah Kang," kata Panji,
"Kita punya uang banyak, bisa beli apa saja...! Hati kita pasti senang tentram dan bahagia."
"Hemmm... Kamu itu Panji! Belum tentu yang kaya dan berduit itu hidup tenang, tentram dan bahagia," ujar Kang Soleh.
"Kang Soleh! Kalau menurut kitabnya Kyai, yang aku baca... Kang Soleh, ini solatnya sia - sia tidak mendapatkan apa - apa, hanya mendapatkan capaik saja!" kata Panji.
Mendengar kata - kata Panji... Walau panji masih remaja, bahkan Panji bisa di bilang anak kemarin sore dalam dunia pesantren. Namun hati Kang Soleh seperti di sayat belati. Kang Soleh diam tapi hatinya penuh sesak dengan ribuan pertanyaan.
Setelah selesai Ngobrol... Kang Soleh melaksanakan solat sunnah malam yang di istiqomahi-nya. Dalam Dzikirnya... Kang Soleh tidak bisa kosentrasi dan tidak bisa tenang, akibat teringat pertanyaan Panji yang usianya masih remaja.
"Tak kusangka... Panji yang awam tentang islam, bisa bertanya seperti ini," kata Kang Soleh dalam hati sambil berdzikir,
"Baru kali ini aku mendapat pertanyaan yang membuat hatiku terluka. Tapi benar apa yang di katakan Panji itu.
Percuma saja aku istiqomah solat malam setiap hari, kalau aku tidak tau wujud Allah yang aku sembah. Aku hanya mengetahui Namanya saja, itu sama dengan aku menyembah asmak atau menyembah tulisan Nama Allah.
Tapi... Bagaimana aku harus mengetahui wujud Allah Tuhanku?"