"Ya, kau benar. Namun kau memanfaatkan diriku untuk kepentingan dirimu sendiri. Apakah kau tidak pernah memikirkan bagaimana perasaanku ketika aku harus dipaksa melakukan apa yang kau inginkan? Kenapa tidak anak pertamamu saja yang menjadi penerus perusahaan ini? Kenapa harus aku?" tanyaku dengan serius. Kami saling bertatapan. Meski aku takut, tapi aku harus memberanikan diri. Aku ingin tahu alasan di balik Papa terus memintaku untuk menjadi direktur utama. Sepertinya Papa juga melupakan kakakku, buktinya saja Papa tak pernah memerintahkannya untuk melakukan pekerjaan ini. Aku juga tidak tahu di mana keberadaannya sekarang. Terakhir aku melihat kakak adalah saat umurku menginjak 10 tahun. Sudah sangat lama sekali rasanya tak berjumpa dengan dia.
Alih-alih menjawab pertanyaanku, Papa malah berkata, "Tak perlu membahas hal lain yang tidak ada hubungannya dengan pembicaraan kita."