Susi pulang ke rumahnya setelah menghabiskan sore dengan teman temannya di restoran, meski porsinya kecil Susi merasa sangat kenyang setelah memakan pasta keju yang di sajikan di Restoran italia itu, Susi langsung masuk ke rumah setelah melihat sepatu kakaknya telah tersusun di rak sepatu.
"Kulonuwun" ucap Susi saat memasuki rumah.
"darimana Susi ?" tanya kakaknya langsung mendatanginya begitu ia masuk ke ruang depan.
"habis ikut teman teman ke Restoran, temanku dapet kupon makan jadi kami semua di traktir" ucap Susi menjelaskan alasannya pulang sangat lambat.
"lain kali jika mau ada acara hubungi kakak dulu jadi kakak tidak khawatir" ucap Susan berusaha menakan adiknya.
"iya iya maaf, lain kali aku akan telpon dulu" ucap Susi tidak berusaha untuk meladeni kakaknya dengan serius dan langsung berjalan melewatinya.
Susi membereskan barang barangnya dan membersihkan tubuhnya, ia berendam di air hangat selama 15 menit merilekskan tubuh dan pikirannya serta merawat kulitnya dengan ramuan khusus yang di turunkan dari keluarganya, ramuan itu terbuat dari rempah dan biasa di gunakan oleh perempuan perempuan yang ada di keraton.
Setelah menyegarkan diri ia kembali ke ruang depan untuk berkumpul dengan kakaknya, Susan saat itu sedang duduk sambil membaca sebuah buku yang kelihatannya adalah buku pelajaran Sastra Jawa, untuk keturunan Keraton seperti mereka Sastra Jawa adalah Bahasa pertama mereka, namun ketika mereka sudah memasuki pendidikan menengah Bahasa Indonesia lebih sering di gunakan untuk berkomunikasi, oleh karena itu mereka kerap mempelajari Sastra jawa untuk memperkuat ingatan mereka dan melestarikan Bahasa itu.
"kak" ucap Susi memanggil kakaknya yang sedang serius membaca itu.
"nggeh" jawab Susan singkat.
"kapan kakak terakhir latihan dengan Kurusetra ?" lanjut Susi bertanya.
"entah, mungkin akhir tahun kemarin" jawab Susan tanpa melepaskan matanya dari buku yang di bacanya.
"tadi aku lihat Kurusetra di gudang, kondisinya tidak terurus, mulai banyak debu dan cat nya juga mulai pudar" lanjut Susi menjelaskan kondisi tank kakaknya itu.
"begitu kah, ya wajar karena tidak pernah di pakai juga sih" jawab Susan dengan santai.
Keduanya kemudian saling diam dan tidak mengucapkan sepatah katapun, suasana itu membuat keduanya merasa canggung.
"kak, kenapa ada bekas tembakan di sisi kanan Kurusetra ?" tanya Susi, ia mencurigai hal itu.
"mungkin bekas latihan, kakak juga tidak ingat" jawab Susan.
"tapi tadi kakak bilang kakak sudah lama tidak latihan" ucap Susi merasa jawaban kakaknya itu tidak masuk akal, Susan tidak menjawab dan hanya terus membaca dan membuka lembaran lain di bukunya.
"Kakak !!!" teriak Susi meminta jawaban serius dari kakaknya itu.
"ugghhh berisik banget sih, memang kenapa sih kamu penasaran banget sama hal itu?" tanya Susan yang akhirnya terganggu dengan sikap adiknya itu.
"Susi Cuma mau tau, apa itu alasan kakak ingin menutup klub Senshado atau bukan" ucap Susi menjelaskan alasannya.
"enggak ada urusan sama itu, sekarang jangan ganggu kakak, kakak sedang belajar untuk tugas kelompok nanti" jawab Susan dengan ketus, ia kembali menaruh pandangannya pada buku tebal itu.
Susi tetap tidak puas dengan jawaban kakaknya itu dan memikirkan pertanyaan lain yang akan ia berikan ke kakaknya, ia duduk di kursi kecil tidak jauh dari sofa yang di duduki kakaknya.
"Susi" ucap Susan tiba tiba memanggil adiknya itu.
"iya kak ?" jawab Susi terkejut.
"kenapa kamu begitu ingin kakak kembali lagi ke Senshado ?" tanya Susan penasaran dengan tujuan adiknya memberikannya begitu banyak pertanyaan.
"karena kakak adalah ketua klub dan seharusnya kakak membimbing kami semua anggota baru, selain itu Susi juga ingin mendapatkan ilmu dari kakak yang lebih berpengalaman" ucap Susi menjelaskan keinginannya baik yang bersifat pribadi maupun yang bertujuan untuk kepentingan klub Senshado sendiri.
"meski kakak melatih kalian semua itu tidak menjamin kalian dapat menang setiap kali kalian bertanding" ucap Susan skeptis.
"ini bukan sekedar menang atau kalah !" ucap Susi menekankan pikirannya untuk tidak selalu berfokus pada kemenangan atau kekalahan.
"dengar Susi, memang Senshado bukanlah perang, tapi kekalahan akan tetap membawa perasaan negatif secara tidak langsung" ucap Susan menyela adiknya, Susan mengucapkannya dengan sangat serius dan terlihat dari tatapan matanya ada yang sedang mengganggunya, seakan pikirannya sedang ada di tempat lain, tempat yang ia sama sekali tidak ingin ada di dalamnya.
"ingat itu baik baik" ucap Susan menekankan apa yang di ucapkannya itu pada adiknya.
Susi hanya mengangguk mengiyakan apa yang di pinta kakaknya itu, namun pembicaraan itu tidak juga membuat Susi puas, Susi memutuskan untuk bertanya sekali lagi sebelum meninggalkan kakaknya dengan urusannya.
"kakak" ucap Susi.
"kenapa lagi ?" ucap Susan mulai merasa risih dengan pertanyaan adiknya yang tidak berhenti.
"pertanyaan terakhir untuk malam ini" ucap Susi.
"apa yang terjadi di pertandingan tahun lalu ?" lanjut Susi menanyakan hal yang ingin Ia tanyakan dari awal.
"kamu yakin ingin tau ?" tanya Susan memastikan adiknya benar benar serius ingin mengetahuinya.
"sangat Yakin" jawab Susi dengan tegas.
"dalam pertandingan persahabatan melawan sekolah sekolah sahabat, kakak berhasil menang melawan Saunders dan Chi Ha Tan, kalau St Gloriana dan Pravda ya kamu sendiri tau lah kita hanya pernah menang sekali melawan mereka, tapi di pertandingan terakhir kakak kalah saat melawan Van Oranje, seharusnya itu menjadi kemenangan berturut turut yang ke 7 tapi akhirnya rekor kita terhenti di angka 6" ucap Susan menjelaskan hasil pertandingan yang di lakukannya tahun lalu.
"ehhh tapi bukankah kakak saat itu bersama mbak Kartika, kenapa bisa kalah melawan Van Oranje ?" tanya Susi terkejut mendengar sekolahnya kalah melawan Rivalnya setelah bertahun tahun dapat menang terus menerus.
"kamu bilang itu pertanyaan terakhir, kakak tidak mau menjawab pertanyaan apapun lagi" ucap Susan menolak untuk menjelaskan lebih jauh, Susan beranjak dari sofa yang di dudukinya dan berlalu begitu saja meski Susi terus berusaha untuk berbicara dengannya.
"kakak !" ucap Susi berusaha untuk memanggil kakaknya, namun kakaknya itu tetap tidak meladeni panggilannya dan masuk ke kamarnya.
Susi semakin bingung dengan apa yang di dengarnya, ia tidak pernah mengetahui jika tim Senshado sekolahnya pernah kalah melawan Van Oranje, bahkan ibunya sendiri tidak pernah mengatakannya, Susi perlu menggali lebih dalam lagi tentang apa yang terjadi pada pertandingan tahun lalu.