Yena merasa putus asa tidak melihat ibunya tak beraksi sedikit pun. Sudah dua minggu, maka bisa diambil kesimpulan bahwa operasinya tidak berhasil.
Yena tidak ingin meratap di depan ibunya, ia keluar dan menangis di taman rumah sakit yang sunyi. Ia hanya punya seorang keluarga, dan sekarang pun Tuhan ingin mengambilnya.
"Lucifer ... apa kamu merasakan perasaanku?" Dalam keadaan seperti ini Yena tiba-tiba teringat pada pria itu, tokoh baru dalam hidupnya yang langsung memberikannya warna-warni kehidupan.
Saat ini Yena sangat ingin merasakan pelukan dinginnya. Benar, tidak hangat tapi dingin. Namun itu terasa lebih nyaman dari pelukan orang pada umumnya.
Tap
Suara langkah kaki menginterupsinya, ia menengok dan mendapati Leon yang bergelagat sungkan.
"Kenapa kamu masih di sini? Bukankah sudah aku bilang untuk pergi?" Yena bertanya muram.
Leon agak gelagapan.
"Ibumu sedang sakit 'kan? Aku bisa membantu menyembuhkannya," cicit bocah itu.