Dasar mesum!
Anna memeluk selimut menutupi tubuhnya yang tidak memakai sehelai benang pun. Pria yang tengah tertidur di sebelahnya itu begitu pulas. Ya, Anna akui wajah pria itu begitu tampan, sangat tampan sampai-sampai meski kesal, dia tetap terpesona.
Sialan!
Anna menampar wajahnya keras-keras. Dia tak boleh terlena dengan ketampanan Malik. Pria itu telah merusak dirinya, menodai harga diri yang sudah dia jaga selama puluhan tahun.
Ini tidak bisa diterimanya!
Brughh!
Tendangan maha dahsyat berhasil membuat tubuh Malik yang kokoh itu terjatuh ke lantai. Pria itu mengadu, kepalanya terbentur lantai cukup keras.
"Fuckk!" umpat Malik kesal.
Tatapannya bak elang, menatap Anna seakan menatap seekor tikus kecil yang siap untuk disantap.
"Apa kau sudah gila!? Tiba-tiba menyerangku seperti itu!" bentak Malik.
Hanya Anna satu-satunya orang yang bisa menendangnya seperti itu, selama ini tidak ada satu pun yang mampu menyentuh, bahkan melukainya.
Anna menyipitkan mata, pria itu benar-benar tak tahu malu. Harusnya dia yang marah, kenapa malah pria itu yang memarahinya? Jelas Anna semakin emosi dibuatnya.
"Heii! Harusnya aku yang marah! Kau ...." Suara Anna melemah, pelupuk matanya terasa panas dan itu membuatnya kesal
Kenapa dia merasa tak berdaya? Kenapa dia sangat lemah? Pria seperti Malik, tidak ada bedanya dengan pria yang selama ini menggodanya. Pria yang hanya menginginkan tubuhnya, dan meski Malik berstatus suaminya, Anna tidak ikhlas. Dia tidak akan pernah memaafkan Malik atas perbuatannya itu.
Sementara itu, Malik menyentuh kepalanya yang berdenyut ngilu. Tak disangka, dia menikahi wanita bar-bar. Entah bagaimana bisa Erick berpikir bahwa wanita itu adalah wanita yang tepat untuk menjadi pendampingnya? Sedang dari yang dia lihat, wanita itu lebih pantas untuk membunuh seseorang.
"Kau sialan! Tak bermoral! Dasar tidak punya otak!" maki Anna dengan tetes air mata yang berjatuhan.
Malik mengernyit, tak mengerti kenapa wanita itu tiba-tiba saja menangis. Dia memang pernah mendengar salah satu rekannya yang mengatakan bahwa wanita itu sulit dimengerti. Perubahan sikapnya sangat cepat seperti mendung yang datang tiba-tiba. Malik yang tidak pernah berurusan dengan wanita pun hanya bisa mengembuskan napas besar.
Apa yang harus dia lakukan untuk menenangkan Anna?
Malik duduk di tepi ranjang, memunggungi Anna seraya berpikir cepat. Sedangkan Anna masih menangis, dia mengusap wajahnya, tetapi air mata itu tak mau berhenti. Selalu turun, sebab sakit di dadanya tak tertahankan.
"Dengar, menangis tidak akan menyelesaikan masalahmu. Dan kenapa kamu tiba-tiba marah seperti itu?" tanya Malik dengan nada sedikit tenang.
Anna memalingkan wajahnya, hanya orang yang tak berakal yang tidak menyadari kesalahannya dan sepertinya Malik salah satu dari orang tersebut.
Wanita itu turun dari ranjang. Menginjakkan telapak kakinya pada lantai yang dingin. Percuma menjelaskan, percuma mengatakannya pada Malik. Anna sudah bisa menebak, bahwa suaminya itu tipikal pria yang tidak akan mengakui kesalahannya. Dan, bukankah tindakan yang bodoh jika dia marah karena suaminya telah melakukan hubungan itu. Hubungan yang memang legal di antara pasangan suami istri.
"Hei, tunggu! Kamu mau ke mana?!" Malik menahan lengan Anna.
'Apa gadis ini bodoh?' pikir Malik, berjalan keluar dengan tanpa pakaian, hanya mengenakan selimut.
Apa dia tidak tahu malu? Wanita itu memaki-makinya, dan sekarang, dia sendiri yang bersikap tak tahu malu.
"Lepaskan aku!" ketus Anna. Pikirannya kalut, satu-satunya hal yang ingin dia lakukan adalah pergi. Pergi sejauh mungkin, dan kalau bisa, pergi dari pria itu.
Namun, mengingat Malik sudah membawa ibu dan adik-adiknya ke rumah itu, Anna tidak bisa berbuat banyak. Dia tidak bisa melakukan ide-ide yang muncul dalam benaknya.
Malik tidak melepaskan genggamannya, sedikit mencengkeram, karena tak ingin Anna bertindak nekat.
"Lepaskan!" Nada suara Anna meninggi.
"Apa kamu masih mabuk? Jangan bertindak gila!" sentak Malik yang memang memiliki kesabaran yang dangkal.
Malik Adam bukan pria penyabar. Bukan pria yang mampu menoleransi seseorang. Dan harusnya Anna bersyukur karena pria itu masih mampu menahan diri. Mampu mengendalikan diri dari wanita tersebut.
Mendengar pertanyaan Malik, Anna baru ingat bahwa semalam dia minum, tapi dia tidak ingat apa yang terjadi setelah mabuk.
Apa jangan-jangan Malik memanfaatkannya ketika dia tidak sadarkan diri?
Suaminya itu benar-benar tak bermoral! Sungguh! Anna tak menyangka jika Malik adalah pria yang demikian.
"Kau ...." Tatapan Anna tajam, Malik mengendurkan genggamannya.
Kenapa tiba-tiba Anna marah lagi? Malik semakin tak paham. Teka-teki pembunuhan atau pun konspirasi politik yang pernah dia tangani, tak pernah sesulit dengan teka-teki yang terjadi saat ini.
Sejenak Malik meragukan keahliannya dalam memecahkan kasus. Karena pada nyatanya, teori dan pengalamannya tak bisa dia gunakan untuk memecahkan masalah dengan istrinya.
Malik menahan diri untuk tidak mengumpat.
"Kau bukan manusia! Kau binatang!" Anna menepis tangan Malik. "Jangan pura-pura peduli, aku tidak membutuhkan ibamu!"
"Jangan keluar!" sentak Malik, Anna berhasil membuatnya emosi.
"Aku akan memanggil pelayan. Bagaimana kalau ada orang lain yang melihatmu seperti itu?" Malik tidak bisa menerimanya.
Pernikahan mereka memang sangat cepat. Bahkan tanpa perkenalan yang lama, namun semenjak Anna menjadi miliknya. Maka Malik tidak akan membiarkan orang lain melihat miliknya. Pria itu sangat overprotektif.
Anna menatap dirinya, mengiyakan perkataan Malik, meski dia masih kesal pada pria tersebut.
Setelah menghubungi pelayan, Malik berdiri di depan jendela, memunggungi Anna yang sedang duduk di tepi ranjang.
Tak ada kata, keduanya sangat hening. Malik dengan kebingungannya, dan Anna dengan emosinya.
Sesekali Anna menatap punggung Malik, lalu menggertakkan giginya keras.
"Selamat pagi, Nona." Dua pelayan masuk.
Hawa berat yang tak nyaman langsung menyerang dua pelayan tersebut. Salah satu dari pelayan itu menatap Malik, lalu menatap Anna secara bergantian.
Apakah ada masalah yang terjadi? Ah, pasti tidak mungkin, pikir pelayan tersebut.
"Kami sudah menyiapkan pakaian untuk Nona. Apa Nona ingin kami menyiapkan air hangat?"
Anna berdiri, "Aku ingin mandi di kamarku," tandasnya.
"Tidak bisa!" Malik langsung berkomentar. "Mandilah di sini."
Anna menatap suaminya dengan tatapan benci, tatapan yang seakan mengusir Malik.
"A-ku akan keluar," ucap Malik sedikit kaku.
Dua pelayan tersebut seketika tercengang. Tuan Malik mengalah?
Kabar itu merupakan kabar yang sangat bagus. Pasalnya selama mereka bekerja. Tak pernah sekalipun, tuannya menunjukkan sikap yang seperti itu. Pernikahan itu benar-benar mengubah tuannya.
Anna hanya diam, sementar Malik melangkah keluar.
"Apa kepala Nona pening?" Pelayan itu bertanya.
Anna mengangguk sedikit, kepalanya memang pening. Tetapi emosinya menutupi rasa sakit kepala itu.
"Semalam Nona sangat mabuk, sampai Nona muntah-muntah terus. Tuan Malik sangat panik, dan memanggil kami untuk mengurus Nona," cerita pelayan tersebut.
"Dan, selamat Nona, biasanya Tuan Malik tidak suka kalau ada orang asing masuk kamarnya. Bahkan tidur di ranjangnya, sepertinya tuan sudah memiliki rasa pada Nona," sambungnya.
Cerita pelayan itu membuat Anna tertegun. Dia lalu menatap ranjang, tak ada noda merah. Lalu, tak ada rasa sakit.
Apa jangan-jangan ...?