"Untuk saat ini.... Aku masih tidak ada pekerjaan." Erick menundukkan kepalanya saja tidak mampu menatap wajah sahabatnya itu yang sekarang jauh lebih sukses darinya.
Burhan pun mengangkat sebelah alisnya. Heran dengan Erick. "Kenapa kamu tampak begitu lesu? Tidak apa-apa, mungkin sekarang Tuhan masih menguji kamu untuk bisa merasakan jadi di bawah..."
"Tapi kamu harus yakin jika sebentar lagi kamu akan merasakan di atas kembali seperti sedia kala..." Ucapan dari Burhan itu mampu menggugah semangat yang ada di dalam diri Erick.
"Bagaimana bisa? Sepertinya aku tidak memiliki keyakinan tinggi untuk bisa merasakan kehidupan lama ku kembali, Han." Belum apa-apa saja Erick sudah merasa kurang percaya diri.
Hal inilah yang membuat Erick terhalang dari kesuksesan. "Kenapa kamu kurang yakin? Sedangkan saat ini kamu sedang berusaha dan berjuang, bukan?"
Erick mengangguk kecil. "Lalu apa yang membuatmu merasa ragu buat bisa merasakan kehidupan lama mu?"
Erick seketika terbungkam tidak bisa lagi berkata apa-apa. Namun Burhan, ia hanya bisa tersenyum tipis dibibirnya.
"Bukan kah kamu dulu pernah ngomong seperti itu, ke aku? Saat aku benar-benar berada di bawah, kamu mengingatkan aku dengan ucapan itu? Lalu kenapa sekarang kamu malah tidak yakin dengan ucapan yang kamu ucapkan dulu?"
Erick mendongak kepala menatap ke arah Burhan. Otaknya kembali berputar mengingat masa lalu yang dimana dulunya, Erick pernah mengatakan hal itu, persis dengan apa yang barusan dikatakan oleh Burhan barusan.
Dulu Erick pernah memberikan motivasi dan juga nasehat kepada Burhan di saat Burhan sedang di dalam kehancuran merasakan kehidupan yang tidak adil baginya. Namun rupanya Burhan tidak menganggap semua itu sekedar ucapan saja, melainkan menjalankan apa yang dikatakan oleh Erick.
Jika dibalik arahkan. Untuk apa dirinya merasa kurang percaya diri? Ke mana semua ucapan yang dulu sudah dikatakannya? Jika Burhan mendengarkan dan menjadikan motivasi Erick dimasa lalu untuk bisa menjadi seperti sekarang. Lantas kenapa Erick tidak bisa?
Semuanya pasti bisa jika tuhan merestui untuk kita kembali merasakan kehidupan yang mewah seperti dulu, maka terjadilah.
"Benar kata Mas Burhan, Pah, papah itu harus yakin kalo kita bisa seperti dulu lagi, lagian papah tidak sendiri kok, ada Mamah dan Arsen juga di sisi Papah..." Mamah Alisha mengelus pundak suaminya itu dengan tujuan menenangkan hati dan pikiran suaminya agar tidak terhanyut dalam situasi saat ini yang sedang hancur lebur.
"Benar juga apa yang dikatakan oleh istri kamu itu, kamu juga Seharusnya tambah semangat karena kamu adalah kepala keluarga di dalam keluarga kecil yang sudah kamu bangun ini..."
"Jangan mudah menyerah apalagi berpikir bahwa kamu tidak bisa membawa keluarga kamu ke kehidupan yang jauh lebih baik dari ini... Jangan ya!"
Burhan menatap serius mata sahabatnya itu agar kembali yakin dengan itu semua. "Ada jalannya kok, tenang saja.."
Mendengar ada kata jalan untuk keluar dari masalah ini, langsung membuat Erick spontan menaikkan pandangan matanya tertuju kepada Burhan.
"Jalan? Serius?" tanya Erick masih sedikit ragu dengan itu semua.
Burhan menganggukkan kepalanya berusaha meyakinkan. "Iya, tapi aku mau membicarakan masalah ini hanya berdua sama kamu, gimana? Nanti saja deh.."
Dengan rasa kurang sabar, Erick mengerti dengan maksud perkataan Burhan tadi. Erick menatap kearah Alisha.
"Aku minta maaf sama kamu... Boleh kan kalau aku ngobrol berdua saja dengan Burhan Disini? Bisa tidak kamu tunggu di luar sebentar?" Erick menatap ke arah istrinya.
Alisha tidak banyak komentar dengan itu semua maka ia langsung menurut saja dengan apa kata suaminya itu.
"Iya Pah... Aku keluar dulu ya, kalian ngobrol aja," Alisha bangkit dari duduknya lalu keluar dari dalam rumah untuk duduk-duduk di teras rumah sambil menatap Arsen dengan senangnya bermain bersama anak-anak tetangga.
Alisha bahagia sekali karena melihat Arsen begitu bahagia dengan teman barunya. Bermain dengan apa adanya, meskipun mainan yang dimainkan lebih bagus yang dulu, tapi melihat senyuman dari Arsen itu saja sudah membuatnya merasa bahagia.
Sehingga tidak tersadar lengkungan tipis dari bibir Alisha tercetak jelas di sana.
"Jadi apa jalan keluarnya? Kamu yakin bakal ada jalan keluarnya? Soalnya aku sudah berusaha mencari kerja ke sana dan ke sini tidak ada yang mau menerima aku, padahal otak aku juga sudah capek mikirin bagaimana makan dihari esok."
Burhan tersenyum aneh. Ya, benar kali ini senyuman Burhan terlihat aneh, berbeda dari tadi. Kali ini senyuman itu menandakan bahwa akan terjadi apa-apa setelah ini. Namun Erick tidak mempermasalahkan itu hingga akhirnya ia memilih mendengarkan apa yang dikatakan oleh Burhan.
Tanpa pikir panjang, Burhan akhirnya memberitahukan apa jalan keluar dari masalah ini. Dan...
"Apa? Ke luar kota?" Erick sangat terkejut dengan perkataan terakhir Burhan itu.
"Hust! Jangan berisik... Nanti istri kamu dengar malah gak jadi deh..." Burhan meletakan satu hari telunjuk nya di luar bibirnya menandakan bahwa Erick tidak boleh terlalu keras jika berbicara.
"Ta-tqpi kenapa harus ke luar kota sih? Bagaimana nasib Alisha sama Arsen kalo Meraka aku tinggal di sini nantinya?" tanya Erick panik dengan solusi itu.
Ia pikir solusi itu sama sekali tidak membantunya, malah semakin membuatnya berpikir dua kali lipat lagi dari sebelumnya. Sudah dikatakan beberapa kali bahwa Erick dan Alisha tidak akan terpisahkan.
"Iya... Mau bagiamana lagi, itu semua urusan kamu dan hak kamu juga mau menerima tawaran ku ini atau tidak, tapi satu hal yang harus kamu ketahui adalah, bahwa apa pun yang kamu lakukan di luar kota nanti itu demi anak dan istri kamu juga...."
"Jadi apa lagi yang kamu pikirkan? Apakah kamu tidak mau kembali ke kehidupan lama kamu? Menjadi seorang kaya raya dan bos pengusaha?" tanya Burhan.
Erick terdiam sejenak. Jujur saja Erick sangat ingin kembali ke kehidupan masa lalunya, tetapi jika menggunakan saran dari Burhan sahabatnya ini sepertinya ada rasa yang kurang pas dirasakan oleh Erick.
"Jujur saja aku sangat menginginkan kehidupan lama ku, tapi apakah tidak ada jalan keluar lagi selain itu?" tanya Erick menawar.
Burhan menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak ada... Hanya itu saran yang aku punya dan bisa kamu gunakan, tetapi semuanya tergantung sama kamu, Jika kamu tidak berminat, kamu berhak menolak tawaran saya, tetapi jika kamu berminat, maka saya bimbing kamu sampai bisa mendapatkan kehidupan lama kamu itu..."
Erick kembali terdiam sejenak. Bingung dengan apa yang ingin dikatakan sekarang. Erick tidak bisa mengambil keputusan secepat ini, ia harus memikirkannya dengan secara matang.
"Tunggu sebentar, akan aku renungkan bersama Alisha dulu ya?" tanya Erick hendak bangkit dari duduknya namun ditahan oleh Burhan.
"Eh... Jangan ngomong-ngomong sama Alisha, saya tidak mau Alisha tahu pekerjaan ini..." Ujar Burhan.
"Kenapa?"
"Sudahlah... Keputusannya ada di kamu, toh yang ngejalanin kamu, bukan istri kamu, kalo kamu pamit ke dia mau kerja pasti diijinkan sama dia..." Ujar Burhan spontan.
Bersambung....