Setelah ragu-ragu, Mia mengangkat teleponnya.
Wira bersandar pada mobilnya dan menatap bintang-bintang di langit malam. "Besok tender dengan Kaisar. Kau sudah yakin?"
"Kok, kamu tahu?" tanya Mia pelan.
Wira menunduk. "Ya, aku tahu…."
Tahu bahwa kamu menginginkan kesempatan ini, tahu bahwa kamu ingin menang dan mendapatkan proyeknya, dan lebih tahu bahwa… kamu ingin berkuliah di UCL.
"Entahlah…." Mia berkata dengan jujur. "Tapi toh, ini tetap menjadi kesempatanku."
"Mia, kamu pasti bisa…." Suara Wira terdengar dalam dan tidak nyata.
Mia mengernyit samar, tidak paham apakah Wira benar-benar ingin menyemangatinya atau tidak. Dia merasa agak goyah. "Kuharap begitu."
Bibir Wira membentuk senyuman yang menampakkan berbagai perasaan. "Besok…." Wira sejenak berhenti, kemudian berbalik dan berkata, "Semangat."
"Terima kasih, ya!" kata Mia dengan tersenyum.
Wira tersenyum masam. Sejak kapan... keduanya mulai mengobrol dengan begitu kaku, hingga rasanya secanggung ini?