*BAB 8*
Annita terlihat takut serta bingung, ia tidak tahu harus bagaimana menghadapi dua pria ini. Keduanya sama-sama memiliki sifat keras kepala serta tidak ingin mengalah satu sama lain. Annita juga terlalu takut untuk angkat bicara mengenai rencana mereka yang akan menyuruh Xander untuk tinggal bersama mereka. Annita ingin sekali membantu Jimmy membujuk Xander, namun ia tidak memiliki keberanian.
"Daddy tidak pernah mengajari mu seperti itu X." Jimmy berbicara dengan tatapan penuh emosi, Xander sudah melewati batas kesabarannya.
"Apa kau lupa?."
"Kau memang tidak pernah mengajari ku sama sekali bukan?." Ucap Xander dengan penuh rasa percaya diri. Xander tidak melupakan satu kejadian pun di masa lalunya, mungkin Jimmy pernah mengajari hal-hal kecil yang biasa dilakukan seorang orangtua kepada anaknya, namun yang tersisa di ingatan Xander adalah, ketika Jimmy lebih memilih wanita itu di bandingkan dengan keluarganya sendiri. Xander ingat, dimana Jimmy mengajarinya mengayuh sepeda, memanah, hingga mengajak Xander untuk pergi ke kantor. Memperkenalkan kepada Xander, pekerjaan apa yang Jimmy jalani. Memberi pemahaman kepada Xander alasan kenapa Jimmy sering pulang terlambat dan lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor.
Saat itu Xander sangat mempercayai ucapan Jimmy, namun lambat laun ketika usianya semakin matang dan dewasa, ada alasan lain yang membuat Jimmy sering pulang terlambat dan banyak menghabiskan waktu di luar mansion. Dan itu semua karena wanita yang ada di hadapannya saat ini.
"Xander!!!." Meski kata-kata yang di ucapkan Xander memang benar adanya, namun entah kenapa Jimmy sangat benci mendengarnya. Jimmy jauh-jauh datang kesini dengan niat yang baik, ia ingin kembali berdamai dengan Xander, dan memulai kehidupan yang baru. Jimmy ingin Xander perlahan melupakan masa lalu, rasa kebenciannya terhadap dirinya serta Annita. Sudah bertahun-tahun mereka bersi tegang seperti ini. Bukan hanya soal perasaan saja, namun perusahaan yang mereka pimpin pun ikut merasakan ketidak harmonisan hubungan dari keduanya. Perusahaan yang mereka pimpin, berusaha mengejar ketertinggalannya di dalam berbagai aspek. Selalu berlomba untuk menjadi perusahaan maju nomor satu di seluruh dunia.
"Aku tidak akan pernah menginjakkan kakiku di tempat terkutuk itu lagi." Dengan kembali ke mansion utama keluarga Hampton, sama saja mengenang kembali kenangan masa lalu Xander bersama dengan sang Mommy, bukan hanya dengan sang Mommy, namun di tempat itu, banyak kenangan masa lalu dirinya bersama dengan Jimmy. Baik kenangan yang bahagia, ataupun juga kenangan yang mampu membuat Xander membenci Jimmy dan wanita yang berdiri di sampingnya. Namun hanya kenangan pahit saja yang tersisa di memori Xander, selain itu tidak ada. Sejujurnya bukan tidak ada, namun Xander enggan mengenang hal itu lagi.
"Karena aku tidak ingin tinggal satu atap dengan kalian, dan juga anak haram kalian." Sambung Xander dengan tatapan penuh kebencian. Ada sesuatu yang harus Xander selidiki sesegera mungkin, menyelidiki apakah benar jika Valerie adalah anak kandung dari Daddynya bersama wanita itu, ataukah justru Valerie adalah anak dari wanita itu dan pria lain. Xander tidak sepenuhnya yakin jika Valerie merupakan saudara perempuan satu darah dengan dirinya. Karena Xander yakin, jika ada sesuatu yang di sembunyikan oleh Annita, seseorang yang kini menjadi ibu tiri bagi dirinya. Cuih, namun Xander tidak akan pernah menganggap wanita itu sebagai ibu tirinya. Bagi Xander wanita itu hanyalah perusak kebahagiaan serta rumah tangga orang lain. Untuk kepentingannya sendiri.
"Plak. . "
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Xander, hingga membuat tubuh kekar itu sedikit oleng ke samping. Tamparan yang sangat keras, tamparan yang baru rasakan selama hidup 29 tahun dari Daddynya sendiri.
"Aawhh. ."
"Kau sangat kurang ajar Xander." Teriak Jimmy dengan nafas yang naik turun, ia mengepalkan kedua tanganya. Hingga suara gemertak giginya terdengar, karena sudah tidak bisa lagi menahan emosi.
Xander hanya menatap Jimmy dengan tatapan yang semakin di penuhi oleh rasa kebencian, ia menyentuh sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah akibat tamparan dari tangan Jimmy.
"Oh, ternyata wanita ini juga mengajarimu bertindak kasar." Xander tersenyum hambar. Arah tatapannya tertuju pada Annita, yang kembali menenangkan Jimmy.
"Hentikan omong kosong mu Xander."
"Ku mohon jangan bersikap kasar." Annita menahan tangan Jimmy ketika hendak berjalan menuju Xander lagi. Annita memberikan tatapannya yang terlihat sendu di mata Jimmy, tatapan yang selalu bisa membuat Jimmy luluh.
"Omong kosong?."
"Selain bertindak kasar, ternyata kau juga menjadi pria tua yang pelupa." Sindir Xander. Demi dewa Yunani, Xander ingin cepat pergi dari tempat ini. Ia sudah benar benar muak mendengar omong kosong dari Jimmy.
"Xander, hentikan. Kau tidak boleh berkata seperti itu kepada Daddy mu." Kini giliran Annita yang angkat bicara, ia sedari tadi juga merasa geram dengan ucapan kasar Xander yang di layangkan kepada Jimmy.
"Diam." Bentak Xander, ia tidak senang ketika Annita mencoba untuk menceramahi dirinya, dan menyalahkan Xander atas tindakannya.
"Jangan pernah mencoba untuk menceramahi ku, karena kau bukan siapa-siapa bagiku.'' lanjut Xander.
"Dan kalian berhenti membujuk ku untuk tinggal di mansion itu lagi. Karena aku tidak akan pernah kembali ke tempat terkutuk itu." Sambung Xander dengan melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerja ini. Namun baru beberapa langkah ia berjalan, ia menghentikan langkahnya ketika Jimmy kembali angkat bicara.
"Baik. Jika kau tidak ingin kembali ke mansion keluarga Hampton, maka kau juga harus bersiap-siap untuk kehilangan perusahaan ini." Ucap Jimmy dengan lantang. Ucapan yang mampu membuat Xander diam seperti patung.
"Tentu kau sudah tahu bukan, perusahaan ini milik siapa." Xander kalah telak, ia tidak bisa menyangkal ucapan Jimmy. Ucapan Jimmy sukses membuat Xander kembali mengepalkan kedua tangan hingga urat-urat tangannya terlihat dengan jelas.
"Mari kita pergi." Jimmy menarik tangan Annita untuk pergi dari ruang kerja Xander.
"Argh, sialan. Brengsek kau Jimmy." Umpat Xander frustasi melihat kepergian Jimmy.