Dua hari berlalu dari perjanjian mereka di taman kampus. Gabriel Nostra mendatanginya, menemukan gadis itu duduk di sana lagi. Wajah cantik Alexandra Camorra terlihat tetap sama, sayang gadis itu sengaja menyembunyikan dari semua pria, termasuk sang mafia.
"Apa kau kehilangan ini?"
"Oh, ini bukuku! Kenapa ada di tanganmu?"
"Kau meninggalkan di kursi taman. Kupikir ada baiknya bertemu denganmu di sini."
Tapi bukunya ditarik lagi oleh Gabriel, tangan Alexandra tidak bisa meraihnya. Pria itu sengaja menggoda, sengaja mempermainkannya. Tubuh Alexandra terlalu mungil sementara Gabriel Nostra tinggi besar. Tangan kecilnya menyentak dadanya.
"Brengsek kau, kembalikan bukuku!"
"Kembalikan logistik milikku dulu! Jika malam ini tidak kau antarkan, aku bakar bukumu dan seluruh hidupmu!"
"Bedebah kau, Gabriel. Sungguh, aku tak tahu di mana lokasi barang milikmu!"
"Lalu siapa yang menyimpan isi dari kontainerku saat ini?"
"Aku tidak bisa menyebutkan, bagian tugasku hanya menyerang dan merampas barang. Bagian pengiriman di pegang oleh orang lain!"
"Apa aku harus percaya padamu?"
Alexandra membuang muka. Pandangan Gabriel terlalu dekat di wajahnya. Aroma maskulin bercampur parfum mahal, menyeruak tajam di hidungnya. Pria ini terus mengintimidasi dengan pesonanya. Brengsek! Gadis itu harus segera pergi.
Mata kuliah terakhir tidak terlalu penting. Lalu ia bangkit dari kursi taman merampas bukunya dari tangan Gabriel dan berlari secepatnya menghindari wajah sangar, namun begitu tampan di matanya.
Gabriel menertawakannya sambil melangkah menuju ke mobil porsche merah menyala membuat gadis-gadis kampus tergiur menggoda. Sayang sekali! Ia sedang sibuk memburu Alexandra Camorra. Melihat mobil gadis itu beranjak keluar gerbang kampus dan mengikuti dari kejauhan.
Dua puluh menit berlalu, gadis itu sampai di depan istana megah, sekelilingnya banyak penjaga. Melalui teropong canggih Gabriel dapat melihat Alexandra disambut anak kecil di depan teras, berpelukan erat. Gadis itu mencium pipi, lalu menggendong membawa ke dalam istana.
Siapa anak kecil itu, putrinya? Tidak mungkin! Gadis itu masih sangat muda, tubuhnya seperti tak pernah mengalami kehamilan. Gerakannya begitu lincah, Gabriel melihatnya di layar CCTV sedang memimpin perampokan di pelabuhan.
Buru-buru ia kembali ke kantor, meretas semua info tentangnya, dan menugaskan pengawal Romano mencari tahu mengawasi gadis itu. Sekretaris Natasha mengetuk pintu ruangan membawakan undangan pesta kolega mafia.
Bahu dan leher jenjang sengaja merunduk, menunjukkan hasrat ke Gabriel Nostra. Jika nanti malam mereka datang ke pesta, pasti banyak kesenangan yang diperolehnya. Sejenak Gabriel membaca undangan, kemudian mengangguk. "Siapkan dirimu, kita berdua hadir nanti malam!"
Mata Natasha berbinar-binar, "Okay, aku akan tampil cantik untukmu!" Senyum sinis menghias di bibir Gabriel Nostra. Sekretarisnya sama seperti wanita lain, menikmati kesenangan saat bersama dirinya. Sebuah pemujaan bodoh oleh para pendusta, mereka yang sudah menikah pun berani bermain mata dengannya, di saat tak banyak pekerjaan.
Tak ada ikatan cinta di antara mereka. Di mana pun dan kapan pun sang penguasa Gabriel Nostra butuh teman wanita, mereka datang dengan sendirinya. Tapi hatinya kini merasakan, Alexandra Camorra sungguh berbeda!
***
Pukul 8 malam
Di sebuah ballroom hotel mewah, Luigi DiMaggio begitu angkuh dan sombong menggelar pesta bagi undangan khusus pengusaha dan kolega mafia. Gabriel Nostra datang bersama Natasha. Pamannya, Zio Luigi DiMaggio menyambut senang, memeluk keponakannya dan melirik genit ke arah sekretarisnya.
Natasha tampil cantik menawan. Semua pria di ballroom ikut melirik tubuh berbalut gaun seksi, menggiurkan. Hanya Gabriel yang tahu penipuan Natasha. Keduanya berselibat, memperalat diri masing-masing demi kenikmatan semu.
Kemudian wanita itu ditinggalkan dengan Zio Luigi. Sesuai dugaan, mereka berdua berakhir di kamar suite president sebelum pesta ini usai. Bedebah Luigi DiMaggio, si mata keranjang!
Gelas-gelas cantik berisi Champagne dibagikan ke semua koleganya, segala rupa minuman di sediakan. Pertunjukan musik dan pesta dansa segera di mulai. Pidato singkat Luigi DiMaggio disambut tepuk tangan meriah. Bau wangi cerutu dan cigarette berbaur parfum menyeruak di ruangan besar itu.
Gabriel berdiri santai dekat meja bar, menyapa beberapa kolega. Menyesap champagne dan mengambil sebungkus rokok dari saku. Tiba-tiba di sampingnya telah berdiri seorang wanita penggoda, menyalakan pematik api untuknya. "Teman wanitamu sepertinya sedang asyik sendiri. Sayang pria tampan sepertimu, tidak ada yang menemani."
Ia mencibirnya pelan. "Grazie! Sebaiknya kau mencari pria yang lebih baik dariku. Kau tidak ingin suamimu marah dan melemparmu dari ranjangnya, bukan?" Wanita jalang itu pun marah bukan kepalang, "Bajingan kau!" Sang mafia muda tak peduli.
Gabriel datang ke pesta menghormati pamannya, tidak lebih dari itu. Sebelum kembali berbalik menghadap meja bar, matanya sekilas melirik sosok seseorang yang menarik. Gaun merah menyala terang, rambutnya panjang terurai indah. Sepatu berhak tinggi gadis itu cukup membantunya, tidak terlihat sebagai gadis mungil yang dipantaunya dua hari ini.
Alexandra Camorra!
Urusan mereka memang belum selesai. Musik terus diperdengarkan, semua tamu berdansa mengikuti irama. Gabriel melangkah ke arahnya langsung memeluk pinggang gadis itu mengajak melantai bersamanya. "Apa yang kau lakukan? Aku tidak bisa berdansa!" seru Alexandra kesal. Pria ini sungguh kurang ajar, menariknya tiba-tiba ke dalam pelukannya.
"Apa kau lebih pandai menodongkan senjata dari pada menyentuh lenganku! Ikuti saja langkah dan iramanya. Masalah kita berdua belum tuntas!" jawab Gabriel cepat. Lalu ia menarik tubuh Alexandra lebih dekat dengannya. Berdansa di iringi lagu romantis, seharusnya menenangkan jiwa mereka.
Tapi kali ini kemarahan bersembunyi dibalik senyum yang ditebarkan ke seluruh kolega mafia. You fucking shit! Alexandra berusaha menolak. Gabriel begitu kuat mencengkram pinggang dan jari jemarinya. Mereka tidak sepadan,
Gabriel bertubuh tinggi besar. Alexandra hanya sampai pada bahunya. Ia mendongakkan kepala, matanya ikut merah menyala seperti gaunnya. Pria itu seenaknya saja merangkul, menjamah dirinya.
"Sialan kau Gabriel, andai tahu datang malam ini pasti aku urungkan untuk hadir di sini!" Gabriel mencibirnya. "Luigi DiMaggio, adik ayahku. Aku lebih berhak hadir di sini, bukan tamu seperti dirimu!" Alexandra sedikit terkejut, "Aku tidak peduli!" Kemudian menarik dirinya menjauhi Gabriel, tapi tak ada peluang baginya.
Dansanya belum berakhir, sementara ia ingin cepat-cepat pergi darinya. Pria itu membisikkan sesuatu di telinganya. Nafasnya terasa dekat, Alexandra berusaha mengelak. "Aku menagih janji mengenai logistik milikku, kau belum mengirimkan kembali sampai malam ini. Alexandra Camorra, kau gadis kecil bernyali besar rupanya!"
Pelukan Gabriel makin erat. "Damn it, Gabriel! Sudah aku katakan padamu tidak tahu penyimpanan barang-barang itu!" seru gadis itu kesal. Gabriel menghentak tubuhnya menatap matanya. Gadis itu sedikit jujur, tapi tetap tak percaya. Musik telah berhenti dan berganti. Sebagian tamu undangan melanjutkan berdansa, sebagian lainnya pergi bersantai minum lagi.
Takes Two To Tango!
Alexandra terkejut. Gabriel memutar tubuhnya dengan satu genggaman tangan kekarnya. Oh, Tango! Bedebah Gabriel ingin mempermalukan mereka berdua. Bahunya yang terbuka, dielus perlahan olehnya. Tango, tarian tentang luapan hasrat yang dalam, emosi perasaan yang terpendam.
Langkah mereka bersilangan, saling menjauh kemudian mendekat. Berpelukan dan membuat jarak, terus menyentuh dan menepis, bagai dua insan yang terluka tapi saling memiliki. Gabriel, aku mohon hentikan dansa ini! Mata Alexandra melebar, dan mengumpat di dalam hati. Mata tajam lelaki itu terus menghantam tubuhnya seolah gadis itu transparan, tidak nyata.
Ia harus segera menjauh darinya. Dari monster bertopeng mafia. Alexandra bersiap melarikan diri lagi. Tapi pria itu mengejar menarik tangan halus itu, tubuhnya limbung jatuh ke dalam pelukan sang mafia. Dengan seenaknya Gabriel mengayunkan Alexandra ke sana ke mari.
Bagai layang-layang diulur terus dan di tarik lagi. Semua menatap permainan dansa mereka. Hanya Natasha menggigit jarinya ketika mengetahui Tuan Muda Gabriel Nostra memeluk wanita yang pernah dilihat dari berkas kerjanya kemarin.
Kini Alexandra Camorra bersama Gabriel Nostra menguasai lantai ballroom. Kecanggungan gadis itu menambah sensasi tersendiri. Pengetahuan berdansanya autodidact, badannya kini lemah gemulai mengikuti irama, menggoda pasangannya.
Oh, No Way! Alexandra tidak ingin menggoda pria brengsek itu, tapi membunuhnya!
Gabriel mencium bahunya perlahan dan tangannya bermain mengelus di bawah pinggulnya. Benar-benar kurang ajar! PLAKK! Gabriel mengelus pipinya sendiri. Semua tamu terpana, tak kecuali Zio Luigi DiMaggio. Gadis mungil itu sangat berani menampar Tuan Gabriel Nostra yang perkasa, untuk kedua kalinya!
Dansa belum selesai hingga akhirnya mencapai puncaknya. Tubuh pasangannya digoncangkan, terkulai di bawah pelukan lengan kuat. Lekukan kakinya yang indah terangkat, terpampang di sana. Mata Alexandra Camorra membencinya. Dan Gabriel menikmatinya sekali lagi. Menciumnya, sampai kebencian gadis itu mendarah daging padanya.
Musik pun selesai. Hadirin bertepuk tangan. Suguhan tango mendebarkan dari dua orang asing yang sedang berperang dan bertahan di alam pikirannya masing-masing. Gabriel menarik tubuh Alexandra kemudian mengangkatnya, membawa pulang sebagai hadiah kemenangan. Gadis itu berteriak memukul punggungnya berkali-kali. "Gabriel, turunkan aku!"
"Tidak! Kau pulang bersamaku, sampai isi logistik milikku kembali!" ancam Gabriel. Alexandra terus memukulinya. "Bedebah kau, turunkan aku!" teriak Alexandra. Pengawal Romano telah membuka pintu mobil, tuan muda beserta pasangannya malam ini pulang ke puri Milano.
Alexandra Camorra lelah berkeringat, begitupun Gabriel Nostra. Ditarik tangannya dari pria itu, tapi tidak dilepaskan sama sekali. "Kau harus membayar kesalahanmu, Camorra! Selama ini tidak ada yang mampu mempermainkan aku, hanya kau gadis ingusan yang berani!" Gabriel menudingnya begitu keras.
Gadis itu tetap bersikeras. "Aku tidak tahu soal logistikmu ada di mana. Kau tidak bisa terus menyalahkan aku!" Sang mafia menyuruh Romano melajukan kendaraannya. Gadis ini sudah menyerang bisnisnya dan malam ini waktunya pembalasan. Menyerang balik dan menguasai dirinya!
***