Pukul tujuh lima belas menit, Alira baru saja keluar dari kamar mandi yang berada di dalam kamar Gea. Setelah sebelumnya Alira dan Gea berdebat tentang siapa yang akan mandi lebih dulu. Karena hujan masih juga turun membuat tubuh terasa dingin dan malas untuk pergi mandi.
"Ayok makan dulu, Al" Gea sudah membuka dua bungkus mie tek tek yang tadi ia beli di dekat rumah Alira.
"Abang lo belum pulang?" tanya Alira.
"Agak maleman mungkin. Biasalah anak cowok," jawab Gea yang diangguki oleh Alira.
Mereka berdua mulai menyantap makanan masing-masing. Sesekali Alira membuka ponselnya untuk melihat komentar pembaca yang baru saja masuk.
"Btw, gue lihat-lihat lo jadi lebih deket sama Leo," kata Gea membuat Alira menoleh.
"Leo iku lomba juga. Baru sehari gue kelihatan deket sama dia. Itu juga bukan karena disengaja kok," ujar Alira membenarkan.
"Bahagia dunia akhirat si Leo tuh," sahut Gea.
"Maksudnya?" tanya Alira bingung.
"Bisa satu perlombaan sama lo. Tiap hari ketemu kan? Secara nggak langsung, Leo jadi punya banyak kesempatan buat deketin lo," jawab Gea menjelaskan pada Alira.
Benar juga apa kata Gea. Tapi bagi Alira, ia tetap sama seperti dulu. Tidak memiliki perasaan lebih pada Leo.
"Kenapa nggak lo terima aja sih si Leo? Ganteng, pinter, baik, tajir. Kurang apa coba?"
Alira menggeleng pelan. "Hati nggak bisa dipaksa, Ge"
"Iya juga. Gue setuju soal itu," kata Gea. "Tapi gue masih heran, kenapa lo masih nggak mau buka hati lo buat cowok, Al? Kan, lo juga nggak ada trauma soal hubungan percintaan."
"Mager aja. Pacaran juga bukan kewajiban," jawab Alira cepat.
"Paling enggak, lo jangan cuek-cuek banget kalo sama cowok. Ya kali lo mau jomblo seumur hidup. Enggak mungkin, kan?"
"Ya enggak lah," elak Alira.
"Emang susah buat manaklukkan hati seorang penulis cerita romance kayak lo," Gea kembali berucap.
"Apanya yang susah?" tanya Alira.
Gea menelan mie di dalam mulutnya sebelum menjawab pertanyaan Alira.
"Lo sendiri, kan, pinter merangkai kata-kata. Pinter ngebuat banyak orang baper lewat cerita lo. Bakalan susah lah buat lo bisa baper sama perlakuan cowok yang deketin lo. Orang lo sendiri juga pinter ngebaperin kok," tutur Gea.
"Paling nggak ya lo bisa takluk kalo berhadapan sama orang yang lebih jago nulis cerita romance daripada lo."
Kedua alis Alira saling bertautan. "Lebih jago dari gue?"
"Iya," jawab Gea. "Alingga mungkin."
Ekspresi Alira segera berubah. "Lo mau bilang kalo gue bisa takluk sama Alingga?"
"Emang lo nggak baper kalo Alingga sering godain lo?"
Mulut Alira sudah terbuka dan siap untuk menjawab pertanyaan Gea. Tapi tidak tau kenapa, Alira tidak bisa melanjutkan ucapannya. Alira tidak bisa bohong kalau sikap Alingga kerap membuat dirinya salah tingkah.
"Dah baper nih. Iya, kan?" tebak Gea.
"Ck. Elo sih pake ngomongin Alingga segala," kesal Alira sambil memasukkan mie ke dalam mulutnya.
"Ternyata bener apa yang dibilang sama Oscar," kata Gea mengingat percakapannya dengan Oscar beberapa waktu lalu.
"Cowok lo bilang apa?"
"Lo sama Alingga bakal pacaran."
Kedua mata Alira mendelik sempurna. "Gilak! Ngaco banget kalo ngomong."
"Mana mungkin gue pacaran sama musuh sendiri, Ge. Udah gila apa?"
"Nggak ada yang nggak mungkin, Al. Nyatanya? Lo udah mulai baper sama Alingga, kan?"
"Baper itu nggak berarti kalo gue suka sama dia," imbuh Alira.
Gea menghela napas kasar. "Iya nggak suka. Tapi lo lebih terbuka nerima bantuan dari Alingga ketimbang dari Leo."
"Sikap lo sama dua cowok tadi, memperlihatkan banget kalo lo lebih nyaman sama Alingga. Bukan sama Leo."
"Alingga sama Leo itu beda, Gea."
"Bedanya apa?" tanya Gea lagi.
"Ya pokoknya beda," jawab Alira sebisa mungkin menutupi kegugupannya.
Gea terlihat menyunggingkan senyum. Paham jika temannya saat ini sedang kebingungan.
"Kalo udah Alingga, Leo-nya jangan dikasih banyak harapan. Kasihan dong kalo dia sakit hati pas tau kalo hati lo milih cowok lain," ujar Gea menasihati Alira.
"Gue nggak pernah ngasih harapan lebih ke Leo," kata Alira.
"Emang nggak diniati dan lo nggak bakal sadar kalo sikap lo yang mulai care sama Leo, ngebuat Leo jadi tambah berharap sama lo."
Alira terdiam. Mencoba mencerna kalimat yang diucapkan oleh Gea.
"Selagi salah satu diantara mereka berdua nggak ada perasaan sama gue, sikap gue masih aman, kan?"
"Mau bilang kalo Alingga nggak suka sama lo?"
Alira mengangguk ragu. "Bener, kan? Alingga emang nggak suka sama gue."
Leo memang pernah mengungkapkan perasaannya pada Alira. Tapi saat itu juga Alira mengatakan jika pertemanannya dengan Leo itu sudah cukup baik. Alira tidak mau membuka status baru yang Alira takutkan justru akan membuat hubungannya dengan Leo memburuk.
Intinya, Alira tidak memiliki perasaan lebih pada Leo. Dan Alira juga belum siap untuk memiliki kekasih.
"Alingga pernah bilang kalo dia nggak suka sama lo?" tanya Gea seketika membuyarkan lamunan Alira.
"Ya … enggak sih. Tapi udah jelas kalo Alingga hobinya gangguin gue, bukan karena dia suka sama gue," jawab Alira penuh keyakinan.
Beberapa saat Gea terdiam sebelum akhirnya ia mengangguk. Kalaupun Gea menyangkal pedapat Alira, dirinya akan tetap kalah. Alira hanya akan percaya jika sudah melihat sendiri bukti yang nyata.
"Yahh! Kesel gue seharian nggak ngelihat Oscar," ujar Gea membuka topik pembicaraan baru.
"Baru juga sehari," heran Alira.
"Kalo Oscar ketemu cecan di sekolah tetangga gimana, Al? Entar dia udah nggak suka sama gue lagi terus minta putus. Ih! Gue gamauuu," rengek Gea tampak heboh.
"Otak lo suka mengada-ada yang enggak ada kok. Kebanyakan nonton film sih," ujar Alira berkomentar.
"Kan, bisa aja kayak gitu, Alira. Kalo Oscar tiba-tiba ngajak gue putus gimana coba?"
"Yaudah."
"Yaudah apanya?"
"Yaudah cari cogan baru lah. Gampang, kan?"
Gea terlihat menimpuk Alira menggunakan bantal. Membuat Alira memberenggut kesal karena ulah Gea.
"Cogan emang banyak. Tapi nyari yang kayak Oscar itu susah, Al" ujar Gea.
"Harusnya lo cari yang beda dari Oscar. Biar lo nggak lagi dibuat sakit hati. Kalo nyarinya yang kayak Oscar, otomatis lo berharap buat diputusin lagi dong," cecar Alira.
"Ih. Ya enggak gitu juga kali. Kan yang tadi gue bilang cuma perumpamaan aja. Lo mah sukanya anggap serius gitu," ujar Gea tampak menyenderkan tubuhnya ke belakang.
"Sebenarnya cerita lo sama Oscar itu bagus kalo dibuat cerita. Tapi masalahnya ….,"
"Masalahnya apa, Al?" tanya Gea penasaran.
Alira meatap wajah Gea sekilas. Kemudian Alira menggelengkan kepalanya dan membuat Gea merasa kebingungan.
"Gue anti buat cerita yang tokoh ceweknya itu centil," kata Alira terlampau santai. Ia kemudian memakan kembali mie yang kini tinggal separuh porsi.
"Dasar temen laknat!" seru Gea dengan wajah kesal namun tidak lagi digubris oleh Alira.
Keduanya pun kembali menyelesaikan makan malamnya diselingi dengan banyak canda tawa.
***
01112021 (09.07 WIB)