"Rasanya jadi orang kaya itu … kayak gimana, Ge?"
Gea menoleh ke arah Alira yang kini sedang menguyah cimol sambil duduk di depan kelas. Kedua mata Alira fokus melihat beberapa siswa yang sedang berlalu lalang sambil sesekali bercengkerama dengan siswa lain.
"Biasa aja," jawab Gea terkesan santai.
"Yang bener Ge jawabanya."
"Lah. Gue juga jawabnya bener kali. Emang biasa-biasa aja kok."
"Bohong banget," ujar Alira tak percaya dengan jawaban Gea.
Mendengar respon Alira membuat Gea menghela napas panjang. Setelah itu Gea beralih memberikan satu pertanyaan pada Alira.
"Rasanya jadi orang pintar itu kayak gimana, Al?"
"Biasa aja," jawab Alira tanpa perlu pikir panjang.
"Gue nanya serius kali."
"Gue juga jawabnya serius. Emang biasa-biasa aja."
"Nah. Udah tau kan rasanya kayak gimana?" pertanyaan yang keluar dari mulut Gea membuat Alira menoleh.
"Kita nggak akan puas dengan jawaban orang lain, sebelum kita ngerasain sendiri," ucap Gea.
"Lo nggak ada di posisi gue, begitu juga gue yang nggak ada di posisi lo. Yang gue anggap biasa belum tentu terasa biasa di mata lo. Begitu juga sebaliknya."
Alira mulai mengangguk paham. Membenarkan kata-kata yang diucapkan oleh temannya.
"Bagus juga," kata Alira.
"Apanya yang bagus?"
"Kata-kata lo barusan. Bisa gue masukin di novel," jawab Alira membuat Gea berdecak kesal.
"Emang bener-bener ya. Gue ngomong serius juga, malah lo anggap mainan," kesal Gea.
"Gue anggap serius kok. Makanya sampai mau gue tarus di novel gue. Berarti, kan, kata-kata lo bagus dan bermutu," Alira memperjelas perkataannya tadi.
"Serah lo aja deh. Lo bahagia, gue juga bahagia. Kan, gue temen yang baik gitu," sahut Gea membuat Alira tertawa pelan.
Mereka berdua kembali bercengkerama menghabiskan waktu istirahat sambil menikmati jajan yang mereka beli di kantin. Beberapa menit setelah itu, hujan mulai turun membasahi area sekolah dan sekitarnya.
"Seriusan hujan?" Gea berdiri dan memastikan jika air yang turun di hadapannya adalah air hujan.
"Kalo bukan hujan terus apaan? Ya kali Pak Mamat sengaja nyiram air dari lantai dua. Enggak banget," sahut Alira masih bertahan duduk di tempat.
"Cocok banget buat nonton film sambil rebahan di kamar," kata Alira menatap rintik hujan yang semakin deras.
"Betul! Ditambah nyemil pasti makin manteb," Gea ikut menanggapi.
"Sayangnya sekarang lagi di sekolah. Nggak bisa rebahan apalagi nonton film," ucap Alira tampak diangguki Gea.
"Lah. Kalo hujan terus gue balik naik apa dong?" Alira mulai gelisah mengingat jika motornya belum selesai diperbaiki.
Pagi tadi Alira berangkat naik angkot. Sedangkan untuk pulang ke rumah di sore hari, sudah tidak ada angkot yang beroperasi sampai di daerah kontrakan Alira.
"Bareng gue aja. Sekalian gue mau beli mie tek tek yang ada di deket rumah lo. Embak di rumah gue demen banget sama mie tek tek itu," ujar Gea menawarkan tebengan.
Tidak ada pilihan lain bagi Alira selain menerima tawaran dari Gea. Hari ini Alira lupa membawa uang lebih jadi tidak akan cukup untuk membayar ojek. Dan lagi, Alira harus menghemat uangnya untuk mengembalikan uang filed study yang sudah dibayarkan oleh Gea.
"Yuk masuk kelas. Udah bel," ajak Gea yang sudah lebih dulu berdiri, kemudian disusul oleh Alira dan keduanya masuk ke kelas secara bersamaan.
***
Kringggg!
Pelajaran hari ini telah usia. Di luar, hujan masih terus turun dengan intensitas yang cukup besar. Sesekali petir terdengar menggelegar dan membuat beberapa siswa terlihat ketakutan.
"Kita tunggu di lobi aja, Al" kata Gea sambil membereskan buku-bukunya.
"Lo kenapa nggak bareng Oscar?" tanya Alira.
"Oscar lagi bolos. Ngintilin Alingga ke sekolah tetangga,"jawab Gea.
"Mereka bolosnya ke sekolah tetangga?"
Gea menggeleng setelah mengalungkan tas ke belakang punggungnya. "Alingga diundang buat jadi pembicara di acara bulan bahasa di sekolah itu. Oscar sama Denis ikutan kesana supaya enggak ketemu sama matematika."
Kedua mulut Alira membulat sempurna. Sudah tidak heran jika Alingga sering mendapat undangan untuk menjadi narasumber di berbagai acara. Nama Alingga termasuk ke dalam salah satu penulis novel teefiction terbaik di masa sekarang.
"Kalo malam ini lo nginep di rumah gue gimana, Al?"
"Eh, gue belum beres-beres rumah. Pintu belakang juga belum gue kunci," jawab Alira.
"Habis ini gue mampir di rumah lo dulu. Entar kalo lo udah beres-beres rumah, baru berangkat ke rumah gue. Sekalian ngerjain PR seni budaya, kan kita berdua ngerjainnya. Orangtua gue lagi di luar kota, adanya Abang gue," tutur Gea mencoba merayu Alira untuk menginap di rumahnya.
Mumpung besok hari libur, jadi Gea pikir Alira tidak akan keberatan untuk menginap di rumahnya. Toh juga Gea sering menginap di rumah Alira. Kadang Alira menginap di rumah Gea saat ada tugas kelompok.
"Boleh deh. Siapa tau gue bisa dapat ide pas nginep di rumah lo," mendengar jawaban dari Alira membuat Gea tersenyum lebar.
"Ayok pulang!" ajak Gea lalu berjalan keluar kelas bersama Alira.
"Eh, gue ke toilet bentar ya? Lo duluan aja ke lobi."
Alira mengangguk. Setelah Gea berlari menuju toilet, Alira berjalan pelan ke arah lobi. Karena cipratan air yang mengani lantai membuat Alira takut akan terpeleset dan jatuh ke lantai.
"Loh! Loh! Loh!"
Hampir saja Alira terpeleset karena tubuhnya ditabrak oleh seorang siswa. Namun satu tangan Alira tiba-tiba digenggam oleh seseorang dan membuat tubuh Alira kembali tegap dan tidak jadi terjatuh.
"Leo?"
Leo terlihat berdiri di belakang Alira dengan kedua tangan yang kini menahan lengan Alira supaya tidak terjatuh.
"Lo nggak papa, kan?" tanya Leo memastikan kondisi Alira.
"I-iya. Gue nggak papa," jawab Alira sambil melepaskan tangannya dari Leo.
"Padahal udah pelan-pelan, tapi masih juga kepleset," gumam Alira.
"Lain kali lebih hati-hati lagi. Lantainya emang licin banget kalo habis kena hujan kayak gini," ujar Leo yang diangguki Alira.
Mereka berdua lalu berjalan berdampingan melewati koridor sekolah. Beberapa kali Alira hampir terpeleset namun segera ditahan oleh Leo. Aksi yang dilakukan Leo pada Alira mengundang perhatian beberapa siswa yang juga sedang berlalu lalang di sekolah.
Tidak heran jika Leo diperhatikan banyak orang. Ia termasuk siswa paling tampan di sekolah yang dianugerahi otak cemerlang. Sikap Leo ketika bersama dengan Alira, memang jauh berbeda dengan sikap Leo saat sedang berhadapan dengan siswa lain.
"Masih mau di sekolah?" tanya Leo saat menyadari Alira tidak berjalan ke arah parkiran.
"Mau nunggu Gea bentar," jawab Alira.
"Pulang bareng gue aja gimana? Hujan gini, kalo pake motor pasti bakalan basah kuyup sampai rumah," ujar Leo menawarkan tebengan.
Alira menggeleng. "Udah ditawarin sama Gea. Ini lagi nunggu sopirnya Gea datang ke sini."
Leo mengangguk paham. Ada perasaan kecewa karena tawarannya kembali ditolak oleh Alira.
"Alira!" panggil Gea sambil berlari kecil mendekati Alira.
"Eh, ada Leo," sapa Gea namun tidak mendapat respon apa-apa dari Leo.
"Al, gue ke parkiran dulu. Hati-hati di jalan," ujar Leo berpamitan dengan Alira.
Setelah Alira mengangguk, Leo beranjak pergi menuju ke parkiran. Menyisakan Alira, Gea dan beberapa siswa lain yang sedang menunggu jemputan dari rumah.
***
30102021 (20.11 WIB)