Ada jeda keheningan yang meraja di ruangan itu. Hanya ada suara detik jarum jam yang terdengar di kesenyapan ruangan ini menggantikan keributan yang sebelumnya terjadi.
Dada Calum naik turun tak beraturan di saat tangannya kini diselimuti oleh lelehan darah.
Darah itu bukan darahnya, melainkan darah Kevin.
Pistol yang Calum pegang sedari tadi telah jatuh ke lantai, begitu pula dengan darah Kevin yang mulai membanjiri kasur lalu mendarat di atas lantai, mengepung pistol itu.
Emosi Calum agaknya belum reda kendati dia sudah melepaskan satu tembakan kepada sosok yang kini ia anggap dan rival itu.
Hati Calum menggelora panas. Dalam setiap hembusan napasnya tersirat rasa ingin membunuh yang begitu nyata.
Saat ini Calum sudah gelap mata. Kewarasannya telah dikuasai oleh amarah di dalam diri.
Bahkan, sampai keheningan itu berlangsung selama dua menit, Calum tetap diam tak bereaksi.