"Gila! Ke mana anak, sudah malam begini masih belum datang," gerutu Nyonya Merry kesal. Wanita itu sudah beberapa kali melihat ponselnya, tapi masih belum ada kabar dari Eljovan, bahkan membalas pesannya pun tidak.
"Kenapa, Mams?" tanya Chiraaz saat melihat sang mertua yang tengah uring-uringan.
"Suami kamu itu, ngapain sih belum datang juga. Mama bosan di sini!" seru Nyonya Merry.
"Sudahlah Mams, sekarang waktunya istirahat. Mams tidur saja ya," bujuk Chiraaz, ia merasa tidak enak hati menatap wajah Nyonya Merry yang merengut kesal.
"Astaga, stupid EL!" Nyonya Merry sangat marah, wanita itu membantingkan tubuhnya ke sofa dan berbalik membelakangi Chiraaz.
Melihat sikap mertuanya, hati Chiraaz terasa sakit. Jika saat seperti ini, ia hanya ingat pada ibunya, akan tetapi untuk sekadar menelpon saja, ia merasa takut, Sebab, Nyonya Merry sangat mudah tersinggung. Lagi-lagi hatinya harus menangis pilu.
Hanya rintihan suara hati yang jadi panggilan bisu, di dalam luka yang tengah ia rasakan. Chiraaz berusaha mengontrol diri, teringat pada malam laknat digerayangi empat pria secara bergilir.
***
Di sebuah bar, Eljovan duduk di meja depan kasir. Entah sudah berapa banyak minuman yang ia tenggak. Mata Eljovan sudah merah, waiters memperingatkannya untuk berhenti minum, tapi pria itu tidak mengindahkannya.
"Tambah lagi lima sloki! Malam ini saya harus tidur nyenyak!" pinta Eljovan, ia menyodorkan gelas ke arah seorang waiters.
"Tuan, anda sudah banyak minum. Apa anda pulang membawa seorang teman?" Waiters itu bertanya.
"Ah, banyak omong! Tugas kamu di sini cuma melayani saya! Jangan bawel! Saya tidak suka!" tukas Eljovan kesal.
"Tapi, Tuan." Waiters nampak ragu saat akan menuangkan minuman ke gelas sloki. Di depannya, Eljovan mulai terlihat goyah.
"Cepat!" bentak Eljovan. Baru saja berbicara, ia langsung ambruk ke lantai.
Waiters itu kaget, lalu memanggil rekannya untuk membantu dirinya mengurus Eljovan. Suasana di dalam bar sangat berisik, semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang duduk santai di kursi vvip ditemani wanita cantik. Sebagian lagi berjoget di dance floor.
Musik berdentam keras di seluruh ruangan, sehingga apapun yang terjadi. Orang tidak akan peduli satu sama lain. Namun, faktanya realita lkehidupan begini adanya.
"Gila, bagaimana kita mengurus orang ini?" tanya Waiters pada rekannya.
"Sepertinya dia mabuk berat, kita juga tidak melihat ada teman yang menemaninya."
"Benar, dia sejak tadi memang sendiri saja."
"Periksa identitasnya, di mana dia tinggal."
"Baiklah, kita bawa dulu dia ke belakang."
Keduanya membopong tubuh Eljovan yang sudah lemas. Meski kesadarannya sudah hilang, tapi mulut Eljovan terus bergumam memanggil nama Chiraaz. Terkadang juga keluar makian kasar, sebagai pelampiasan emosi yang terpendam.
Karena situasi sangat ramai, mereka berdua harus berjuang menerobos kerumunan orang. Tubuh Eljovan yang terlihat kecil, nyatanya cukup berat meski hanya dibopong. Setelah susah payah, akhirnya mereka bisa membawa Eljovan ke area belakang yang lebih aman.
"Cepat, periksa dompetnya!" desak teman waiters.
"Ekhem, kalian mau apakan pria itu?" Tiba-tiba seorang wanita cantik masuk ke area belakang. Keduanya terkejut dan serempak menoleh pada si wanita.
"Kalian mau mencuri? Itu sangat tidak beradab sekalli," cecar si wanita langsung melontarkan tuduhan. Di tangannya ia membawa cangkir berisi minuman.
"Bukan, tidak Nyonya," sanggah waiters ketakutan.
"Lantas, kenapa merogoh saku pria itu. Kurang ajar namanya!"
"Kami hanya membantunya saja. Dia mabuk berat dan kami lihat, dia tidak membawa teman. Jadi, kami bingung harus berbuat apa," jawab si waiters yang semakin ketakutan.
"Benarkah?" Wanita itu menelengkan kepalanya.
"Benar, Nyonya," sahut keduanya serempak seraya menganggukkan kepala.
"Baiklah, kalau kalian mau tambahan uang. Bantu saya," kata si wanita, wajahnya tersenyum penuh arti.
Keduanya saling memandang kebingungan satu sama lain. Wanita itu memberikan uang banyak pada mereka. Meski masih bingung, keduanya tetap menerima.
"Sekarang, kalian bawa pria ini ke kamar saya. Bawakan juga air putih, karena di kamar saya sudah habis," perintahnya.
"Baik, Nyonya."
Mereka berdua pun langsung membawa Eljovan mengikuti langkah wanita yang memberikan perintah. Bar di tempat ini, bukanlah sebuah bar yang hanya ada untuk minum saja. Di belakang gedung utama, ada kamar-kamar rahasia yang menyimpan sejuta cerita.
Banyak para pejabat datang hanya untuk memuaskan hasratnya pada perempuan yang dianggap bisa menuntaskan fantasi seks nya. Bukan hanya terjadi transaksi untuk membeli kelamin kenikmatan saja. Jauh lebih dalam memasuki bagian gedung, sering terjadi transaksi besar kartel obat terlarang.
Sesampainya di kamar, wanita itu menatap lekat Eljovan. Tanpa canggung tangan lentiknya tiba-tiba membuka kancing kemeja Eljovan sehingga nampak sebagian dada bidang pria itu. Wajahnya merah merona, seakan berhadapan dengan sang kekasih yang lama dirindukan.
"Nyonya, ini pesanan anda."
"Terima kasih, ucapnya.
Setelah kepergian petugas service kamar, wanita itu mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Dengan cepat ia mengangkat kepala Eljovan, lalu memasukkan obat ke dalam mulut pria itu. Tidak lamaa kemudian, Eljovan mulai tersadar dan menggelengkan kepala.
"Di-- mana saya?" tanya Eljovan.
"Anda ada di tempat aman, Tuan," jawab si wanita.
"Siapa, kamu!" Eljovan beringsut dari posisinya.
"Tenanglah, tidak apa-apa Tuan. Saya tidak akan jahat pada anda," jawab si wanita dengan tenang.
Eljovan berusaha mengumpulkan kesadarannya, sementara wanita di depannya sibuk melucuti pakaian sendiri. Sampai tidak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh sexynya. Meski pandangannya masih samar, Eljovan tahu wanita itu sudah telanjang bulat.
"Anda gila! Pakai bajunya!" gerutu Eljovan.
"Apa? Saya sudah sukarela begini, kamu malah suruh saya pakai baju?"
"Saya tidak ada uang untuk bayar anda!" tukas Eljovan kasar, ia takut dijebak wanita jalang.
"Maaf, Tuan, saya bukan pelacur!" sangah wanita itu, wajahnya menampakkan kekesalan.
"Cih, kalian para wanita memang munafik!"
"Sepertinya anda sedang ada masalah berat," terka si wanita.
"Bukan urusan anda!" Eljovan bangkit dari duduknya, tapi baru satu langkah, ia sudah kembali limbung. Tidak sengaja dompetnya terjatuh, wanita itu segera memungutnya.
Di dalam dompet ada foto Eljovan dan Chiraaz yang nampak sangat bahagia. Di sisi lain dompet, kartu nama Eljovan juga tertera jelas apa pekerjaannya. Wanita itu tersenyum lebar dan menatap Eljovan lekat.
"Psikolog juga manusia, mereka punya masalah dan ada waktunya ingin sendiri. Psikolog bukan robot, kenapa harus malu berbagi cerita," ujar wanita.
Eljovan terkesiap mendengarnya, kesadaran yang sempat hilang, langsung bereaksi seperti setrum listrik tegangan tinggi yang menyadarkannya. Eljovan melirik wanita yang telanjang di depannya , sambil mengeluarkan isi dompetnya.
"Mau menghabiskan malam denganku?" tanya si wanita.
"Kamu, siapa? Apa ini jebakan istriku? Supaya aku mau bermalam denganmu?" Eljovan balik bertanya.
"Ayolah Tuan, dunia tidak sesempit itu." Wanita terkekeh pelan mendengar pernyataan Eljovan.
"Lantas, kenapa kamu ada di sini?"
Wanita itu menyunggingkan senyum lebar dan berkata, "Sama seperti kamu, hanya ingin menyelesaikan masalah," jawabnya.