Setelah seharian May dan Galaksi berkeliling di pusat perbelanjaan. May memilih untuk membeli, ralat, minta ditraktir es krim oleh Galaksi.
Mereka berdua memakan es krim di taman dekat mal tersebut, sekalian menikmati angin semilir yang sedang berhembus. Cuacanya memang panas, tapi dibawah rindangnya pohon beringin, pasti lebih greget.
"May, lo seriusan milih ni pohon buat kita makan es krimnya?"
"Lah kenapa?"
"Ini kan pohon beringin," ucap Galaksi denga mata yang terus bergerilya ke arah atas pohon, dimana banyak sekali akar yang menggantung kebawah. Rasanya angin yang menerpa tubuhnya bukan membawa kesejukan, justru malah membawa hawa-hawa mistis yang membuat bulu kuduknya berdiri.
"Heh, kamu nggak menghargai para pemimpin bangsa yang udah nggak ada, ya? Ini kan dijadikan, dan mereka juga yang menentukan," tukas May lalu duduk di kursi dari semen yang ada di sana.
"Nggak tahu deh siapa yang tega mendoktrin pohon beringin sebagai sarang setan. Padahal dari artikel yang pernah aku baca, pohon beringin dengan daun yang lebat itu diartikan sebagai tempat berteduh. Jadi, Pancasila sebagai dasar negara diibaratkan sebagai peneduh bangsa Indonesia untuk berlindung dan merasa aman. Terus akar yang menjulur ke bawah diartikan sebagai berbagai latar bangsa indonesia yang beraneka ragam budayanya. Terakhir, pohon beringin juga memiliki akar tunggang yang kuat, menggambarkan persatuan bangsa Indonesia," tandas May mengakhiri sesi pidato singkatnya.
Galaksi yang mendengar hanya bisa melongo. Jujur saja, ia seperti baru saja mendengarkan pidato dari guru PKn waktu ia SD.
"Keren juga pidato lo, anak kesayangan guru PKn, ya?"
"Ya jelas dong! Bangsa yang besar adalah bagsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Dan aku sebagai warga negara ingin menghargai para pahlawan. Bukannya malah menistakan lambang dari pancasila sebagai tempat tinggalnya para makhluk halus!" ucap May dengan senyum jemawa.
"Iya, Buk, iya. Janji nggak bakal ngulangi lagi, kok!" ucap Galaksi seraya mengangkat jari telunjuk dan tengahnya secara bersamaan, sementara sisa jarinya ia tekuk. Persis anak kecil yang takut mendapat omelan dari sang guru.
May yang tengah membuka kotak es krim langsung memukul kesal lelaki yang ada di depannya dengan tutupnya. Cukup keras.
"Aduh! Ganas bener deh, Buk!"
"Nggak usah manggil Ibuk-Ibuk lagi kalau nggak mau aku jadiin tutup kuali!" ancam May lalu mulai menyendok es krim miliknya.
Tak lagi berani protes, lelaki berkulit sawo matang itu memilih diam lalu menyendok es krim miliknya. Tapi diam juga tak seru, sampai ide usil terbit di otaknya. Tangan Galaksi bergerak untuk mencuri es krim di kotak milik May.
Tak terima es krimnya dimaling, May ganti mengambil es krim milik Galaksi. Kejadiam itu terus terulang karena setiap May mengambil jatahnya, maka Galaksi akan menyendok kembali es krimnya. Hingga akhirnya es krim keduanya tandas.
"Yank, aku juga mau dong kaya pasangan itu. Gayanya marahan, tapi romantis. Aku mau dibeliin juga!" rengek seseorang yang tengah menggandeng lengan pasangannya seraya menujuk-nunjuk ke arah May dan Galaksi.
Sepsang insan yang merasa dijadikan topik pembicaraan itu lantas bersama-sama menoleh ke arah perempuan yang tengah menarik-narik lengan pasangannya agar segera menuruti permintaannya.
"Kita dibilang romantis?" tanya May setengah tak percaya.
"Iya, katanya."
"Dih!" May langsung berdiri. "Amit-amit banget kalau mau romantis-romantisan sama lelaki yang galak kaya kamu!" ucap May seraya menggerak-gerakkan bahunya, ngeri.
"Lo pikir gue juga mau? O to the Gah, O-Gah!" Galaksi membuang mukanya ke arah lain.
"Aku mau pulang," May melirik ke arah jam warna pink yang melingkar di pergelangan tangannya. "Ini sudah waktunya Kimnar makan siang."
"Lo pulang sendiri, gue mau nongkrong bentar sama temen-temen gue." Galaksi menyodorkan 2 lembar uang seratus ribuan.
"Oke, dengan senang hati Mister Galak!" May mengambil uang itu lalu berlalu pergi.
***
Sebelum ke rumah, May sempat membeli camilan tambahan untuk Kimnar. Entah kenapa akhir-akhir ini Kimnar jadi makan lebih banyak, tapi kucung itu sukanya bermalas-malasan dirumah.
Saat May memasuki rumah, Kimnar sudah mengeong-ngeong minta dikasih makan. Kucing oranye bercampur putih itu langsung mengusap-usap kaki May sembari terus mengelilinginya.
Perempuan bertubuh kurus itu lalu berjongkok. "Aku ganti baju bentar, ya!" Ia mengusap pelan kepala Kimnar lalu beranjak dari sana.
Bak kucing kelaparan, Kimnar mencakar-cakar kotak sereal yang baru saja dibeli oleh sang majikan. Walau sulit, tapi ia terus berusaha hingga kotaknya rusak. Tangannya ia masukkan ke dalam kardus yang sudah robek lalu berusaha menarik plastik yang membungkus serealnya.
Saat May sudah berganti baju menjadi baju rumahan, Kimnar sudah berhasil membobol sereal dan menyeraknya sedikit di lantai.
"Ya Allah, Kimnar! Dasar kucing rakus." Perempuan pemilik buntelan bulu itu langsung mengambil kotak serealnya dan menuangkannya sedikit di lantai.
Tok! Tok! Tok!
May langsung menarik Kimnar dan serealnya yang sempat tercecer dilantai ke sebuah ruangan kosong. Jika Galaksi tahu ia menyerak makanan kucinga, bisa habis ia diomeli.
Setekah membereskan urusan perkucingan, May berjalan menghampiri pintu yang berada paling depan. Mencolokkan kunci yang tergantung di belakang pintu lalu memutarnya 2 kali.
***
Sementara di tempat lain, ada Galaksi dan teman-temannya yang tengah asyik menikmati makan siangnya. Galaksi malas pulang karena enggan melihat Kimnar yang suka tiba-tiba mendekat ke arahnya. Mengerikan.
"Gal, lo tadi dari mal, kan?" tanya Waslam menginterupsi makanan yang hendak dimakan oleh Galaksi.
Galaksi meletakkan kembali sendoknya. Ada sedikit kecemasana yang ia rasakan. "Lo lihat gue di mana, Lam?"
"Di deket toko aksesoris, terus kalau nggak salah inget lo ada ngobrol sama mbak-mbak yang jadi tukang pijit waktu itu.
"Seriusan? Jadi selera Galaksi kini tukang pijat?" celetuk Azwan.
"Sembarangan!" Galaksi langsung memekul kepala Azwan dengan sendoknya. "Kalau ngomong yang bener dong!" dengkusnya.
"Terus lo kenapa ketemu sama si tukang pijit itu? Apa lo pijit sama dia?" tanya Waslam.
"Iya, pijit plus-plus!" imbuh Azwan.
"Heh! Mulut lo pernah disekolahin nggak sih!" Nyaris saja sendok yang Galaksi pegang melayang ke bibir Azwan.
"Kan gue cuma nebak," kilah Azwan.
"Gue tadi cuma nggak sengaja ketemu sama orangnya. Toh, siapapun bisa pergi ke mal sesuka hatinya, kan?" sanggah Galaksi.
Dering ponsel milik Galaksi menginterupsi obrolan mereka. Nama May terpampang jelas di layar ponselnya.
"Gue tinggal bentar," ucap Galaksi lalu berjalan meenjauh dari kedua sahabatnya.
"Halo, kenapa May?"
"Galak ...," seru May dengan isak tangis. "Diperkosa ...." kembali terdengar suara isak tangis dari istrinya.
"Lo di mana?" tanya Galaksi panik.
"Di rumah ..."
Tut!
Galaksi langsung mematikan panggilannya secara sepihak. Ia buru-buru menemui kedua sahabatnya lalu meminta izin untuk pulang duluan karena ada hal mendesak yang harus ia selesaikan.