Selesai menaruh barang - barang di kamar tempat mereka akan menginap, Davina berencana untuk mandi. Karena kamar mandi di tempat mereka menginap sedang mengantre. Davina pun pergi ke sisi lain tempat itu.
"Kamu mau ke mana, Vin?" tanya Erni tempat seangkatan dari jurusan multimedia yang sedang mengantre juga di depan kamar mandi.
"Mau ke belakang sana. Aku kayaknya lihat ada kamar mandi juga tadi di sana," ucap Davina.
"Ih, itu jarang dipakai, kan katanya. Kamu engga takut?" tanya Erni.
"Takut apa? Engga ada apa - apa," ucap Davina seraya melangkah pergi.
Erni hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat betapa cueknya Davina.
"Mau ke mana, tuh, Davina?" tanya Ratna yang baru keluar dari kamar mandi.
"Mau ke kamar mandi belakang," ucap Erni.
"Eh, katanya angker, kan?" ucap Ratna.
"Engga tahun tuh. Kan, dia temenmu. Kamu lebih ngerti dia, kan?" ujar Erni.
"Ah, apaan. Kalau urusan horor gitu aku engga ngerti, ah," ucap Ratna.
"Temen sekelasmu itu emang aneh, sih, Na," ucap Erni.
Tiba-tiba beberapa wanita yang sedang mengantre di kamar mandi tampak bersemangat akan sesuatu. Ratna dan Erni yang juga berada di depan kamar mandi yang letaknya terpisah dari bangun utama pun heran dengan sikap kakak kelas mereka, itu.
"Kenapa Mbak Desta?" tanya Ratna.
"Ada Rico," ucap Desta kakak kelas, kelas tiga jurusan listrik.
"Mas Rico?" gumam Ratna yang merasa asing.
Namun saat Rico melintas, Ratna baru paham. Ternyata kakak kelas yang tadi duduk di belakang kursi mereka saat di bus.
"Hai cewek - cewek," sapa Rico dengan ramah.
"Hai, Mas Rico," sapa mereka.
"Mau pada mandi, ya?" ucap Rico.
"Iya. Masih antre," ucap Desta.
Rico seolah sedang mencari - cari seseorang. Namun sepertinya tak ada di sini.
"Nyari siapa, Mas?" tanya Erni.
"Liat cewek tomboi, ngga? Tingginya segini, anaknya cuek bebek," ucap Rico.
Sontak saja anak - anak perempuan itu menoleh ke arah Ratna. Karena yang Rico tanyakan sudah jelas mengarah ke Davina.
"Kenapa madep aku?" ucap Ratna.
"Dia nyari Davina, kan?" ucap Erni.
"Ah, iya, ya?" ujar Ratna pura - pura tak mengerti.
"Oh, kamu temen sekelasnya? Dia emang gitu, ya, anaknya? Cuek bebek sama pendiem?" tanya Rico.
"Eh, he, he. Ya, gitulah, Mas," ucap Ratna.
Dalam hati, Ratna cukup kesal karena Davina lagi - lagi jadi perhatian laki - laki. Apalagi kali ini oleh kakak kelas yang cukup populer di sekolah.
Rico memang tampan. Meskipun tak setampan Ali yang wajahnya mirip orang Turki. Rico lebih natural wajah Indonesia, tapi tak dipungkiri tampan. Apalagi badannya yang tinggi tegap. Sepertinya dia sering berolahraga karena tubuhnya sangat bugar. Dan atletis untuk ukuran anak STM.
"Terus, dia dimana?" tanya Rico.
"Di kama ... " Erni hendak mengatakan kepada Rico tapi Ratna dengan sengaja menginjak kakinya.
"Aaah!" pekik Erni.
"Sorry, sorry, Er," ucap Ratna.
"Ih, apaan, sih, Ratna. Tiba - tiba nginjek kakiku," ucap Erni.
"Ada kecoa tadi," ucap Ratna berbohong.
"Eh, kecoa? Mana, mana?" sahut para gadis itu.
"Ah, kalau gitu aku pergi, deh. Selamat mencari kecoa, ya," ucap Rico.
"Lho, engga mau ngobrol sama kita?" tanya para gadis itu.
"Nanti, ya. Aku ada tugas keliling dari Pak Catur," ucap Rico.
"Oh, mau keliling?" ucap Desta.
"Iya, makanya mau cari temen," ucap Rico.
"Sama Ratna aja, nih, lho," ujar Desta sambil sedikit mendorong Ratna ke arah Rico.
"Ah, entar aja. Aku cari anak yang lain dulu. Kalian entar malam jangan kelayapan. Ada kepala desa sini mau kasih pengarahan apa yang boleh sama engga boleh di desa ini," ucap Rico.
"Emang ada larangan apa?" tanya Erni.
"Engga paham, deh. Tapi yang jelas karena kita ada di tempat orang. Ada baiknya patuhi aturan yang ada. Dah, ya, bye," ucap Rico bergegas.
Ratna menantap kesal ke arah Rico yang menolak mengajaknya keliling kampung di desa ini.
"Siapa juga yang mau," gumam Ratna.
***
Davina selesai mandi di kamar mandi yang jarang dipakai di rumah yang kebetulan berada di dalam lingkungan balai desa.
JEGREK!
Davina keluar dan ...
BRUK!
Ia menabrak seseorang, ia kaget luar biasa karena ada orang di depan pintu kamar mandi tempat ia mandi.
"Ali!" pekik Davina terkejut.
"Kamu, kog, mandi di sini?" pekik Ali yang juga tak kalah terkejut.
"Di sana Antre," ucap Davina sambil memegangi bibirnya karena wajahnya tepat menabrak ke dada Ali.
"Sakit?" tanya Ali khawatir.
"Iya," ucap Davina.
"Coba lihat," sahut Ali sambil berusaha memegangi bibir Davina.
DEG!
Sentuhan Ali membuat jantung Davina berdebar. Apalagi Ali menyentuh tepat pada bibirnya.
"A - Ali. Jangan," ucap Davina sambil menepis tangan Ali dengan lembut.
"Kenapa? Ngga mau dipegang aku?" ucap Ali dengan sedikit dingin.
"Bu - bukan begitu, tapi kita kan ... "
Ali langsung menurunkan tangannya. Dan langsung masuk ke kamar mandi mengacuhkan Davina begitu saja.
Davina merasa kalau Ali marah padanya. Padahal ia tak bermaksud untuk menyinggung perasaan Ali. Ia hanya tak ingin mereka melewati batas karena hubungan mereka telah berakhir.
Davina merasa bersalah atas hal itu. Ia lantas memilih untuk menunggu Ali di depan kamar mandi yang sebenarnya sangat sepi karena posisinya berada di belakang bangunan balai desa.
Ali keluar dari kamar mandi dan melihat Davina masih ada di depan kamar mandi.
"Ali, maafin aku," ucap Davina.
"Salah apa?" tanya Davina.
"Kamu marah terus sama aku?" ucap Davina.
"Perasaan kamu aja," ujar Ali.
Ali hendak pergi meninggalkan Davina, tapi Davina menarik tangannya.
"Maaafin aku dulu," ucap Davina.
"Buat apa?" sahut Ali.
"Aku engga mau ada salah paham," ucap Davina.
"Siapa yang salah paham. Kita udah putus, kan? Aku engga peduli kamu mau apa," ucap Ali sambil menepis tangan Davina yang menahannya.
Davina menangis, meskipun ia tahu, hubungannya dengan Ali sudah selesai. Tapi ia benar - benar tak ingin Ali berubah padanya.
"Kamu bilangan mau tanggung jawab," ucap Davina tiba - tiba.
Langkah Ali terhenti saat mendengar ucapan Davina.
"Kamu ... "
"Kamu udah mengambil satu - satunya yang aku punya. Dan kamu janji akan bertanggung jawab. Tapi kamu sekarang kayak gini ke aku. Apa aku cewek murahan di mata kamu?" ucap Davina dengan mata berkaca - kaca.
"Kamu engga hamil, kan?" ucap Ali yang agak khawatir.
"Apa kamu baru mau tanggung jawab kalau aku hamil? Jadi bener, kamu engga peduli sama kesalahan yang waktu itu kamu lakuin? Ali ... aku ... "
"Aku engga paham sama kamu, Davina. Kamu yang selalu menghindari aku. Aku pengen punya hubungan normal kayak pasangan pacaran yang lain. Tapi kamu, buat ngakuin aku sebagai pacar kamu aja. Kamu engga mau," ucap Ali.
Bersambung ...