Akhirnya tiba juga pada hari dimana Eza dan Arga akan pergi berdua keluar kota__tepatnya di daerah Jogja guna menjalankan tugas dari perusahan.
Awalnya Eza berniat mengubah keputusanya yang akan mengajak Arga__menjadi partner dalam menjalankan tugas kantor. Bahkan Eza ingin memberhentikan Arga bekerja, atau dipecat.
Kejadian malam itu benar-benar membuat Eza tidak habis fikir, Eza sama sekali tidak menyangka Arga akan melakukan hal konyol seperti itu. Eza khawatir kejadian malam itu bisa membuat pekerjaan mereka terganggu.
Namun dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Eza mengurungkan niatnya untuk tidak mengajak Arga dalam menjalankan tugasnya. Mereka tetap pergi berdua, karena bagaimanapun Eza selalu bisa bersikap profesional dalam pekerjaan. Eza tidak pernah melibatkan masalah pribadi dengan urusan pekerjaan.
Selain itu jika Eza benar-benar melakukan hal itu, ia akan mengulang lagi semuanya dari awal. Tentunya akan ada banyak pertanyaan dari teman staf, dan lainya. Dan pastinya pak direktur juga akan mengintrogasi dirinya nanti. Merasa tidak siap akan hal itu, akhrinya Eza tetap dalam program awal. Menjalankan tugas kantor di luar kota, bersama Arga.
Setelah melakukan penerbangan beberapa jam, akhirnya dengan menggunakan taxi, sampailah mereka pada sebuah rumah sewah.
Rumah sewa yang memang sudah di urus dan dipersiapkan segala sesuatunya oleh perusahaan. Terrmasuk kendaraan roda dua yang akan mereka gunakan sebagai alat oprasional atau transportasi dalam menjalankan tugas.
Ting... tong... ting... tong...!
Eza menekan bell yang menempel di dinding dekat pintu rumah tersebut.
Tidak lama kemudian pintu dibuka, lalu terlihat seorang wanita parubaya nongol keluar dari balik pintu, mengenakan pakaian khas adat jawa. Masih ada celemek tersamoir di pundaknya, sepertinya wanita paru baya itu habis bersih-bersih.
Senyum simpul terbit di bibir wanita parubaya itu--menyambut kedatangan dua sosok pemuda tampan yang ada di hadapanya.
"Selamat sore mas, saya mbok Parni penjaga rumah sewa di sini," tutur wanita tersebut memperkanalkan diri. Gaya bicaranya sangat kental dengan logat jawa.
"Oh... iya buu saya Eza dan ini teman saya Arga, yang akan tinggal beberapa hari di sini."
Eza pun langsung memperkanalkan diri kepada mbok Parni. Ia mengulurkan tangan, lalu berjabatan dengan mbok Parni. Hal serupa juga dilakukan oleh Arga.
"Kalo gitu mari mas silahkan masuk, biar saya antar dan saya kasih tau seluk beluk rumah ini." kata mbok Parni sambil membantu membawakan koper, lalu menyeretnya masuk kedalam. Semantara Arga dan Eza mengikuti dari belakang, sambil melihat-lihat ruangan.
"Ini ruang tamunya mas. Bisa dipake juga buat ngerjain apa apa." tunjuk mbok Parni yang ditanggapi anggukan kepala sama Eza dan Arga. Kemudian mbok Parni berjalan ke arah kamar, masih diikuti Arga dan Eza. "Ini kamarnya mas, kalo dapurnya ada disebelah sana."
"Kamarnya cuma ada satu ya mbok?" tanya Eza, saat ia tidak melihat ada lagi ruangan di rumah yang terlihat kecil itu.
Mendengar pertanya Eza, Arga hanya bisa diam dan membisu. Pikiran Arga langsung diingatkan dengan kejadian malam itu. Sebuah kejadian yang membuat Arga sendiri bingung kenapa ia bisa berbuat se nekat itu.
"Ini kan rumah sewa mas, yang tinggal di sini gak pernah lama dan tidak pernah lebih dari tiga orang, karna memang sudah peraturanya begitu mas," jelas mbok Parni. "Toh masnya ini kan sama sama lelaki. ndak ada masalah toh kalo harus tidur berdua dalam satu kamar?" Goda mbok Parni.
Eza tersenyum simpul, "iya mbok, nggak masalah," ucapnya.
Sementara Arga dari tadi hanya diam. Tidak mengeluarkan satu patah katapun. Selain karna ia belum mengerti apa yang harus ia kerjakan, pertanyaan Eza kepada mbok Parni soal kamar yang cuma satu, membuat hati dan fikiran Arga menjadi tidak nyaman.
"Kalo gitu mas saya permisi. Tugas saya cuma membersikan tempat sebelum para tamu dateng, sama menjelaskan seluk beluk rumah ini. Habis itu saya ndak ke sini lagi mas, jadi untuk selanjutnya semua menjadi tanggung jawab tamu." tutur mbok Parni.
"Ohiya mbok saya sudah paham dan mengerti, terima kasih banyak mbok," balas Eza.
Kemudian Eza dan Arga mengantar mbok Parni sampai ke depan pintu.
"Ohiya mas hampir lupa ini kontak montor dan surat suratnya." Ucap Mbok Parni saat ia sudah sampai di depan pintu Rumah Sewa.
"Terimakasih sekali lagi mbok," ucap Eza sambil menerima kunci motor berikut STNK dari tangan mbok Parni.
"Kalo gitu saya pamit mas, semoga betah yaaa mas. Mari mas... assalamualaikum..."
"Wa'alaikumssalam..."
jawab Eza dan Arga secara bersamaan.
Setelah mbok Parni keluar dari halaman rumah sewa, Eza dan Arga masuk kembali dan menutup pintu rumah. Setelah itu Eza mendudukan pantantanya pada kursi ruang tamu sambil menyandarkan punggungnya pada kursi, untuk melepas lelah.
Arga pun melakukan hal yang sama, duduk di kursi berbeda. Berhadapan dengan Eza terhalang sebuah meja.
Perjalanan jauh membuat keduanya merasa lelah. Mereka butuh waktu sejenak untuk melepaskan lelah.
"Saya bisa tidur di ruang tamu kok Za... korsinya kan lumayan panjang bisa di pake buat tidur..." celetuk Arga setelah beberapa saat keduanya terdiam.
Arga mencoba mencairkan suasana yang lumayan membuatnya canggung. Walapun sebenarnya sudah berung kali Arga meminta maaf lewat pesan sms__prihal malam itu, tapi Arga merasa kalo Eza belum memaafkan dirinya.
Eza hanya diam, ia masih menyandar pada kursi tamu, kepalanya menatap langit-langit, dan matanya terpejam.
Melihat sikap Eza membuat Arga semakin bingung dan tidak nyaman.
"Saya sudah minta maaf Eza, saya khilaf, saya terbawa suasana. saya benar-benar reflek dan tidak ada niat melakukan itu." Arga membuang napas sebelum melanjutkan kembali.
"-saya benar-benar nyesal atas kejadian itu, tadinya saya takut dan mengira kamu akan memecat saya, jika saya di pecat... masak saya harus kasih kabar buruk sama orang tua saya, padahal sebelumnya dia udah bahagia denger kabar saya dapat kerjaan ini. Tapi ternyata kamu tidak memecat saya." lanjut Arga.
Penuturan Arga membuat Eza membuka mata. Ia merubah posisi duduk, menatap Arga dengan wajah datar.
"Aku kira, keputusanmu tetap mengajaku kesini, itu tanda kalo kamu sudah memafkan dan melupakn kejadian itu. Tapi ternyata kamu masih belum bisa memafkan aku." Ucap Arga kembali.
"Arga...." panggil Eza. Meski ia tadi memejamkan mata, tapi Eza menyimak semua yang diucapkan sama Arga.
"Anggap kejadian malam itu tidak pernah terjadi, dan jangan di bahas lagi, aku sudah melupakan dan memafkanmu, sekarang yang perlu kamu lakukan adalah fokus, fokus pada tugas kita." Setelah menyampaikan itu, Eza tersenyum nyengir hingga mempertotonkan deretan giginya yang putih terawat.
Hal itu tentu saja membuat Arga merasa lega. Senyum Eza bisa membuat hatinya yang gelisah menjadi lebih tenang.
"-aku juga minta maaf untuk semuanya, aku udah memafkan kamu, dan kamu adalah tanggung jawab saya di sini. Kejadian malam itu jangan sampai menggu pekerjaan kita di sini." Lanjut Eza mencoba meyakinkan Arga kalo ia sudah memafkanya, tentunya dengan gaya bicara Eza yang lembut dan bijaksana.
"Makasih Za," jawab Arga. Kemudian ia tersenyum nyengir.
Eza mengangguk sambil membalas senyuman dari Eza. Ia ingin meyakinkan Arga kalau ia benar-benar sudah memaafkannya.
Akhirnya dengan sikap dewasa dan kelembutan yang di miliki Eza, ternyata bisa merubah hubungan yang sempat dingin menjadi hangat.
Eza memang sudah melupakan kejadian malam itu. Ia tidak ingin larut dan terlalu memikirkannya. Anggap itu hanya sebuah kecelakaan yang setiap orang pasti akan mengalaminya.
Yang perlu Eza lakukan saat ini adalah, membimbing atau mengajari Arga supaya cepat bisa mengerti dengan pekerjaannya.
====
Tbc