Cahaya terang menelusup ke balik kelopak mata, menyilaukan, memaksaku untuk menutupi cahaya itu dengan apapun. Lengan terangkat menutupi kelopak yang masih tertutup. Angin berhembus, menelusup ke dalam kerah collar bajuku, tetapi bukan hawa dingin yang datang, melainkan sebuah uap hangat. Itu lebih mengusik daripada cahaya terang tadi. Masih dalam keadaan terpejam, aku membalikkan tubuh ke arah lain. Menghalau segala bentuk gangguan yang entah datang dari mana.
"Hoy, bangun tukang tidur!"
Bass-bariton terdengar persis di depan telingaku. Lebih parah daripada alarm yang selalu berbunyi nyaring dipagi hari, membuatku harus bangun sebentar untuk mematikan sebelum kembali terlelap, dan berakhir kesiangan. Suara ini jelas bukan sebuah alarm yang bisa ku matikan dan tak akan berhenti sebelum aku benar-benar bangun.
"Berhenti berteriak sialan!" maki ku sembari menggerakan tangan, bentuk pengusiran tanpa harus membuka mata.
"Astaga.."
Aku bisa mendengar orang itu menghela nafas sebelum aku merasakan tubuhku ditarik paksa untuk keluar. "Hoy!" Mau tak mau aku membuka mata, lalu terkejut bukan kepalang ketika mendapati tubuhku sudah berada di atas pundak pemuda ini.
Lucas mengangkat ku dalam sekali sentak, membuatku seakan-akan ditarik oleh angin dan melayang di tengah-tengah udara. Semuanya terjadi begitu cepat, hingga aku tak bisa menghentikan pemuda ini dari aksi 'mari menggendong si pemalas'. Tentu saja ini menjatuhkan harga diriku sebagai seorang pria.
"Turunkan aku bodoh!" Aku berteriak keras tepat di belakang kepalanya. Memberontak dengan berbagai cara, memukuli punggungnya, menggoyangkan badan secara brutal, menendang-nendang kaki ke udara. Apapun yang bisa menghentikan aksi gila Lucas.
Tetapi, dari sekian percobaan yang ku lakukan sepenuh hati, semuanya gagal total, karena Lucas tetap berjalan dengan santai menuju tangga kayu beranda rumahnya.
"Wow wow wow~" Suara seorang gadis terdengar. "Apa kalian sedang bermain penculik-penculikan?" Pertanyaan itu terkesan meremehkan. Entah ditujukan kepadaku, atau pada Lucas. Namun aku berutang terimakasih padanya, karena berkat itu Lucas akhirnya menurunkan tubuhku dari pundaknya.
"Brengsek kau!" Aku cepat memberikan pukulan keras ke lengan kanan Lucas. Dia hanya mendengus sebentar sebelum melangkah menaiki tangga beranda rumah. "Terimakasih Anna~"
"No probe~" Gadis itu berjalan ke dalam rumah, mengikuti kakaknya.
Mereka seperti kembar saat masih kanak-kanak. Tetapi waktu berjalan terlalu cepat sampai merubah kemiripan itu menjadi sesuatu yang berbeda. Annastasya Lee Templeton semakin cantik setelah menginjak masa pubertas, alis tebal yang dulu sangat identik dengan sang kakak kini menjadi tipis. Dia telah menipiskannya secara permanen. Tubuhnya dulu gemuk, terlebih ketika dia masih di taman kanak-kanak, hampir mirip dengan Lucas. Kini terlihat langsing dan sehat. Dari segi fisik dan mental, mereka semua berubah. Anna tak lagi manja dan selalu mengikuti Lucas, dia sudah menjadi gadis mandiri. Hubungan mereka berdua juga semakin renggang, aku tak tahu kenapa, mungkin karena perasaan malu pada diri masing-masing karena mereka sudah beranjak semakin dewasa.
"Kau tidak main keluar?" tanyaku, mengekori Anna ke dapur.
"Kenapa aku harus main? Di luar panas, itu membuatku semakin menghitam," jelasnya sambil membuka pintu lemari pendingin.
"Tepat sekali." Aku beranjak ke rak dimana tersimpan jejeran piring dan gelas kaca. Mengambil dua gelas lalu mendekat ke arah Anna. Aku bisa melihatnya mengeluarkan sebotol besar cairan kuning agak jingga, embun yang menempel di bagian luar berubah menjadi bulir-bulir air ketika botol itu dikeluarkan.
"Lalu, kenapa kau keluar dari tempat nyamanmu?" Kami seolah memiliki ikatan batin, seperti saudara dekat, kakak dan adik. Anna sama sepertiku, tidak suka terlalu lama berada di bawah terik matahari langsung. Berbeda dengan Lucas yang tidak masalah berada di luar meski cuaca sedang panas-panasnya, mencerminkan sosok lelaki sejati. Kalau Anna, mungkin cocok jika berada di dalam ruangan, wajar jika seorang wanita lebih memperhatikan penampilan daripada lelaki. Sedangkan aku, apa bisa ku sebut diriku ini seorang pria sejati?
"Yeah, sekali-kali aku harus menghirup udara segar kan?" Aku menempatkan dua gelas di atas meja pantry. Dan Anna mengambil alih tugas dengan menuangkan jus jeruk pada masing-masing gelas.
"Konyol, ini musim panas. Banyak debu di luar, segar apanya,"
Satu hal yang tidak bisa dirubah atau dihilangkan adalah gen pada diri masing-masing orang. Melekat erat semenjak mereka masih berbentuk embrio. Mungkin wajah atau pun bentuk tubuh dapat berubah, disengaja atau terbentuk alami berkat hormon. Tetapi sikap maupun pemikiran tidak bisa dihilangkan begitu saja. Anna tetaplah adik dari Lucas, sikap penggerutu dan selalu berkata sarkas itu menurun tanpa bisa ditentang. Sebagaimana luasnya pergaulan, Anna tetaplah bagian dari keluarga Templeton.
Aku meringis saat menyadari ucapannya benar, di luar udara masih cukup panas. Mungkin jika seseorang memecahkan telur di atas kap Honda Civic di luar, telur itu akan matang dengan sempurna. Buliran air perlahan keluar dari balik gelas kaca, mengalir seperti lelehan kesegaran. Udara panas membuat cairan asam manis ini semakin menggoda. "Ku rasa kau benar," ucapku sembari meminum jus jeruk itu, lalu habis dalam sekali teguk.
Anna mengerutkan alis setelah menghabiskan separuh dari jus jeruk, yang kemudian mencondongkan tubuh ke arahku. Matanya memandang sekitar sebelum berkata sesuatu. "Apa si Lucas itu benar-benar menculikmu?" bisiknya.
"Oh astaga.." Aku terkekeh mendengar kekhawatiran tak mendasar dari gadis di depanku. Anna lebih muda tiga tahun dari Lucas. Menjelaskan bahwa pertanyaan barusan cukup konyol dilontarkan oleh seorang remaja tanggung. "Aku tahu wajahnya memang menyeramkan, tapi—"
"Aku bukan penculik." Seseorang yang baru saja memasuki dapur tiba-tiba menyela ucapanku. Lucas bersandar di ambang pintu tanpa daun pintu, tangannya menyilang di depan dada, serta alis tebalnya sukses menyatu saat menatap ke arah Anna.
"Upsie~" Anna bersikap seolah-olah dia tak sengaja walau raut wajahnya menyiratkan ketidakpedulian. "Sepertinya kau harus hati-hati, mungkin saja dia akan menculikmu lagi saat kau sedang berkencan." Anna melingkupi mulutnya dengan dua telapak tangan, membentuk sebuah corong yang biasa digunakan saat saling berbisik. Tetapi dia tak berbisik, dia mengatakan lantang sekali hingga membuat Lucas menegakkan tubuh yang tadi bersandar. Menggeram kesal.
"Kau—"
"O-ow~ Ada gorila mengamuk~" Anna memasang wajah mengejek dengan lidah terjulur sebelum berlari dengan cepat melewati keberadaan Lucas, menyusuir selasar, menaiki anak-anak tangga dengan berutal, sampai derap langkah kakinya menggema di lantai atas dan menghilang setelah suara bantingan pintu yang keras.
"Anak itu! Aku sudah terlalu sabar menghadapinya—"
Lucas hampir saja menyusul Anna ke lantai atas, mungkin hendak menggedor pintu atau lebih parah merangsak masuk kemudian saling berteriak keras menyalahkan satu sama lain. Sebelum itu terjadi, aku segera menepuk bahu, memberi remasan agak keras karena otot-otot bahu yang menonjol membuat remasan kecil tidak terlalu berpengaruh. "Biarkan saja.."
"Bocah itu harus ku beri pelajaran! Bisa-bisanya mengumbar hal yang tidak benar!"
Aku semakin menguatkan remasan pada bahunya. "Bukankah kita akan bermain game? Jangan buang-buang waktu untuk hal yang tidak penting. Atau aku akan kehilangan mood."
Lucas menghela nafas. "Baiklah ayo..."
Aku sekali lagi memenangkan peperangan.