ดาวน์โหลดแอป
52.63% TTM (Gay Story) / Chapter 10: Sesuatu di Yogya

บท 10: Sesuatu di Yogya

Ibrahim POV

_________________________________________

Gabriel terus mendesakku untuk bercerita tentang apa yang terjadi, raut wajahnya masih dilanda kebingungan, tentu saja ia masih tak mengerti dengan sikap Ummi dan Abi yang tiba-tiba memeluknya saat tiba dirumah. Aku berkata jujur tentang Gabriel saat perjalanan pulang, hal ini aku utarakan saat Abi menanyakan pernikahan dan berniat menjodohkanku dengan anak Pak Romli, sahabatnya yang ia kenal dekat sejak dulu.

"Abi, Ummi, Baim minta maaf kalo ngecewain Ummi sama Abi, tapi Baim siap nerima resikonya kalau Ummi sama Abi bakal benci Baim seumur hidup" ujarku mulai berbicara sambil terus fokus menyetir.

Ummi yang duduk di kursi belakang menepuk pundakku, "kalau mas nggak suka sama anak Pak Romli ya nggak apa-apa, Ummi nggak akan maksa mas, Abi juga pasti bakal terima."

Abi yang duduk di kursi samping kemudi mengangguk tanda setuju, lalu menimpali, "iya mas, Abi juga kan cuma nawarin, itu kalo mas mau, kalo nggak juga ya ... nggak apa-apa."

Di rumahku memang aku dipanggil mas sejak kecil, baik oleh Ummi, Abi, Sarah maupun Mbok Rahmi, tapi Ummi suka lupa, kadang mas, kadang Baim, kadang ganteng, sesukanya beliau saja.

"Baim udah punya pacar" ujarku lemas, aku masih belum yakin ingin mengatakan ini, apalagi kondisi Abi baru saja siuman dari pingsannya, aku khawatir Abi pingsan lagi.

Tapi menurutku ini saat yang tepat, kedua orang tua yang aku cintai ini wajib tahu tentang yang dirasakan anaknya, kapan lagi aku bisa ijin pulang kampung, bahkan bersama Gabriel.

"Ya bagus, jadi kapan mas mau bawa ketemu Abi sama Ummi?" tanya Abi dengan raut bahagia.

Aku menghirup nafas panjang, kemudian menghembuskannya, semoga tidak terjadi apa-apa, aku sampai mengucap basmalah di dalam hati, aku tau ini mungkin adalah suatu yang salah bagi mereka, tapi harus bagaimana lagi.

"Baim ... udah bawa" lirihku pelan, aku tak berani melihat ke arah Abi dan Ummi.

"Maksud kamu?" Abi memicingkan matanya.

Kulihat juga dari kaca dalam mobil, Ummi terbelalak, habis sudah riwayatku hari ini, siap-siap saja namaku dicoret dari Kartu Keluarga mereka, alamat tidak kebagian harta warisan, kalau aku diusir, beruntungnya si Sarah menjadi pewaris tunggal tanah yang ada di pot bunga Ummi.

Aku mengangguk pelan, sambil tetap fokus mengemudikan mobil, dengan jantung yang berdegup kencang dipenuhi rasa takut, aku lirih berkata, "iya, Gabriel orangnya."

Ingin rasanya kubanting setir menabrak anjing yang kencing sembarangan di pinggir jalan, kalau lagi deg-degan begini, apapun yang ada di depan mataku jadi kelihatan salah.

"Baiiiiimmm!!" Ummi histeris "mas sadar kan dengan yang mas omongin barusan" ujar Ummi lagi menaikkan nada suaranya hingga terdengar seperti Mariah Carey yang menyanyikan lagu Emotion.

Tepat seperti dugaanku, Ummi dan Abi pasti marah besar, tapi aku sudah ikhlas lahir bathin atas resiko yang aku terima, mau bagaimana lagi, yang terpenting aku sudah jujur pada keluargaku sendiri. Tapi tunggu dulu, yang barusan histeris ternyata hanya Ummiku saja, karena sempat kulirik bapak tua di sampingku ini, ia malah tersenyum, apa-apaan ini.

"Jadi laki-laki yang mas bawa itu pacarnya mas?" tanya Abi dengan nada yang lembut dan hangat, sebaliknya Ummi, ia sedang memijit keningnya sendiri, sepertinya Ummiku butuh koyo.

Aku menjawab dengan anggukan, tidak berani menatap Abi ataupun Ummi.

"Ya sudah, mas ikuti saja kata hatinya mas, kalau memang dia yang bikin mas nyaman, Abi ngapain ngelarang mas, yang terpenting buat abi, anak-anak Abi bahagia" ujar Abi lagi semakin membuat bola mataku seolah keluar, melotot tak percaya, aku hampir saja mengerem mendadak dibuatnya.

Aku menatap Abi sejenak sebelum akhirnya membuang pandangan ke depan untuk fokus mengemudi, "jadi ... maksud Abi ...."

"Yaaah ... mau gimana lagi" kudengar Abi mendesah cukup kencang, "mas juga nyamannya kayak begini kan."

"Maafin Baim ya, Bi" lirihku pelan.

"Nggak usah melankolis begitu, Abi nggak pernah ngajarin mas jadi laki- laki cengeng" celetuk Abi meledekku.

Aku tersenyum tipis, Ummi sepertinya masih tidak terima dengan kenyataan bahwa Anaknya seorang gay.

Abi menoleh kebelakang, ia memandangi Ummi, aku diam-diam memperhatikan dari kaca bagian dalam "Ummi udahlah, mas udah gede, biarin dia tentuin jalan hidupnya sendiri" ujar Abi.

"Ummi kan pengen gendong cucu, siapa lagi yang bisa kasih kalo bukan mas" ujar Ummi, tapi nada bicaranya kali ini ia turunkan.

"Ummi," Abi memanggil Ummi dengan sangat lembut, sangat nyaman di telingaku, sepertinya aku tertarik menggunakan panggilan ini ke Gabriel, Ummi Gabriel, Abi Ibra, hmm ... boleh juga dicoba.

Ummi menarik nafas cukup kencang dan menghembuskannya, "ya sudah, kalau memang kayak gitu, Ummi juga bisa apa, mau marah-marah juga percuma."

"Jadi ... Baim direstuin nih?" tanyaku kegirangan, mimpi apa aku semalam, tidak menyangka bisa mendapatkan hal seindah dan seluar biasa ini.

"Bukan restu, tapi diperbolehkan" jawab Ummi, ya ... bagiku tetap sama saja kan, pada intinya mereka tidak keberatan.

"Bukan berarti Abi membenarkan, tapi Abi hargai keputusan mas, yang paling penting, mas jangan mencoreng nama keluarga besar Abi dan Ummi, ini cukup jadi rahasia keluarga kita aja" nasehat Abi memperingatkan.

"Jadi ... Baim nggak dicoret dari KK kan?" tanyaku meyakinkan, Abi tertawa terbahak-bahak.

Aku takut ini hanya prank, kenapa jalan meminta restu jadi sangat mudah, kenapa tidak ada pertentangan, kenapa tidak ada adegan marah-marah sambil melotot, atau Ummi bisa drama sedikit dengan berkata "turunin aku disini", atau bahkan Abi memegang dadanya dan pingsan lagi, kenapa tidak ada drama, aku butuh drama agar kisah cinta Ibra dan Gabriel bisa menduduki rating tertinggi, menggeser posisi Mas Al dan Mba Andien yang sering dibicarakan para staffku.

"Ummi yang coret" sahut Ummi menjitak kepalaku pelan, "Ummi gantiin sama Gabriel aja, lebih lucu daripada kamu."

"Daripada digantiin, mending ditambahin" celetukku bercanda.

"Mas bikin sendirilah KK sana sama Gabriel" sahut Ummi, sepertinya ide yang bagus, nanti akan kubicarakan pada Gabriel.

"Makasih ya Ummi, Abi."

Aku bersyukur, Ummi dan Abi adalah orang-orang yang menerima perbedaan, mereka tidak menganggap sebelah mata tentang sesuatu yang tidak benar di mata mereka. Ah sial, kenapa aku jadi ingin menangis karena keluar biasaan sifat orang tuaku, lega rasanya sudah mengatakan semuanya, padahal aku sudah sangat siap jika mereka menentang dan mengusirku.

"Jadi, ceritanya pulang sekalian ngunduh mantu?" tanya Abi lagi diiringi tawanya yang cukup keras.

"Enggaklah Abi, Baim pulang kan mau ngeliat keadaan Abi doang, karena Abi sehat-sehat aja, kemungkinan nanti malem Baim sama Gabriel pulang."

"Enak aja, harus nginep, Ummi kan mau kenal lebih deket sama Gabriel, kalo mau pulang, mas pulang sendiri, Gabriel nanti aja" sahut Ummi menjewer telingaku.

Aku mengaduh kesakitan, berteriak minta dilepaskan, "iya, iya nginep, ampun Ummi, sakit."

Ummi tersenyum puas penuh kemenangan, cepat sekali berubahnya hati Ummi, tadi beliau menentang, sekarang malah Ummi yang kelihatan bersemangat bertemu calon menantunya.

* * *

Aku mengecup bibir Gabriel, ia memelukku lebih erat, raut wajahnya yang tadi dilanda kebingungan berubah drastis menjadi bahagia, sorot matanya berbinar-binar, namun garis keningnya masih mengerut, mungkin masih tidak percaya dengan apa yang terjadi di keluarga Ibrahim Yusuf Almuzakky ini.

"Aku tadi udah cerita juga sama Sarah" ujar Gabriel menatapku.

Aku mengelus kepalanya, tebakanku pastilah ia justru diberi semangat oleh Sarah, aku kenal betul adik perempuanku itu, "yaaah ... Sarah sih nggak usah ditanya, dia udah pasti yang paling semangat."

Lagi-lagi Gabriel kebingungan, pacarku ini lucu sekali jika berekspresi cengo seperti itu, "kamu udah tahu?" tanya Gabriel mencubit lenganku pelan.

"Ya jelas, masalah dia addict sama bromance? drama BL? apalagi, manga? anime? bukan rahasia lagi, aku udah tau dari Sarah kelas 2 SMP" jawabku semakin membuat Gabriel membulatkan matanya yang sipit.

"Aku ada dimana sih sebenernya? sumpah, ini tuh bumi bukan sih? apa ini surga?" Gabriel memberiku pertanyaan bertubi-tubi dengan hiperbola.

"Ini batas antara surga dan neraka" jawabku asal.

Gabriel terkekeh, tersenyum penuh kasih, perlahan bibir tipisnya berkata, "dimanapun aku, asal sama kamu, aku rela mas."

Gantian mataku yang membulat dibuat Gabriel, alis tebalku naik karena kerutan di kening yang kuciptakan, bahagia sekali rasanya saat bertambah satu orang lagi yang memanggilku mas, "bisa kamu ulangin!" pintaku sambil merengkuh pipinya yang lembut.

"Mas Ibra" ujarnya malu-malu.

Aku kembali mencium bibir Gabriel, melumatnya dengan penuh cinta, tak sabar ingin bercinta dan berbagi peluh dengan Gabriel dengan panggilan barunya, pasti indah sekali jika ia mendesah dengan kata "mas, aah, iya mas, terusin."

Aku tidak perduli jika ini masih di perkarangan rumahku, aku terus memberi lumatan pada bibir Gabriel, aku benar-benar sudah gila, laki-laki ini mampu menaklukan hatiku sedalam-dalamnya.

Cekrek

Bunyi jepretan kamera membuatku menyudahi pagutan di bibir Gabriel. Bocah perempuan itu kembali muncul mengganggu, benar-benar minta dipelintir hidungnya, !ku melotot tajam ke arah Sarah yang masih mengarahkan kamera handphonenya.

"Kok berhenti sih mas, ini Sarah baru mau videoin" celetuknya dengan senyum jahil.

"Hapus!!" perintahku dengan sedikit membentak.

"Nggak mau !!" jawab Sarah tak kalah membentak, "koleksi Sarah nih."

Gabriel memegang lenganku yang baru saja ingin menghampiri Sarah, "udah, biarin aja sih mas."

Aku mengurungkan langkah, kalau laki-laki ini yang melarang, mana bisa aku menolak, apalagi barusan dia melarang dengan panggilan barunya, semakin membuatku menurut seperti kerbau yang dicocok hidungnya.

Gabriel tersenyum ke arah Sarah, "nanti kirim ya" ujarnya membuat Sarah mengangguk, Sarah tersenyum mengejek ke arahku karena merasa menang dan mendapatkan pembelaan.

"Mas sama pacarnya disuruh masuk tuh sama Abi, penghulunya udah dateng."

* * *

Malam ini aku mengajak Gabriel untuk pergi ke Bukit Bintang, Gabriel belum pernah ke Yogya, itu yang ia katakan saat ditanya Abi dan Ummi ketika makan sore tadi, sehingga aku disuruh mengajak Gabriel jalan-jalan, padahal Aku sudah niat bertempur di ranjang, hilang sudah khayalanku mendengar Gabriel mendesahkan nama Mas Ibra.

Khayalan bermesraan dengan Gabriel harus tertunda, padahal aku sudah membayangkan bisa melakukan hal-hal yang nakal, ditambah lagi tuyul perempuan itu malah ngotot ingin ikut, aku sudah melarangnya, tapi Gabriel malah mengizinkannya.

Mereka berdua tampak akrab sekali, selama di mobil, aku sudah seperti kambing conge dibuat Gabriel dan Sarah, entah apa yang mereka obrolkan, aku sama sekali tidak mengerti, aku tidak kenal siapa Song Joong Ki, siapa Jung-Kook, G-Dragon, Kim Tae-hyung, Seungri, Lee Je Hoon, Lee Dong Wook, Park Seo Jun, Jo Jung Suk, Lee Seung Gi, dan masih banyak lagi nama-nama yang baru kudengar.

Banyak sekali nama Lee yang mereka sebutkan, kata mereka itu selebriti korea. Mana aku kenal, aku hanya kenal selebriti Brazzer dan Pornhub, selebriti Men.com dan Randy Blue juga baru kukenal semenjak sering mencumbu Gabriel. Yaah ... untuk tambahan referensi gaya bercinta.

Syukurlah keadaan jalanan di malam minggu cerah ini cukup lancar, sehingga kami tiba di lokasi lebih cepat dan gendang telingaku tidak perlu pecah mendengar ocehan keduanya.

Sepertinya malam ini tuhan bersamaku, karena saat diparkiran, Sarah bertemu dengan teman-teman sekolahnya dan memutuskan untuk bergabung. Syukurlah, aku bisa bernafas lega dari kebisingannya bersama Gabriel.

Aku membawa Gabriel menuju kafe yang mempunyai spot paling romantis, aku sudah membookingnya sejak tadi dan mendapatkan tempat paling atas, tak kuizinkan satu orangpun yang mengganggu, jadi kuputuskan saja membooking semua bangku, tak perduli harus merogoh kocek lebih untuk mengganti kerugian pemilik cafe, aku sudah bernegoisasi harga di telepon, nasib baik mereka menyetujui.

Aku sudah merencanakan sesuatu yang mengejutkan untuk Gabriel, tekatku sudah bulat, aku ingin melamarnya malam ini, entah kenapa hatiku ingin memberinya ikatan lebih, aku mau memiliki Gabriel seutuhnya, aku sudah memiliki rencana yang matang kedepannya.

"Mas, kok di atas sini sepi banget nggak ada pengunjung?" tanya Gabriel kebingungan saat kami duduk berhadapan ditemani lampu-lampu yang menambah suasana romantisnya makan malam.

"Udah mas suruh usir kalo ada yang naik" jawabku.

Gabriel tersenyum, tanpa sungkan ia menggenggam tanganku, "makasih ya Mas Ibra."

"Makasih buat apa?" tanyaku ikut menggenggam tangan halus yang menyentuhku.

"For everything, semua kebahagiaan yang kamu kasih buat aku" jawabnya tersenyum.

Aku melepas genggaman Gabriel, kukeluarkan kotak cincin yang Ummi berikan untukku sejak dulu, aku ingat pesan Ummi untuk memberikan benda ini saat aku yakin jika hatiku sudah memilih seorang pendamping hidup, dan sekarang aku yakin, laki-laki di depanku inilah orangnya. Gabriel tampak kebingungan, wajah putihnya terlihat jelas merona, ia pasti tidak menyangka jika seorang Ibrahin menyodorkan cincin berlian di dalam kotak kecil yang kubawa, "Riel, mungkin ini terlalu cepat, tapi aku yakin dengan keputusan yang kuperbuat, sejak mengenal kamu, aku sudah memiliki perasaan yang lain, rasa yang nggak hanya menggetarkan kontolku, tapi rasa ini juga menggetarkan jiwaku, aku nggak hanya merasakan perasaan sange saat bersama kamu, tapi aku juga merasakan perasaan sayang, cinta, nyaman, semua menjadi satu saat bersama kamu."

"M--maksud kamu?" raut wajah Gabriel seolah tak percaya.

Aku melanjutkan ucapanku yang tak romantis ini, "Riel, menikahlah denganku, jadilah satu-satunya tubuh yang tertidur di sampingku saat aku terbangun, jadilah satu-satunya yang mendesah nikmat memanggil namaku, jadilah satu-satunya tubuh yang menggeliat saat terhujam kontolku, jadilah satu-satunya tempat yang kutampung untuk cairan maniku, jadilah satu satunya orang yang mencintaiku hingga aku tak mampu mengeluarkan mani lagi, hingga kontolku tak mampu berdiri lagi, hingga kontolku layu, hingga jasadku menyatu dengan bumi, aku mohon."

Pernyataan bodoh macam apa ini, bahkan disaat seperti ini !ku tidak bisa merangkai kata-kata yang romantis, yang ada malah mengakui kesangeanku.

Gabriel membulatkan mata, mulutnya menganga tak percaya, namun pelan-pelan, bibir tipisnya mengeluarkan kata, "aku mau" jawabnya singkat dan menangis terharu.

"Mas Ibra, aku mau menjadi satu- satunya yang mendesah memanggil nama kamu, aku mau menjadi satu satunya yang menampung pejuh kamu, aku mau menjadi satu-satunya yang merasakan nikmatnya kontol kamu mas, sampai kulitku keriput, sampai lubang pantatku mengkerut, aku mau Mas Ibra, aku mau Mas Ibra seorang" jawabnya tak kalah konyol, tapi bagiku ini romantis, lebih romantis dari segala lamaran yang dilakukan di film-film.

Aku memakaikan cincin berlian itu ke jari manisnya. Ah ... indah sekali, cincin itu cocok bertengger di jarinya yang ramping, dan kebetulan lobangnya pas, sama seperti penisku yang pas di lobang pantatnya.

Wajahku mendekat ke wajah Gabriel, kutarik kerah kemejaku yang ia pakai, karena Gabriel tak membawa baju ganti, jadi kuberikan saja pakaianku yang sebagian tertinggal di rumah. Kucium bibirnya dengan lembut, kuberi lumatan disaksikan bintang yang menghiasi malam, Gabriel membalasku, kami berciuman semakin lama, tak perduli makanan yang sudah ada tersedia di atas meja, aku tidak lapar, aku hanya dahaga, dan dahagaku bukan di tenggorokan tapi dahaga akan cinta dan belaian dari Gabriel.

Aku sangat mencintai pria bermata sipit yang sedang kucium ini, sekalipun restu orang tuanya belum kupinta, namun aku ingin mengikatnya terlebih dahulu, setelah ini tinggal mengajak Gabriel pulang ke kampung halamannya dan berbicara kepada kedua orang tuanya. Aku melepas pagutan bibirku, Aku takut kehilangan kontrol atas nafsuku. Gabriel tersenyum dengan mata yang berbinar binar, aku tidak sanggup hanya memandangnya, aku ingin menciumnya lagi dan lagi.

Kurapatkan kembali wajahku,

Drrttttt Drrrttttt

Handphone sialan malah menganggu suasana indah malam ini, pasti bocah perempuan menyebalkan itu, bisa- bisanya ia menjadi pengganggu saat bibirku tinggal sesenti lagi menyentuh bibir Gabriel.

Gabriel terkekeh, "udah angkat aja, siapa tau Sarah nyariin" ujarnya menyuruhku.

Kalau sudah Gabriel yang meminta, mana bisa aku menolaknya. Dengan malas, tanpa melihat layar ponsel, aku memencet tombol volume yang sengaja kusetting untuk mempermudah mengangkat panggilan telepon.

"Ada apa bocah? Ganggu aja" omelku saat mengangkat panggilan telepon, kulirik Gabriel, ia tertawa lucu dengan sangat menggemaskan.

"Baim" ucap suara diujung sana dengan isak tangisnya, "aku ... hamil."

Itu bukan suara Sarah yang mengerjaiku, itu bukan suara adikku, aku masih mengenal suara itu walaupun aku sudah meninggalkannya, tubuhku lemas seperti ada kilat yang menyambarku seketika. Kulirik layar handphoneku bertuliskan nama Rasty.

Bersumbing ke NEXT PART

_________________________________________

Special Part For Intermezzo

Sarah berpisah dengan Kakaknya dan Kakak Iparnya di parkiran mobil karena bertemu dengan teman-teman wanita komunitasnya. Itu adalah komunitas para wanita pecinta sesuatu yang sama dengan Sarah.

"Aku mau kasih liat sesuatu nih" Sarah menyerukan suara saat ia dan ketiga gadis itu berkumpul mengelilingi meja yang sudah berisi makanan dan minuman yang mereka pesan.

"Apaan? awas ya kalo nggak seru" ujar gadis cantik berambut panjang sebahu yang sedang menyeruput minumannya.

"Tadaaaaa, ini dia" Sarah menunjukkan handphonenya, semua mata para gadis itu melongo seolah tak percaya.

"Oemji, oemji, oemji, demi apa! ini serius?" mata gadis cantik berambut ikal panjang di sebelah Sarah terbelalak, begitu juga dengan yang lainnya.

Sarah mengangguk, ia merasa bangga menunjukkan hasil jepretannya dimana Ibra sedang berpagutan bibir dengan Gabriel.

"Ini kan Oppa yang tadi, sama Masmu, iya kan?" gadis berhijab yang sama seperti Sarah ikut menimpali.

Sarah tersenyum mengangguk.

"Oh my god, jadii Oppa yang tadi sama Mas kamu ...," gadis berambut sebahu ikut berbicara lagi.

"Iya, mereka pacaran" Sarah menjawab dengan penuh kebanggaan.

Aaaaaaaaaakkkkkkk

Ketiga temannya berteriak bersamaan, membuat beberapa pasang mata menatap mereka dengan pandangan nyinyir, tapi gadis-gadis itu masa bodoh.

"Ya ampun, manis bangeettt, isshh Sarah aku iri, beruntung banget siih, seandainya aku punya kakak cowok" gadis berjilbab temannya Sarah mengeluh.

"Udah, nggak usah khawatir, Mas Ibrahim sama Oppa Gabriel, pokoknya jadi kapal kita bersama" ujar Sarah disambut anggukan dan senyuman dari ketiga temannya.

"Kita bikin fanspage di IG aja Sar, namanya GaIb Fans, cepetaan bikin, terus jadiin foto tadi sebagai foto profil" ujar gadis berambut sebahu tak sabaran.

"Ide bagus, iya cepet Sar bikin, GaIb, Oppa Gabriel dan Mas Ibrahim" gadis berambut ikal menimpali.

"Ya udah aku bikin deh" jawab Sarah pasrah.

"Aaakk ... kita punya kapal yang nyata girls" si jilbab menimpali. "Kawal terus sampai halal ya, hyung."

Mereka tertawa lagi terbahak-bahak, tak perduli dengan pasang mata yang kembali menyorot mereka, mereka berempat hanyut dalam dunia mereka sendiri.


Load failed, please RETRY

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C10
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ