ดาวน์โหลดแอป
15.78% TTM (Gay Story) / Chapter 3: Teman Yang Menghisap

บท 3: Teman Yang Menghisap

Gabriel : Teman Tapi Menghisap

_________________________________________

Sudah 2 hari ini pantatku perih, duduk serba salah, perutku mual, boker tak nyenyak, tidurpun tak enak. Aku memutuskan memeriksakan pantatku ke dokter kelamin, takut kalau terjadi sesuatu dengan liang senggama favorit Ibra, aku cuma ngasal sih, ya kali aja kan memang favorit Ibra. Namun dokter mengatakan bahwa anusku baik-baik saja, tidak ada penyakit lain yang kuderita, itu hanya wasir biasa.

"Beneran wasir dok?" tanyaku memastikan saat dokter yang bernama Edwin itu menjelaskan masalah pantatku.

"Iya, masa saya bohong, memangnya kenapa?" tanya dokter Edwin.

"Ehm ... anu dok, gimana ya dok ngomongnya, saya bingung"

"Kamu sering dianal sex?" tanyanya dengan wajah tegas. Mati aku, bisa- bisanya dokter Edwin berpikir kesitu.

Aku hanya tersenyum, dengan wajah malu aku mengangguk.

"Iiichhhh ... kalo sering nggak apa-apa kok, saling berbagi aja, kebetulan eike udinda lambreta tinta diewita (Aku udah lama tidak di eue)" ujarnya lagi.

Aku melongo, rasanya rahangku ingin copot, padahal baru saja si Edwin bertanya dengan wajah sekuriti, sedetik kemudian ia berubah menjadi hello kitty.

"Saya permisi dok, makasih"

Aku segera pergi meninggalkan ruangan dokter, bisa bisanya spesies begitu diterima menjadi dokter, bagaimana nasib pasien yang memeriksakan penisnya, apa dijilat dulu dengan alasan bagian dari pemeriksaan.

"Gimana? kandungan kamu sehat kan?" tanya pria arab yang duduk di kursi tunggu.

Aku lupa bahwa aku ke rumah sakit tidak sendirian, pria arab ini memaksa untuk ikut mengantarku saat aku mengeluhkan sakit perut dan pantat, tapi selama diperjalanan tadi, dia menyebalkan bagiku.

"mungkin kamu hamil, soalnya aku keluar didalem"

"apa mungkin karena punyaku kepanjangan, jadinya mentok ke rahim kamu"

"bisa jadi, pas kita lagi ML, kamu lagi masa subur"

Dan banyak lagi kata-kata ngaco darinya, aku sudah menolak untuk diantar, tapi bukan Ibrahim namanya kalau keinginannya tidak dapat terwujud.

Aku menatap wajah Ibrahim sangat dekat, "eeh, jangan di rumah aakit, malu sama orang, ke toilet aja" ujarnya cengengesan.

Segera kutarik rambutnya, kuteriakkan di telinganya "udah berapa kali dibilang, aku cowok, aku nggak hamil, nyebelin!!"

Dan lagi-lagi Ibrahim memasang wajah innocent, "jadi aku mandul dong, udah gak kehitung keluar di dalem kok kamu gak hamil-hamil" ujarnya lirih.

"Bodo amat, Ibrahim anak pak Sholeh"

Aku meninggalkan Ibrahim yang masih terpaku didepan ruang dokter.

"Riel ... tunggu" teriak Ibra.

Ibra menyusulku, ia mensejajari langkahku, akhir-akhir ini !ku heran dengan laki-laki di sampingku, ia memaksaku untuk tidak lagi menggunakan kata panggilan Lu dan Gua, menurutnya itu terlalu kasar, aku terpaksa menurut saja apa maunya, ia juga setiap saat ingin selalu ada di sampingku dengan alasan aku butuh bodyguard, aku tidak bisa menjaga diri sendiri, aku ceroboh, banyak lagi yang ia tuduhkan. Aku sempat berpikir apa Ibra mulai memiliki rasa, tapi kemarin masih sempat kuperhatikan Rasty datang ke kantor untuk bertemu Ibra, entahlah, aku bingung, terserah Ibra saja asal dia senang.

"Jadi kamu sakit apa?" tanyanya dengan nada lembut, kalau sudah begini, sulit bagiku berlama-lama ngambek.

"Janji dulu kalo kamu gak ketawa" ujarku terus berjalan di koridor Rumah Sakit.

"Iya, kayak ama siapa aja"

"kata dokter cuma wasir"

"ooh wasir"

Ah syukurlah, ternyata Ibrahim tidak menertawakanku.

"Hahahahahhaha" Ibra terbahak-bahak.

Ternyata aku salah sangka, ia menertawakanku, malah terbahak- bahak sehingga beberapa pasang mata memandangi kami. Ibra sialan!!.

"Aduuh ... sorry, abisnya lucu aja kok bisa kena wasir"

"Pake nanya, kamu mainnya kekencengan kali" jawabku ngasal

"Yaah ... nggak bisa main dulu dong berarti"

"Iyalah, aku hajar kamu kalo macem macem" ancamku mendelik kearahnya.

"Kan masih bisa pake mulut, sama enaknya kok" jawab Ibra santai.

"bener-bener ya, kamu gak ngertiin temennya, heran"

"iya ... iya maaf, eh ... makan dulu yuk" ajak Ibrahim.

Tak terasa kami sudah sampai di parkiran rumah sakit, Ibra membukakan pintu mobil untukku, Aau memelototinya. "aku sakit dikit, bukan lumpuh, lebay amat pake dibukain pintu."

Namun Ibra tidak menjawab, dengan acuh ia menutup pintu mobil untukku. Ibra melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit.

"Mau makan siang apa?" tanyanya ditengah perjalanan

"Terserah" jawabku ketus.

"Beneran hamil kayaknya" celetuk Ibra membuatku mendelik, "nih kamu minum obat dulu" Ibra membuka dashboard mobil dan memberikanku sebotol sirop obat dan juga beberapa keping tablet, ua juga menyodorkan air minum padaku.

Aku tertegun, dari mana dia mendapatkan obat ini, dan bagaimana ia tahu bahwa aku terkena wasir, aku tersipu dibuatnya, hatiku berbunga- bunga karena dibalik sikap menyebalkan Ibra, dia ternyata perhatian juga, aaaaaah ... jadi sayang, nggak jadi deh kutarik lagi saja.

"Ngak usah bingung aku dapet darimana, dari kemaren juga aku tau kalo kamu cuma wasir, kamunya aja yang terlalu takut, pake dateng ke dokter kelamin segala" ujar Ibra tetap fokus menyetir.

"Kan jaga-jaga Ibra, aku takut, kamu ngentot ama banyak cewek, ngentot sama aku juga nggak pernah pake pengaman" jawabku dengan mata yang memandang jalanan sambil membaca sticker-sticker yang terpasang di belakang mobil ataupun truk, seperti pulang malu tak pulang rindu, atau adalagi pulang digoyang asal bawa uang, bahkan adalagi yang lebih menarik abang disayang kalau tititnya panjang, sticker sialan macam apa itu.

"Oooooh ... pantesan, kamu mikirnya aku nggak aman ya?" tanya Ibrahim menatapku.

Aku menjawab dengan anggukan mantap.

"Asal kamu tau, tiap main sama cewek- cewek itu termasuk Rasty, aku selalu pake kondom, cuma sama kamu doang yang enggak, karena aku mikirnya kamu nggak akan kenapa-kenapa kalo aku kelepasan crot di dalem" sambung Ibra.

Aku terbelalak, menoleh ke Ibra yang masih fokus menyetir, apa benar, kok bisa?.

"Daripada kamu bengong, mending kamu isepin kontolku aja" suruh Ibra.

"Sial, ude gila dari mana? nggak akan nyembuhin wasirku, nggak mau" tolakku dengan tegas.

"Udah ... cobain dulu" pinta Ibra

"Alesan kamu aja pengen diisep tititnya" gerutuku.

"Heh ... jorok ya udah gede ngomongin titit" ucap Ibra

"Apaan coba kalo bukan titit?" tanyaku.

"Kalo masih kecil ya titit, kalo udah gede itu Kontol hahahaha" Ibrahim tertawa keras, benar-benar bodoh.

"Udahlah, kamu tuh berisik, antengnya kalo dibikin enak doang" ledekku.

Tanganku segera meremas gundukkan yang ada di selangkangan Ibra, ia mendesah, tepat seperti yang kukatakan, dia hanya bisa diam jika dibuat enak. Aku melorotkan resleting Ibra, penisnya sudah menegang, kukeluarkan dari sangkarnya, tanpa basa-basi kulumat saja sekalian.

"Ughhhhhh ahhhh ... edan, jago banget nyepongnya" sesah Ibra sambil tetap fokus menyetir.

"Awas ya kalo kenapa-kenapa, aku nggak mau mati kecelakaan dalam keadaan nyepongin kamu" ancamku melepas hisapan mulutku di batangnya.

"Iya janji, aku bakal fokus, terusin! cepetan!" ucap Ibra tidak sabaran.

Aku kembali melanjutkan untuk menghisap penis milik Ibra yang memang sangat kugilai, Ibra sedikit memundurkan badannya, memberiku ruang untuk lebih bisa mengoralnya dengan serius.

"achh ... ouchh shit, emppphhh" lenguh Ibra.

Aku terus menghisap penisnya dengan cukup kuat.

Hisap

Sedot

Kocok

Seruput

Hisap

sedot

Kocok

Seruput

Slurppppp Slurppppp

Menit berjalan berganti jam, sialan lama sekali, rongga mulutku jadi kaku.

Tapi kenapa rasa mual diperutku hilang, apa iya obatnya, ah ... tidak mungkin, aku kan belum meminum obat yang diberikan Ibra, sadarlah Gabriel, ini hanya sugesti, tidak mungkin karena menghisap milik pria arab ini, mual diperutmu jadi hilang, tidak mungkin.

"Lamaaa!!" teriakku kelelahan, aku sudah tidak sanggup lagi.

Ibrahim malah tertawa.

"Udah, lain kali aja, tutupin dong resletingnya, nanti mau masukin gigi malah masukin kontol kan nggak lucu" celetuk Ibra tertawa lagi. "Pelan-pelan, kalo kejepit nanti kamu kangen ngerasain" tambahnya lagi.

Aku menurut saja perintahnya, pelan-pelan kumasukkan lagi kejantanannya ke dalam celana, lalu kututup lagi resleting Ibra.

"Udah sana minum dulu obatnya, itu sirop, terus tablet bungkus merah sama ijo semuanya diminum sebelum makan, kata dokternya begitu" ujar Ibra lagi, namun kali ini jauh lebih manis, tangannya dengan hangat mengacak acak rambutku.

Nafasku tercekat, apa-apaan ini, kenapa jantungku berdegup kencang sekali.

_________________________________________


Load failed, please RETRY

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C3
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ