Doren menunggu Aimee di luar bilik kamar mandi wanita.
Terus melihat tangannya dengan gelisah dan tidak paham.
"Aku sudah berulang kali katakan. Jangan bertingkah aneh dan mengacaukan penampilanmu," seru Doren mengingatkan.
"Padahal kau tahu Alfin tidak pernah senang jika pernampilan sekretarisnya kacau!" tambah Doren begitu pengertian.
Aimee menjawab teguran itu dengan kata-kata singkat.
"Ya. Aku tahu. Aku minta maaf."
Namun, ucapan maaf ini tidak pernah membuat Doren puas.
"Datang dengan penampilan berantakan dan aneh. Kau kira, Alfin tidak akan menegurmu? Memberikan peringatan keras dan mungkin akan..."
Belum selesai Doren menyudahi ucapannya. Pintu bilik sudah terbuka. Menghadirkan sosok Aimee yang terlihat sedih dan tidak bersemangat. Aimee menatap Doren nanar.
"Mungkin apa, Doren?" tanya Aimee meminta Doren melanjutkan kalimatnya.
Doren diam sejenak.
"Akan memecatku karena dia punya 1001 alasan untuk memecat sekretarisnya yang aneh dan kurang waras?" sambung Aimee.
Meletakkan pakaiannya dia samping wastafel. Aimee menatap penampilannya yang sudah jauh lebih baik.
"Terima kasih atas pakaian yang kau pinjamkan ini. Aku berjanji akan mengembalikannya segera setelah mencucinya sampai bersih."
Aimee menatap manik mata Doren dari dalam cermin.
"Tapi, semoga saja aku tidak mengembalikannya di luar kantor." ucap Aimee lirih.
Doren mengerutkan keningnya.
"Diluar kantor? Kenapa? Kau ingin mengajakku pergi ke suatu tempat untuk menebus hutang budi dan rasa terima kasihmu?"
Menggeleng lemah dan tidak dalam posisi ingin bercanda.
Aimee menjawab serius pertanyaan Doren.
"Bukan. Aku hanya merasa yakin akan dipecat. Dan tidak ada asalan untukku mengembalikan pakaianmu di dalam kantor."
Doren mendesah.
"Aimee~~" merasa tertekan dan ikut frustasi.
"Masalah ini tidak sebesar ketakutanmu. Jadi, jangan terlalu dipikirkan! Dan percayalah, jika Alfin tidak akan memecatmu hanya karena masalah ringan!"
Aimee tersenyum datar.
"Ya. Seandainya saja hanya masalah ringan ini yang aku lakukan padanya."
Doren menatap Aimee heran.
"Apa ada masalah lain? Dan kau belum menceritakannya padaku?" tanya Doren cemas.
Ketar-ketir setiap kali Aimee mulai putus asa.
Aime menggeleng.
"Bukan apa-apa. Tapi, memangnya pakaianku seburuk itu? Kenapa dia bersikap begitu berlebihan? Aku 'kan hanya bermaksud untuk..."
Belum selesai Aimee menuntaskan ucapannya.
Doren berteriak.
"Aimee!! Kenapa dengan kulit lehermu?"
Aimee bergerak reflek menutupi lehernya. Lupa alasan lain dia mengenakan pakaian aneh.
"Oh, my god! Aku lupa! Bagaimana ini? Aku tidak bisa membiarkan alergiku dilihat orang-orang. Mereka akan mempertanyakannya dan merasa risih. Belum lagi aku harus menjawab pertanyaan mereka satu persatu."
Doren ikut gelisah.
"Jadi ini sebabnya kau mengenakan sweater aneh itu di cuaca seterik ini dan rok panjang?" tebak Doren.
Tidak masalah memang jika Aimee ingin mengenakan rok panjang. Selama rok itu termasuk pakaian yang enak dipandang dan tidak mengundang kerutan di kening siapapun.
Sehingga Alfin tidak akan mungkin menegur Aimee dengan cara seperti tadi.
Menyuruhnya langsung berganti pakaian dan menyingkirkan jauh-jauh pakaian yang sudah old-style.
Doren berusaha memberikan keteguhan pada Aimee.
"Tenang. Jangan panik dan percayalah aku punya cara untuk mengatasinya dengan lebih elegan. Karena kau beruntung lukanya hanya berada di bagian leher."
Doren mengambil salah satu stok aksesories pakaiannya. Mengeluarkan Syal dan langsung membantu Aimee mengenakannya.
"Sekarang segalanya terlihat jauh lebih baik. Lukamu ditutupi dengan sempurna dan tampilanmu jadi semakin modis. Jangan lupa untuk memperbaiki sedikit riasanmu agar tetap natural."
Aimee mengangguk senang.
Beruntung memiliki seorang teman yang dapat diandalkan dalam hal penampilan. Aimee juga tidak akan bercerita soal memar lain di bagian tubuhnya yang lain agar tidak membuat Doren cemas.
"Lalu, apa lukanya sudah kau obati? Butuh salep yang lebih ampuh atau pergi ke dokter kulit?" tanya Doren.
Mungkin bermaksud akan merekomendasikan satu dokter hebat yang Doren kenal. Aimee buru-buru menggeleng.
"Tidak perlu karena aku sudah mengoleskan banyak obat. Dan dalam waktu dekat, aku yakin alergi ini akan menghilang. Aku hanya sedikit sulit mengatasi rasa gatalnya. Tapi hanya kadang-kadang. Jadi, tidak perlu cemas."
Aimee memberikan tatapan sangat berterima kasih.
"Lalu, terima kasih atas ide syal ini. Dan aku memang super bodoh karena tidak bisa memikirkan ide sederhana namun cemerlang ini. Berkutat hampir setengah jam, bagaimana aku bisa menutupi penampilanku agar tidak mencolok atau mencuri perhatian."
Doren membalasnya cepat.
"Kau malah mengundang lebih banyak perhatian daripada yang semestinya!"
Terkekeh dan membenarkannya. Doren mengajak Aimee keluar dari toilet.
Kembali ke meja kerja mereka dan mempersiapkan meeting pagi.
***
Tatapan Alfin terus mengganggu Aimee. Sudah sekitar setengah jam. Dan Alfin belum juga mengalihkan perhatiannya dari Aimee.
Memberikan kesan misterius dan sulit dibaca.
Bukan karena penampilan Aimee yang jauh lebih baik. Karena bagaimanapun pakaian baik pinjaman yang dia kenakan. Tidak akan memberi banyak pengaruh para penampilannya yang selalu biasa saja.
Kemeja mustard lengan panjang yang Aimee gulung rapi sampai siku. Rok knee lenght abu-abu yang senada dengan syal Aimee kenakan. Lalu bagian bawah kemeja yang sengaja Aimee masukan ke dalam rok.
Seharusnya menciptakan pujian atau ucapan selamat untuk Aimee karena telah berhasil menciptakan kata harmonis dan cocok dalam penampilan Aimee hari ini.
Tapi, apa-apaan tatapan sinis Alfin itu?
Dia masih marah karena Aimee mengata-ngatainya semalam?
Tidak terima dan tidak sabar ingin memberikan hukuman kejam pada Aimee.
Ketika sepupunya, Harry Miles sedang berpidato di depan. Merencanakan seluruh hasil kerja para pekerja dan kontribusi tambahan apa yang akan diberikan sebagai balasannya.
Lalu yang terpenting setelahnya, pekerjaan tambahan apa yang akan menjadi fokus utama dan perhatiannya.
***