บท 201: Tersangka terakhir.

Malam di Tokyo yang masih terbias cahaya remang gemerlap di ujung tiang Menara tinggi. Ibuku memiringkan tubuhnya lalu berucap, "Tidurlah! Besok kita akan jalan-jalan dan berkumpul sepuasnya, lusa ibu sudah berangkat ke Indonesia."

Aku mendengar ucapan ibu yang mendesis tanpa lupa beserta harapan, sedangkan mataku masih melirik punggung ibuku dengan segaris senyuman.

"Huuuft, waktu ini seakan cepat berlalu," dengusku menghela napas panjang.

Aku dan ibu sama-sama tertidur di malam yang sangat dingin, apalagi ibuku yang baru saja merasakan cuaca yang sangat dingin.

Tiba-tiba, "Ha—cim!!" jerit ibuku menyelimuti dirinya.

Aku mendengar bersin ibuku yang mengubah dirinya menjadi tak berdaya.

"Apa ibu merasa kedinginan? Dulu aku juga pernah merasakan hal semacam itu, kepalaku sampai tidak bisa menahannya, aku mengalami flu tinggi ketika itu, apalagi di tahun kemarin, wabah datang menghampiri, jadi aku hanya merawat diri sendiri dengan banyak minum vitamin dan obat," ujarku.