"Fayez, apa kamu masih nggak mau nerima jaket dari aku?."
Fayez membalikkan tubuhnya. Ia menatap Dania yang sudah berdiri di depannya dengan tatapan yang susah di mengerti.
"Ini." Dania mengulurkan sebuah paper bag yang sama dengan yang tadi pagi ia bawa. Berharap Fayez mau menerima paper bag nya itu.
"Udah lo cuci?," tanya Fayez.
Dania mengangguk, "Udah. Lo cek aja sendiri."
Laki-laki itu menurut. Ia mengambil paper bag dari tangan Dania dan merogohnya. Melihat dan mencium jaket itu untuk memastikan bahwa Dania telah mencucinya dengan benar.
"Oke. Udah bersih dan gak ada lagi sisa dari badan lo."
Dania tertegun mendengar ucapan Fayez yang menyayat hatinya. Namun ia memejamkan mata untuk meredam rasa kesal yang mulai menjalar.
"Tenang Dania. Fayez kan emang orangnya kayak gitu. Lo nggak boleh nyerah." Ia menatap kepergian Fayez yang jaraknya telah sedikit menjauh. Meski perkataan yang keluar dari mulut Fayez lumayan pedas, namun sepertinya gadis itu justeru menikmati.
Terlihat dari cara ia menatap punggung Fayez. Padahal hanya sebuah punggung, tapi bisa membuat Dania tersenyum selebar lapangan bola.
"Semoga wangi tubuh gue bisa lo inget terus," gumam Dania dan berbalik menuju kelas.
Di tempat persembunyiannya Fayez melihat Dania yang tengah tersenyum dan menggumam sesuatu. Jarak yang terlalu jauh membuat Fayez tak mendengar apa yang tengah Dania katakan.
"Sori, Dan. Mungkin sikap gue ini bikin hati lo nyeri. Gue cuma nggak mau lo tau perasaan gue yang sebenarnya."
"Ngapain lo di sini?."
Tubuh Fayez terhenyak. Saat sedang asyik melamun, ada saja orang yang mengganggunya dengan tidak sopan.
"Bukan urusan lo," jawab Fayez pada Galang.
Galang pun merasa curiga. Ia ikut melihat tempat yang sedari tadi Fayez perhatikan. Namun ia tidak dapat melihat apa pun.
"Lo ngapain di sini?," tanya Galang lagi.
"Untung Dania udah pergi," batin Fayez.
"Heh, gue ngomong sama lo. Ngapain lo di sini?."
"Bukan urusan lo."
Galang mendengus kesal. Bukannya mendapat jawaban, Fayez justeru malah meninggalkannya pergi sendirian.
"Temen gue aneh banget," gumam Galang menggelengkan kepalanya.
***
Kali ini Dania dapat bernafas dengan lega. Karena Fayez pada akhirnya mau menerima jaket yang sudah ia pinjam kemarin.
"Walaupun omongan Fayez sedikit nyakitin, tapi gue nggak apa-apa. Cinta gue nggak akan luntur buat dia."
Cinta memang buta. Tidak peduli kalau hatinya sakit sedikitpun. Andai saja Dania sadar, untuk apa ia harus jatuh cinta pada lelaki yang memiliki mulut pedas.
"Dania, lo udah kasih jaket itu ke Fayez." Siska bertanya dan ikut berjalan di samping Dania. Kebetulan yang sangat menakjubkan. Di mana mereka bertemu di lorong yang sama setelah tadi Siska pamit pergi ke kantin.
"Udah. Untung aja dia mau nerima jaket dari gue," jawab Dania yang sudah menyomot makanan yang dibawa sahabatnya itu.
"Setelah apa yang Fayez lakuin sama lo, apa lo masih tetep cinta sama dia?."
"Iya, lah! Gila aja gue nyerah."
Siska mengangkat bahu acuh. Ia sudah menduga sebelumnya. Dasar cinta!
"Tapi menurut gue ya, kayaknya Fayez udah mulai ada sesuatu sama lo."
"Sesuatu apa?." Dania menghentikan langkahnya, dan begitupula dengan Siska. Mereka berdiri di tengah-tengah koridor yang lumayan sepi.
"Dari cara dia minta maaf sama lo. Kayaknya dia udah nggak gengsi gitu."
Dania terlihat berpikir dan mengingat. Memang ada yang janggal dari wajah Fayez tadi pagi. Laki-laki itu bahkan menatapnya dengan lekat. Meskipun ia tahu, tatapan itu kosong dan tak memiliki makna apa-apa.
"Udah lah, gue nggak mau berharap terlalu banyak. Lagian si Fayez itu orangnya dingin, gak mungkin dia suka sama cewek," kata Dania dan kembali melanjutkan langkahnya.
"Maksud lo, dia suka sama cowok?."
"Ya gak gitu juga, Siska. Menurut gue, kalau diliat dari gerak-gerik, ekspresi wajah, tatapan mata, dia itu tipe cowok yang gak gampang jatuh cinta."
"Kalau itu gue setuju. Dia itu dingin banget. Atau jangan-jangan, dia punya masa lalu yang buruk?."
"Masa lalu yang buruk?," tanya Dania sebari menatap Siska.
"Iya. Kayak di novel-novel gitu, lho. Sikap yang dingin tercipta karena masa lalu yang buruk."
Dania memutar bola matanya jengah. Ia pikir ini di dunia khayalan!
"Lo mending jangan keseringan baca novel, deh. Rusak otak lo," cibir Dania dan berjalan cepat mendahului Siska.
"Rusak? Perasaan gue kalau baca novel suka senyum-senyum sendiri. Masa otak gue rusak?."
***
"Wihh.. Fayez bawa apaan tuh?." Agus berseru di tempat duduknya tatkala melihat Fayez memasuki kelas sebari menenteng paper bag.
"Makanan, makanan, makananan!," imbuh Sahroni sebari memukul-mukuli meja yang terbuat dari kayu.
"Berisik!," ucap Fayez dan duduk di kursi kebangaannya.
Samudera meloncat dari meja yang tadi ia duduki lalu merampas paper bag dari tangan Fayez.
"Wihh.. Jaket!," pekik Samudera seolah menemukan barang yang paling berharga sejagat raya.
"Balikin!."
"Jaket siapa tuh?," tanya Agus penasaran.
"Ini tuh jaket yang Fayez pake buat nyelamatin Dania."
Wajah Fayez berubah menjadi merah padam. Malu rasanya karena Samudera membeberkan semua di hadapan teman-temannya.
Agus dan Sahroni saling melempar pandang tanpa berbicara apa-apa.
"Tunggu, bantu Dania? Emang Dania kenapa?," tanya Sahroni pada akhirnya.
"Jadi gini... "
"Sam, balikin!."
Samudera menoleh. Fayez sudah menatapnya dengan kedua mata terbuka lebar. Ia pun meneguk ludah dengan kasar dan kembali memberikan paper bag beserta isinya pada Fayez.
"Sam, apaan? Lo gak mau cerita sama kita?," ucap Sahroni lagi.
"Uhm.. Lain kali aja, ya." Samudera menggaruk kepalanya yang tidak terasa apapun.
"Ah, payah. Waktu kita terbuang sia-sia karena udah nunggu lo ngomong." Agus mencibir dengan wajah kurang bersahabat.
"Emang waktu lo berapa yang terbuang?."
"Lima menit. Dan itu sangat berharga. Dengan lima menit, gue bisa dengerin lagu sampe beres, gue bisa makan lemper sampe abis."
"Alah.. Lima menit doang, gak akan kerasa apa-apa," sungut Samudera dan kembali duduk ke kursi miliknya.
"Gue jadi iri sama Fayez. Karena jaketnya bisa dipake sama Dania," celetuk Sahroni yang membuat Fayez mengekerutkan kening.
"Sama, Sah. Gue juga iri. Lo pasti tau lah, wangi badannya si Dania itu gak ada yang nandingin dan nyamain. Wanginya beda, beuh... Kalau seandainya jaket gue yang dia pake, itu gak akan cuci lagi."
Fayez dibuat penasaran dengan apa yang dikatakan Agus dan Sahroni. Apa iya, wangi tubuh Dania seperti itu? Tapi.. Kalau diingat-ingat, memang Fayez mencium wangi yang tak biasa jika berada di dekat Dania.
"Lo semua tenang aja. Suatu saat lo berdua bisa minjemin baju ke Dania." Samudera menyela diantara obrolan kedua makhluk ajaib yang mendambakan sosok Dania.
"Tapi kapan?!," tanya Agus frustasi.
"Lebaran monyet!."