"Sari, memangnya di jidatku ini ada tulisannya dilarang nanya?" tanya Dimas dengan senyum renjana yang terus saja tersungging di bibir ranumnya. Bagaimana tidak terjadi karena dia seakan diberikan hadiah tak terkira oleh semesta, bisa dejat dengan Sari seperti ini, tidak ada sekat pemisahnya sungguh adalah hal yang paling tidak berani Dimas mimpikan sebelumnya.
Sekarang Dimas menyadari kalau, cinta yang tepat akan datang di saat yang tepat dan di waktu yang tepat. Jika ini hanya mimpi, Dimas berharap kalau dia akan bangun lagi. Tapi rasanya ini bukanlah mimpi karena kedua kaki Dimas masih berpijak dengan sangat sempurna di atas tanah.
Tawa Dimas juga Sari menggema di seluruh sudut ruangan perawatan bunda dari Arsi tersebut. Tapi hal tersebut tidak berlangsung lama setelah Sari menatap Dimas dengan tatapan datar, sedatar jalan tol.
"Kamu--"