ดาวน์โหลดแอป
59.25% MENGEJAR CINTA MAS-MAS / Chapter 64: MCMM 63

บท 64: MCMM 63

Happy Reading ❤

Malam itu Banyu terbangun dengan perasaan resah. Dilihatnya Aidan tertidur pulas di sampingnya. Ada apa ya? Kenapa aku tiba-tiba terbangun. Dilihatnya jam di ponsel menunjukkan pukul 3.00. Apakah sesuatu terjadi pada Senja? Dia baik-baik saja kan disana?Banyu segera bangun dan mengambil wudhu lalu melaksanakan shalat malam. Setelah selesai ia bangunkan Aidan untuk melaksanakan shalat malam.

Banyu menuju ruang makan dan dilihatnya Aminah sedang membuat risoles. Di sebelahnya Nabila ikut membantu.

"Kok sudah bangun?" tanya Aminah.

"Habis shalat bu. Nggak tau nih perasaan kok kurang enak. Kayak gelisah gitu."

"Semalam pasti tidurnya nggak baca do'a." ledek Nabila. Banyu langsung mengacak rambut Nabila dengan gemas.

"Kamu kali yang tidur nggak baca doa."

"Mas Banyu tuh yang kayak gitu. Gimana mau baca doa kalau sebelum tidur yang dipegang hp, bukan al qur'an. Semalam aja mas Banyu ketiduran, hpnya masih dipegang. Habis chatting ya?"

"Kamu lagi banyak pikiran?" tanya Aminah. "Masalah SP1? Kok kamu bisa dapat SP1 itu gimana ceritanya?"

"Ah, nggak papa. Banyu bikin kesalahan di kampus. Sering datang telat."

"Bu, Gladys nggak pernah kesini lagi?"

"Cieee... ngapain tanya-tanya? Kangen ya mas?" ledek Nabila sambil tersenyum menggoda sang kakak.

"Anak kecil nggak usah kepo," balas Banyu.

"Masih kesini kok, tapi nggak sesering dulu. Dan sebelum kesini dia pasti tanya dulu kamu ada di rumah atau nggak. Dia lebih sering janjian di luar sama Aidan dan Nabila, lalu sama-sama menemui ayahmu."

"Oh ya bu, kemarin om Agus bilang kalau ayah boleh pulang. Menurut dokter kondisi ayah membaik. Bahkan dokter menyarankan ayah diajak menghirup udara segar."

"Wah, bagus dong kalau boleh pulang. Itu artinya ada progress positif."

"Om Agus ajak kami menemani ayah saat ke Malaysia untuk berobat. Boleh ya bu?"

"Bagaimana sekolah kalian?"

"Kebetulan jadwal berobat ayah pas banget dengan longwiken. Lagipula ayah bilang, pengen banget ajak kita jalan-jalan sebelum beliau... " Mata Nabila berkaca-kaca. Tanpa terasa air mata menetes di pipinya.

"Hush.. jangan mikir yang aneh-aneh. Kalau kamu mendadak galau, doakan beliau."

"Bu, weekend besok kak Gladys mau ajak kita dan ayah ke vilanya yang di Bogor. Ibu mau ikut? Dek Daffa juga ikut lho bu."

"Kalian saja yang pergi. Kebetulan ibu ada rapat di sekolah."

Nabila dan Aminah membicarakan Pramudya tanpa menyertakan Banyu dalam percakapan. Tanpa berkomentar Banyu berjalan ke ruang tamu. Ya Allah, kenapa perasaan gelisah ini tak juga hilang. Apakah terjadi sesuatu pada Senja? Banyu menyalakan ponselnya dan tak lama kemudian sudah tersambung dengan Senja.

"Ada apa Nyu?" tanya Senja setelah mereka bertukar salam. "Kok jam segini telpon aku."

"Nggak pa-pa. Kamu baik-baik saja kan?"

"Baik Nyu. Insyaa Allah besok aku balik ke rumah papa mama. Mereka sudah balik."

"Alhamdulillah kalau begitu. Aku akan menemuimu kalau kamu sudah balik."

"Nyu, kamu telpon aku dini hari begini bukan sekadar menanyakan kabar kan. Ada apa?"

"Kangen."

"Halah lebay. Nggak usah kayak bocah ah. Oh iya Nyu, sudahan dulu ya. Itu diajak tadarusan sama Nyai sebelum subuhan."

Setelah menutup telpon Banyu masih termenung. Kenapa rasa gelisah ini tak juga hilang padahal sudah mendengar suara Senja. Ada apa ini? Tiba-tiba terlintas sebuah nama di pikirannya. Nama yang akhir-akhir ini ia coba hapus dari kepalanya. Ah, dia pasti baik-baik saja. Tadi malam kan baru daja chatting, Banyu berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

⭐⭐⭐⭐

"Dek, ayo makan dulu buburnya. Ini bukan makanan rumah sakit kok. Tadi eyang uti sengaja memasakkan bubur kesukaanmu. Kata eyang uti, biar kamu cepat sembuh." Cecile berusaha menyuapi bubur.

"Nggak mau, Mi. Mulut adek pahit." tolak Gladys.

"Dys, Elo jangan begini dong. Nanti kamu tambah lama sembuhnya." Khansa ikut membujuk Gladys.

"Mulut gue pahit, Sa. Kepala gue juga berat banget."

"Dek, jangan zhalim sama tubuhmu." Ghiffari menasihati. "Kamu harus kuat apapun permasalahan yang lo hadapi. Kalau tau kamu bakal jadi cewek lemah model gini gara-gara Banyu, abang nggak akan merestui kalian."

"Bang, ini bukan salah Banyu. Ini salah Adis karena nggak bisa tegas menolak Lukas."

Tiba-tiba pintu ruang perawatan terbuka dan Lukas masuk dengan wajah khawatir. Setelah salaman dengan Praditho dan Cecile, Lukas langsung menghampiri Gladys.

"Sayang, kamu kenapa? Maaf aku baru dengar kamu sakit. Itupun karena perawat mengenalimu sebagai tunanganku."

Tanpa ragu Lukas mencium kening Gladys di hadapan semua orang. Kemudian berdiri di samping tempat tidur sambil menggenggam tangan Gladys. Sementara tangannya yang lain mengelus kepala Gladys. Semua yang ada di dalam ruangan itu saling pandang melihat Lukas bersikap mesra pada Gladys.

"Aku nggak papa kok mas. Cuma capek aja." Lukas langsung menelpon sebuah nomor.

"Sus, tolong bacakan status nona Gladys Mariana Praditho. Dia calon istri saya." Lukas terdiam sambil mendengar penjelasan dari seberang sana.

"Bagaimana bisa kamu bilang baik-baik saja. Kamu kena DBD, typhus, tensi rendah, berat badanmu kurang, dan gerd-mu kambuh. Apa itu baik-baik saja?" tanya Lukas galak. Kalau sudah begini aura dokternya terpancar kuat.

"Beneran... aku nggak papa. Hanya disuruh istirahat saja kok."

"Itu kenapa sarapannya belum dimakan?"

"Dia nggak mau makan, nak Lukas. Padahal mami sudah bawain makanan kesukaan dia," Cecile yang menjawab pertanyaan Lukas.

"Iya nanti aku makan. Tapi nanti. Mulutku masih pahit banget. Mas, kapan aku bisa keluar dari sini?"

"Astaga... kamu tuh baru masuk hari ini tapi sudah minta pulang? Kamu tahu nggak sih kalau kamu benar-benar sakit?" tanya Lukas geram.

"Aku nggak suka rumah sakit. Bikin engap aja. Boleh ya besok aku pulang?"

"Nggak. Kamu akan tetap disini sampai kondisi normal. Kalau kamu mau cepat sembuh, kamu harus makan." tegas Lukas. Yang lain menahan tawa saat melihat wajah Gladys yang menderita.

Lukas mengambil mangkok bubur yang dipegang oleh Cecile. "Mami, sini biar Lukas coba menyuapi dia."

"Ih apaan sih. Nggak usah pakai disuapin. Memangnya aku anak kecil," protes Gladys. Namun protesnya tak dipedulikan oleh Lukas. Ia mengambil sesendok bubur dan menyorongkannya ke mulut Gladys.

"Apa aku harus menyuapinya dengan mulutku langsung ke mulutmu?" tanya Lukas sambil menatap dalam mata Gladys.

Tiba-tiba saja jantung Gladys tak mau diajak kompromi dengan berdebar seperti musik disco. Posisi wajah Lukas kini mulai mendekat. Gladys panik. Gimana nggak panik, kalau nafas hangat dan bau mintnya mulai menerpa wajah Gladys.

"Oke.. oke.. aku akan makan. Dan kamu nggak usah modus gitu. Dokter kok mesum," omel Gladys untuk menutupi kegugupannya. Semuanya tertawa melihat drama satu babak itu.

"Nah begitu kan lebih enak. Aku akan suapi kamu sampai makanan ini habis. Lalu kamu harus minum obat dan istirahat." Dengan telaten Lukas menyuapi Gladys hingga makanannya habis, kemudian memberikan obatnya.

"Sekarang kamu istirahat saja dulu. Aku harus praktik dan visit beberapa pasien. Selesai praktik aku akan kembali kesini." Lukas mencium punggung tangan Gladys dan kemudian dengan lembut mencium lama keningnya. "Kamu jangan kangen ya sepeninggalku nanti."

Sepeninggal Lukas, ruangan mendadak ramai. Mereka semua menggoda Gladys yang kini mukanya merah padam karena malu.

"Ciieee... cieee.. calon suami idaman banget tuh." ledek Ghiffari.

"So sweet banget sih. Jadi baper lihatnya." Khansa sibuk memukuli lengan suaminya karena gemas melihat adegan tadi.

"Jadi ingat dulu ya diajeng. Waktu aku sakit, kamu juga begitu." Praditho memeluk bahu Cecile.

"Tuh dek, husband material banget deh si Lukas itu. Calon menantu dan suami idaman." Cecile ikut menggoda Gladys.

"Apaan sih kalian. Biasa aja deh. Wajarlah dia baik, dia kan dokter. Harus baik sama pasien." elak Gladys dengan wajah merah padam seperti kepiting rebus.

"Tapi kamu kan bukan pasien dokter Lukas, dek. Kamu kan nggak sakit jantung. Atau jangan-jangan setelah ini kamu jadi pasien poli jantung." Ledek Ghiffari.

"Abang norak deeeh.. Nggak usah pakai ngeledek bisa nggak sih?" Semua tertawa melihat Gladys merengek karena malu.

⭐⭐⭐⭐

Banyu bolak balik melihat jam tangannya. Malih yang berdiri di sampingnya ikutan senewen. Dia ikut-ikutan melihat ke lengannya padahal dia nggak pakai jam.

"Nyu, elo kenapa sih?" Malih akhirnya nggak tahan dan bertanya pada Banyu.

"Nggak papa bang."

"Lagi nungguin apaan sih?" Bang Malih kepo. "Lo ada janji sama orang? Ya sudah sono lo berangkat. Urusan kios insyaa allah aman."

"Ah, nggak papa kok bang. Gue cuma lagi nunggu kabar aja."

"Dari pacar lo ya Nyu?" ledek Malih.

"Gue mah nggak punya pacar bang."

"Lah itu si nona gedongan apa kabarnya?" Banyu hanya angkat bahu.

"Lagi berantem ya sama dia? Biasanya muka lo cerah. Tapi beberapa hari ini muka lo kusut banget kayak baju belum disetrika."

"Capek aja bang."

Tiba-tiba ponselnya berdering dan muncul nama Gibran. Gibran? Tumben Gibran telpon, biasanya dia cuma chatting. Pasti ada sesuatu.

"Assalaamu'alaykum bro."

"W'alaykumussalaam. Ada apa Gib? Tumben lo telpon gue."

"Gue cuma mau sampaikan pesan Gladys. Dia bilang sore ini nggak bisa ketemu elo."

"Kenapa bukan dia sendiri yang kasih tahu gue? Biasanya kan dia langsung telpon atau chatting gue."

"Marah kali dia sama elo."

"Ooh... Eeh.. Gib, boleh gue ngobrol sebentar sama dia?"

"Orangnya lagi tidur. Tadi habis dzuhur dia langsung tidur. Efek obat kali ya jadi bikin ngantuk."

"Obat? Gladys sakit, Gib? Sakit apa? Sejak kapan? Perasaan semalam dia masih baik-baik saja chatting sama gue."

"Baru tadi pagi masuk rumah sakit. Tadi pagi gue nemuin dia pingsan masih pakai mukenanya di atas sajadah." Banyu terkejut mendengar berita dari Gibran.

"Kok bisa sakit gitu?"

"Stress gara-gara elo." jawab Gibran santai namun mengena di hati Banyu. Benarkah sebesar itu impact permasalahan kami?

"Kenapa bisa gitu? Gue dan adik lo kan belum lama kenal. Bahkan bisa dibilang hubungan kami baru sebulan belakangan ini menjadi dekat."

"Lo pikir?! Lama-lama gue emosi nih ngadepin kalian. Hubungan kalian kayak layangan. Tarik ulur teruuuss!"

"Harusnya adik lo bahagia dong. Ada pria yang sangat mencintai dia, mau menikahi dia dan pastinya selevel sama keluarga kalian."

"Nyu, dari dulu elo nggak berubah ya. Kapan elo akan berjuang buat kebahagiaan lo sendiri?"

Gue akan berjuang tapi bukan untuk adik lo. Gue akan berjuang untuk Senja. Maafin gue, Gib.

"Sorry Gib kalau gue sudah bikin adik lo kecewa."

"Bukan cuma Gladys yang kecewa sama elo. Gue, bang Ghif dan papi. Kita semua kecewa sama elo. Lo pikir kenapa adik gue bisa stress? Dia itu mencintai elo. Bahkan sangat mencintai elo. Gue nggak pernah melihat dia mencintai seorang pria sampai kayak begitu. Sayangnya dia jatuh cinta pada pria yang salah."

"Gue nggak bermaksud begitu. Gue sendiri nggak sangka hubungan kami akan berkembang seperti itu. Namun disaat di hati gue tumbuh rasa, adik lo malah menguak luka lama dengan menerima lelaki itu."

"Adek gue nggak pernah menerima Lukas. Dia cuma cinta elo Nyu. Bahkan yang gue dengar dari Khansa, dia sampai rela mempermalukan dirinya buat menyelamatkan elo dari tukang pukulnya Awan. Gue nggak tahu elo ada masalah apa sama Awan, tapi gue yakin pasti ada hubungannya dengan Senja."

"Dimana Gladys dirawat?"

"Elo nggak perlu tau. Biar dia menyembuhkan luka di hatinya. Jangan salahkan dia kalau seandainya nanti dia memilih pergi meninggalkan elo. Dan bukan hal mustahil pada akhirnya dia memilih orang yang mencintainya karena dia yakin orang itu nggak akan menyakitinya."

Banyu termenung setelah pembicaraannya dengan Gibran selesai. Ya tuhan aku harus bagaimana? Senja membutuhkanku, demikian juga Gladys. Mengapa aku dihadapkan pada dua pilihan sulit ini. Mengapa ada yang terasa nyeri saat mendengar perkataan terakhir Gibran. Ada rasa tak rela mendengar ada pria lain mendekatinya

⭐⭐⭐⭐


ความคิดของผู้สร้าง
Moci_phoenix Moci_phoenix

Hmm... mulai gregetan gak sih sama Banyu? Samaaa....

Ayo vote, gift dan commentnya utk menyemangati author

Load failed, please RETRY

สถานะพลังงานรายสัปดาห์

Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
Stone -- หินพลัง

ป้ายปลดล็อกตอน

สารบัญ

ตัวเลือกแสดง

พื้นหลัง

แบบอักษร

ขนาด

ความคิดเห็นต่อตอน

เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C64
ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
  • คุณภาพงานเขียน
  • ความเสถียรของการอัปเดต
  • การดำเนินเรื่อง
  • กาสร้างตัวละคร
  • พื้นหลังโลก

คะแนนรวม 0.0

รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
โหวตด้วย Power Stone
Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
Stone -- หินพลัง
รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
เคล็ดลับข้อผิดพลาด

รายงานการล่วงละเมิด

ความคิดเห็นย่อหน้า

เข้า สู่ ระบบ