Sialnya, yang dia cari tak juga dia temukan. "Samara ... lama - lama kau membuat ku gila. Benar - benar gila." Bersamaan dengan itu langsung meninggalkan restaurant, akan tetapi baru beberapa langkah langsung terhenti akibat rasa hangat yang melingkupi pergelangan tangannya dengan sangat kuat. Dengan segera menolehkan wajahnya sehingga beradu tatap dengan sepasang siluet abu - abu yang menghujaninya dengan ketajaman penuh.
"Earl ... " lirihnya. Namun, bibir ranum masih saja membentuk garis lurus dengan tatapan menelisik.
"Hai, aku ini bukan penjahat. Kenapa kau menatapku seolah aku ini penjahat yang hendak kau adili, hah?"
"Apa yang Kak Calvin lakukan di sini, hah?" Tanyanya dengan suara meninggi.
"Tentu saja makan. Masa iya berenang. Ngacau."
"Aku serius, Kak Calvin."
"Aku juga serius, Earl." Sambil mengusap kasar puncak kepala. Dengan segera menghempas lembut beriringan dengan mencondongkan wajahnya ke depan. Tatapannya menajam berpadukan dengan bisikan yang terdengar sarkastik. "Bohong! Aku tahu bahwa Kak Calvin sedang berbohong kan? Apa yang kak Calvin lakukan di sini? Jawab!"
Hembusan nafas lelah mengiringi deru nafas Calvino, bersamaan dengan itu merangkum pipi Calista dengan penuh rasa sayang. "Dengarkan Kak Calvin ya, Earl. Keberadaan-" seketika menghentikan kalimat ketika tanpa sengaja menangkap sosok yang paling dia benci yaitu, Leonard Fidel Christiano.
Dengan kasar menarik pergelangan tangan Calista menuju sebuah koridor yang jauh dari jangkauan siapa pun. "Kak Calvin, lepas dunk! Sakit tahu!" Bentak Calista dengan suara meninggi. Namun, protesnya tak juga di indahkan oleh sang kakak. Calvino masih saja menghujaninya dengan tatapan tajam mematikan.
"Jangan menatap Earl dengan tatapan seperti itu." Kesal Calista. Meskipun begitu siluet coklat tak juga melembut. "Jadi, kau datang berdua dengannya, hah?" Berpadukan dengan cengkeraman kuat pada lengan Calista. Tak ayal Calista langsung merintih kesakitan atas sikap sang kakak. "Auch ... sakit, Kak. Lepas!"
"Jawab, Earl!" Desis Calvino.
"Apa yang harus aku jawab, hah? Memangnya salah kalau aku dan Leo selalu bersama - sama? Ingat ya, Kak. Aku dan Leo bekerja di kantor yang sama jadi, hal yang sangat wajar kalau kami selalu terlihat bersama. Lagi pula kenapa kau sangat membencinya, hah? Dia itu lelaki terbaik yang pernah Earl kenal. Leo, bukan lelaki seperti yang kau tuduhkan selama ini."
Calvino merapatkan tubuhnya hingga memaksa Calista mundur selangkah demi selangkah. Kini, Calista sudah tidak bisa lagi melarikan diri ketika terhimpit di antara dinding. Bersamaan dengan itu wajah Calvino semakin dicondongkan ke depan berpadukan dengan tatapan tajam mematikan.
"Kau boleh saja memujanya hingga ke langit tujuh. Itu karena kau tidak tahu kebusukan apa saja yang sudah dia perbuat dibelakang mu, Nona Calista Earle Kafeel." Aku jamin setelah kau tahu. Kau pun tidak akan sudi mengenal siapa itu, Leo. Lanjutnya dalam hati.
"Kalau begitu apa kebusukannya, hah? Katakan!" Bentak Calista dengan suara meninggi.
"Kau!" Geram Calvino.
Keributan yang terjadi di koridor telah menghentikan langkah kiara yang saat itu hendak menuju lounge. Tanpa ada niatan untuk mengintip. Langkah kakinya semakin mendekat.
Seketika membeliakkan tatapannya dengan menutup mulutnya sendiri ketika dihadapkan pada pemandangan yang langsung menusuk ke kedalaman matanya.
"Itu Earl kan? Tapi, lagi sama siapa ya?" Lirih Kiara. Bersamaan dengan itu dia pun semakin mendekat untuk mendengar dengan jelas apa saja yang keduanya perbincangkan. Satu hal yang Kiara yakini bahwa keduanya sedang terlibat ke dalam pertengkaran. Dan hal tersebut terlihat nyata melalui sorot matanya.
Sialnya, Matius datang disaat yang sama sekali tidak tepat. Kiara tampak membuang kasar nafasnya dan bersamaan dengan itu langsung menghujani Matius dengan tatapan menajam. "Kau sendiri apa yang kau lakukan di sini, hah?"
"Hai, Nona Kiara Larasati. Pertanyaan tidak dijawab dengan pertanyaan."
"Ga penting banget sih kau ini. Minggir!" Kesalnya beriringan dengan langkah kaki meninggalkan Matius di belakangnya. "Kia, tunggu dunk!" Teriaknya.
Tak ayal suara Matius terdengar oleh Calista. Shittt, jadi ada yang mendengar perbincangan ku dengan, Kak Calvin. Umpatnya.
Kilau abu - abu nya menajam sebelum meninggalkan sang kakak yang masih saja menghujaninya dengan tatapan nanar. Entah sampai kapan tatapan Calvino seperti ini. Yang jelas punggung ramping sudah hilang dari pandangan.
Dihembuskannya nafas berat yang dia buang secara perlahan dan bersamaan dengan itu melenggang menuju lift yang akan mengantarkannya turun pada lantai di mana area parkir berada.
Dengan perasaan kesal dilajukannya mobil Calista dengan kecepatan tinggi membelah pusat Kota Surabaya. Saat ini tujuan Calvino bukan lagi apartement, akan tetapi sebuah tempat yang bisa mengurangi rasa penat yang kian menghimpitnya ke dalam rasa sesak berkepanjangan.
Sialnya, bayang akan Kiara tak juga mau lenyap dari ingatannya. Tanpa Calvino tahu, Kiara juga memikirkannya. Hanya saja bedanya, Kiara tak terbelenggu ke dalam rasa penasaran akan sosok Calvino. Namun, lebih ke hubungan yang terjalin antara Calvino, dengan Calista.
Aku sangat yakin bahwa yang ku lihat tadi itu ... kekasihnya, Earl. Wajah keduanya pun sangat mirip bahkan bagaikan pinang di belah dua. Eits, tapi tunggu. Earl, kan sudah pacaran sama, Leo. Masa iya Earl selingkuh? Ah, itu tidak mungkin. Tapi, lelaki bule tadi siapa nya Earl ya? Wajahnya sangat mirip? Atau jangan - jangan ... dia itu saudara kembarnya? Ah, itu lebih tidak mungkin. Leo, pernah memberitahu ku bahwa Earl, Anak tunggal. Ah, sudahlah lagi pula buat apa juga ikut campur ke dalam urusan mereka. Batin Kiara, bersamaan dengan itu menyesap minuman kesukaan.
Tidak nyaman dengan tatapan Kiara yang intens telah memaksa siluet abu - abu melemparinya dengan ketajaman penuh. "Apakah ada yang salah dengan penampilan ku?"
Kiara menggeleng.
"Lalu, kenapa kau menatap ku-"
"Memangnya tidak boleh kalau aku mengagumi kecantikan sahabat ku sendiri, hum?" Potong kiara berpadukan dengan kerlingan mata.
Sorry, Earl. Sorry ... aku tidak bermaksud membohongi mu. Lanjut Kiara dalam hati.
"Oh, iya sayang aku dengar bahwa Calvino masih-" seketika menghentikan kalimat ketika bermanjakan tatapan Calista yang menyilau penuh ancaman. Sadar akan rasa tak nyaman yang menyelimuti kekasih tercinta. Leonard langsung mendekat berirama dengan bisikan lembut. "Sorry, sayang. Aku tidak bermaksud membongkar status mu dihadapan, Kiara."
"Jaga sikap mu!" Desis Calista.
"Kenapa juga kalian ini bisik - bisik sih?" Kesal Kiara. Tak ayal suaranya pun telah memancing Leonard, dan juga Calista menolehkan wajahnya secara bersamaan.
"Biasalah, Kia. Urusan cinta." Jawab Leonard asal berpadukan dengan kerlingan mata.
"Huh, kalian berdua ini malah mesra - mesraan di depan ku. Ingat, ini kantor bukan tempat pacaran." Kesal Kiara beriringan dengan langkah lebar meninggalkan keduanya.
🍁🍁🍁
Next chapter ...
Hai, guys!! Terima kasih ya masih setia menunggu kelanjutan dari cerita Calvino. Dukung selalu dengan memberikan power stone atau komentar, karena itu sangat berarti untuk kelanjutan dari cerita ini. Peluk cium for all my readers. HAPPY READING !!