"Tambah kecepatannya!" Perintahnya pada Khair.
"Baik, Sir." Jawab Khair, dan bersamaan dengan itu langsung melajukan mobil dengan kecepatan tinggi menuju pesawat jet yang sudah menunggui kedatangannya. Pesawat jet yang akan mengantarkan seorang Calvino Luz Kafeel ke tanah kelahiran yaitu, Indonesia.
Setelah menempuh perjalanan beberapa menit. Kini, mobil yang membawanya pergi telah sampai di bandara. Khair, bergegas membukakan pintu mobil berirama. "Silahkan, Sir." Yang dibalas dengan seulas senyum hangat.
Langkahnya semakin lebar memasuki badan pesawat dengan di ekori oleh beberapa bodyguard. Yang Calvino inginkan saat ini adalah ingin segera tiba di Indonesia dan memastikan secara langsung bahwa sang adik dalam keadaan baik - baik saja.
Calvino terlihat sedang menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi dengan mata terpejam. Namun, dia tidak benar - benar tidur karena pikirannya masih saja melayang jauh memikirkan tentang wanita bernama, Kiara Larasati.
Calvino masih saja dibuat bertanya - tanya tentang siapa itu, Kiara Larasati? Dan apa hubungannya dengan sang adik tercinta?
Satu hal yang mengganjal di dalam benak Calvino adalah siapa sebenarnya wanita itu dan bagaimana bisa sang adik sampai terlibat ke dalam permasalahan pelik dengan wanita yang sangat berbahaya seperti itu.
Entah sudah berapa lama tenggelam ke dalam pikiran sendiri yang jelas ponselnya berdering dengan menampilkan nama Kenan. Dengan segera mengangkat panggilan tersebut. "Berita penting apa yang ingin kau sampaikan hingga menghubungi dilarut malam begini, hah?"
"Sorry, Sir. Saya tidak bermaksud mengganggu waktu istirahat Anda."
"CEPAT KATAKAN, BODOH!" Bentak Calvino dengan suara meninggi.
"Nona, masih belum bisa dihubungi, Sir."
"Cari tahu bodoh! Pastikan bahwa Nona dalam keadaan baik - baik saja."
Berita yang baru saja Kenan sampaikan telah memancing amarah seorang Calvino hingga umpatan demi umpatan meluncur begitu saja. Dari tadi dia tidak bisa tenang dan berita yang Kenan sampaikan inipun semakin membuatnya tenggelam ke dalam himpitan rasa sesak.
Oh, Earl. Kau di mana sayang? Kenapa ponsel mu masih saja tidak bisa dihubungi? Sembari mengusap kasar wajahnya berulang kali.
Demi menepis rasa khawatir, dia pun memanjakan mata dengan layar laptop mencari informasi tentang Kiara Larasati melalui sosial media. Sialnya, beberapa informasi yang terpampang nyata disana tak memberi banyak informasi bahkan satu foto pun sama sekali tidak dia temukan selain hanya segelintir informasi yang menjelaskan bahwa Kiara Larasati bekerja di Grand Pierce Hotel dengan menjabat posisi penting sebagai F&B Manager.
"Shittttt, sama sekali tidak berguna." Ucapnya entah paada siapa karena nyatanya dia sedang sendirian.
Melihat Tuan muda sedang sendirian, sang pramugari mendekat dengan langkah gemulai berirama dengan suara seksi yang terdengar sensual. "Permisi, Sir."
Calvino langsung mendongakkan wajahnya. Meskipun bibirnya tidak mengucap satu kata pun. Namun, sorot matanya menyilau tajam seolah berkata, ada apa? Cepat katakan!
Sang pramugari langsung menggigit bibirnya hingga terlihat sangat seksi dan menggiurkan. Jika lelaki yang ada dihadapannya ini bukanlah Calvino Luz Kafeel, maka wanita ini sudah diseret ke kabin. Sayangnya, apapun godaannya sama sekali tak mempengaruhi keteguhan hati seorang Calvino. Justru dia merasa jijik hingga tanpa sadar membentak. "Cepat katakan, bitch!"
Disuguhi rahang mengeras berpadukan dengan sorot mata nyalang telah membuat tubuh sang pramugari menggigil ketakutan. "Sorry, Sir. I just want to offer you whether you need anything?" (Maaf, Tuan. Saya hanya ingin menawarkan apakah Anda membutuhkan sesuatu?)
Tanpa mengatakan satu kata pun, siluetnya menajam penuh perintah tak terbantahkan supaya wanita tidak tahu diri itu segera enyah dari hadapannya.
"Yes, sir. Excuse me." (Baik, Tuan. Saya permisi."
Dasar wanita hina tak tahu malu. Umpatnya dalam hati.
Setelah mengudara selama beberapa jam. Kini, sampailah dia ke tempat tujuan. Dan disinilah Calvino saat ini, memijakkan kembali kakinya di Negeri kelahiran.
Seharusnya kedatangannya ke Negeri ini berbalut dengan kebahagiaan. Sialnya, hal itu tidak dia rasakan. Kedatangannya ke Negeri ini telah dibalut dengan emosi memuncak akibat seorang wanita bernama Kiara Larasati yang telah menyeret adik tercinta ke dalam bahaya.
"Tambah kecepatan!" Perintahnya pada Kenan.
"Baik, Sir." Dan bersamaan dengan itu mobil melaju dengan kecepatan tinggi sehingga tak berselang lama mobil yang membawanya pergi telah memasuki parkiran apartement. Dengan segera membukakan pintu mobil berpadukan ucapan. "Silahkan, Sir." Calvino tidak membalas ucapan Kenan.
Wajahnya masih saja mengeras berpadukan dengan langkah lebar menuju lift yang akan membawanya naik pada lantai paling atas, lantai di mana kamar Calista Earle Kafeel berada.
Shitttt, umpatnya sembari memukulkan tangannya ke dinding ketika dihadapkan pada satu kenyataan bahwa lift yang membawa naik pada lantai paling atas terasa sangat lambat.
Calvino tak pernah bisa merasa tenang sebelum melihat secara langsung bahwa sang adik dalam keadaan baik - baik saja. Ingin rasanya segera sampai dan membawa pemilik tubuh ramping tersebut ke dalam pelukan. Sialnya, dia masih saja terjebak di dalam sini.
Berulang kali ekor matanya melirik pada pergerakan angka yang semakin naik hingga terdengar bunyi, kling. Bersamaan dengan itu pintu lift terbuka lebar menandakan bahwa dia sudah sampai pada lantai paling atas. Dengan langkah tergesa langsung menuju kamar Calista.
Sialnya, kedatangannya ke apartement Calista sangat dikejutakan dengan tidak adanya Calista didalam apartement tersebut, begitu juga dengan wanita bernama, Kiara Larasati.
Tanpa dapat terelakkan lagi berbagai pikiran buruk pun langsung meracuni pikirannya. "Kenan!" Panggilnya.
"Iya, Sir." Ucapnya sembari membungkukkan badan.
"Dimana, Ms. Earl?"
"Nona, sedang berada dikantor."
"Ms. Kiara?"
"Ms. Kiara, kembali ke rumahnya tadi pagi sebelum keberangkatan Nona ke kantor."
"Dasar bodoh!" Sembari menggebrak meja berpadukan dengan tatapan tajam mematikan. "Harusnya info sepenting ini kau sampaikan, Kenan!"
"I'am sorry, Sir."
"Kumpulkan semua informasi mengenai Ms. Kiara dan juga tunangannya."
"Baik, Sir. Saya permisi." Sebelum melenggang dari hadapan Tuannya, terlebih dulu membungkukkan badan sebagai salam hormat. Namun, baru beberapa langkah sudah dihentikan oleh suara bariton sehingga Kenan pun langsung berbalik menghampiri Tuannya. "Iya, Sir."
Iris coklat menyilau tajam penuh dengan perintah tak terbantahkan. "Jangan sampai, Ms. Earl mengetahui akan hal ini. Mengerti?!"
"Baik, Sir."
"Hm, pergilah!"
Dan setelah kepergian Kenan, dia tengah menuju gazebo dengan mendudukkan bokongnya pada kursi panjang sembari menengadahkan kepalanya ke atas. Ditatapnya langit - langit beriringan dengan pikiran yang masih saja melayang jauh memikirkan siapa itu, Kiara? Dan ... bagaimana bisa wanita bernama Kiara itu sampai bertunangan dengan seorang kriminal?
Pertanyaan - pertanyaan itulah yang terus menerus bersarang didalam benaknya. Apakah Calvino peduli dengan, Kiara? Sama sekali tidak! Yang dia pedulikan adalah saudara kembarnya, Calista Earle Kafeel.
🍁🍁🍁
Next Chapter ...
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan membaca dengan serius.