“Tunggu, kau ingin mengajak Ibu makan malam dengan siapa?”
Aneh rasanya mencoba menjelaskan hal ini kepada Ibu, tetapi karena aku harus segera pergi untuk makan malam di rumah Bramantyo (dan aku berasumsi Aqmal sedang menunggu kedatanganku), aku harus menjelaskannya dengan cepat.
“Dengan sepupu Adib. Dia wali Adib, kurasa. Adib tidak tinggal bersama orang tuanya. "
“Siapa yang membesarkannya?” Ibu bertanya heran.
Sebenarnya itu pertanyaan yang bagus. Namun mengingat kembali sepertinya Adib tidak pernah diperlakukan seperti orang seusianya oleh Aqmal, aku sedikit keberatan untuk mengakuinya. “Oleh keluarga sepupunya,” jawabku. Ya, aku dalam misi berbeda kali ini—merayu Ibu agar mau memenuhi undangan Aqmal.
“Sepupunya lebih tua darinya?”
“Ya. Aku pikir usianya sekitar tiga puluh lebih.”
Ibuku mengangguk-angguk menanggapi itu.
“Ngomong-ngomong, Ibu bisa pergi atau tidak? Sepupunya ingin aku mengundang Ibu makan malam, besok, dan aku harus memberi tahu dia sekarang."