Arloji menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Tak ada yang dipikirkan oleh Jaka selain suasana hati yang hancur dan kepala yang terasa sangat nyeri saat itu. Sebungkus rokok telah ia habiskan malam itu, juga beberapa gelas kopi hitam pahit kesukaannya. Tak ada yang dapat mengembalikan ketenangannya di rumah. Jadi ia mulai berpikir untuk keluar sebentar dan menghirup udara segar. Beberapa menit berselang setelah ia menghabiskan batang terakhir rokoknya, ia melihat Inem menuju ruang tamu berniat mengunci gerbang depan dan pintu masuk.
"Inem," panggil Jaka yang tengah terduduk di ruang tamu. "Kamu mau ngunci rumah?"
"Iya," jawab Inem singkat saja.
"Gerbang depan sama pintu sini nggak usah dikunci. Biar aku yang ngunci nanti," pinta Jaka.
"Oh, iya-iya."
"Aku memang nggak tahu siapa kamu. Tapi, kamu mungkin juga nggak tahu siapa aku ..."