Adit tengah berada di samping brankar tempat Putri terbaring. Fahri memilih untuk pulang ke rumah, karena ia ingin kedua orang tuanya sadar dan meminta maaf atas perbuatannya pada, Putri. Di kediaman Putra, Fahri masuk ke dalam rumah dan mencari kedua orang tuanya. Saat menemukan kedua orang tuanya tengah duduk di ruang keluarga sambil tertawa. Fahri langsung mengepal kedua tangannya karena kesal, Putri tengah berada di rumah sakit karena ulah dari Nyonya Dina. Tapi wanita paruh baya itu terlihat santai saja dan terlihat seperti tidak melakukan kesalahan apapun.
"Bunda! Putri tengah di rumah sakit dan kalian tertawa di ruang keluarga ini. Di mana hati nurani kalian sebagai seorang orang tua? Anak perempuan kalian tengah dirawat di rumah sakit, untung saja jari dia tidak patah Bunda. Kenapa kalian berdua keterlaluan banget sih? Cukup, cukup di masa lalu kalian menyiksa Putri. Sekarang minta maaf kepada Putri, atas kesalahan yang sudah kalian lakukan. Putri sakit Bunda, Ayah, dia membutuhkan kita. Dia membutuhkan dukungan kita agar bisa melawan penyakitnya, tapi apa? Bunda mengatakan perkataan yang menyakitkan hati adikku. Aku tidak terima, pergi ke rumah sakit dan minta maaf kepada Putri.." tegas Fahri.
Nyonya Dina dan Tuan Dani terkejut melihat anak pertamanya yang membela Putri. Sejak kapan Fahri perhatian pada anak bungsu mereka. Biasanya pria itu selalu menindas adiknya, tapi kenapa sekarang Fahri malah membela Putri. "Kamu sudah luluh dengan akting gadis itu? Sadar Fahri, dia hanya memanfaatkan kamu. Dia akting agar kamu luluh padanya dan akhirnya dia bisa memanfaatkan harta kamu. Lihatlah Putra dia sudah berani membentak kedua orang tua kandungnya demi gadis penyakitan itu. Ia sih, gadis penyakitan itu kembarannya, tapi apa boleh seorang anak membentak kedua orang tuanya karena kembarannya yang penyakitan itu? Kamu juga ingin menjadi anak durhaka seperti adik kembar mu? Buka mata kamu Fahri, dia hanya berakting. Apa yang terjadi padanya itu adalah ganjaran untuknya. Jadi jangan pernah menyuruh Bunda untuk meminta maaf kepada gadis penyakitan seperti dia. Bunda gak mau dan tidak akan pernah Sudi meminta maaf padanya!" tegas Nyonya Dina yang langsung masuk ke dalam kamar.
"Puas kamu melihat Bunda mu kecewa?" tanya Tuan Dani.
"Jangan mau dibodohi oleh gadis penyakitan itu. Nanti kamu menyesal, setelah tahu dia berakting dan memanfaatkan mu untuk membiayai pengobatannya.." lanjut Tuan Dani yang langsung menyusul sang istri yang ada di dalam kamar.
Fahri hanya diam dan mengepal kedua tangannya. Ia benar-benar kesal melihat keras kepala kedua orang tuanya. Ia juga berpikir kenapa ia membela Putri, yang jelas-jelas sedari dulu dia tidak pernah menyukai adik bungsunya itu. Pria itu langsung masuk ke dalam kamar dan membanting pintu kamarnya tersebut. Fahri mencampakkan semua barang yang ada di atas meja. Ia mengacak rambutnya dengan frustasi, kenapa ia harus peduli dengan Putri yang berada di rumah sakit? Itu yang membuatnya sangat kesal.
"Sialan! Perasaan apa ini?!" teriak Fahri yang seperti merasa sedih melihat adiknya berada di rumah sakit.
***
Di sisi lain, Putra masuk ke ruang UGD dan membawa dua botol minuman untuk dia berikan kepada Adit. Kembaran Putri duduk di samping Adit yang tengah menatap Putri yang tengah tertidur. "Minum dulu bang," tawar Putra.
Adit mengambil botol minuman tersebut dan berterima kasih pada kembaran sang kekasih. Mereka berdua meneguk minuman tersebut, dan tiba-tiba saja dokter masuk untuk memeriksa keadaan Putri. Adit kaget saat melihat wajah dokter yang memeriksa kekasihnya tersebut.
"Adit? Bukankah dia kekasih kamu? Ya ampun tangannya kok bisa diperban gini, Om ganti perbannya ya.." ucap Tuan Tirta.
Ya, dokter itu adalah Tuan Tirta selingkuhan dari sang ibu. Adit hanya diam dan mengepal kedua tangannya, ia benar-benar kesal melihat wajah selingkuhan dari Nyonya Winda tersebut. Putra yang melihat tangan Adit yang mengepal, langsung menatap raut wajah Adit yang tiba-tiba saja berubah menjadi datar. Putra menyadari tatapan Adit sangat tidak menyukai dokter yang tengah memeriksa keadaan Putri. Tuan Tirta membangunkan Putri, dan menyuruh gadis itu untuk duduk. Setelah itu ia mengganti perban yang ada di tangan Putri.
Adit hanya diam menatap datar ke arah Tuan Tirta. Putri yang melihat tatapan dari sang kekasih, langsung mengusap wajah Adit dengan lembut. "Kamu istirahat aja, aku baik-baik aja kok. Putra juga istirahat, pasti kalian capek.." ucap Putri.
"Aku gak ngantuk kok, jadi jangan khawatir.." balas Adit.
"Iya, aku juga enggak ngantuk kok.." sahut Putra.
Putri hanya bisa menghela nafasnya saja dengan pelan, dia terkejut saat melihat memar yang ada di leher Adit. "Leher kamu kenapa?" tanya Putri dengan raut wajah yang sangat khawatir.
"Gak kenapa-napa kok.." balas Adit sambil tersenyum manis.
Tuan Tirta menatap ke arah leher Adit dan ia terkejut saat melihat memar di leher pria tampan tersebut. "Nanti Om obatin ya," ujar Tuan Tirta.
"Gak perlu, ini hanya memar biasa. Apa sudah selesai mengganti perban kekasih saya?" Jawab Adit.
"Sudah," balas Tuan Tirta menatap Adit yang terlihat memasang wajah datar.
"Baiklah, terima kasih sudah mengganti perban kekasih saya.." lanjut Adit menatap kearah Putri yang tengah menatapnya.
Tuan Tirta menganggukkan kepalanya dan berjalan keluar dari UGD. Ia terkejut melihat sikap Adit yang tiba-tiba berubah 180° padanya. Saat bertemu di cafe Adit terlihat sangat ramah, namun kenapa saat ini Adit berubah 180° padanya. Tuan Tirta menghela nafasnya dengan, kemudian ia berjalan masuk ke dalam ruang kerja miliknya. Di dalam ruangan tersebut ada Nyonya Winda yang tengah menunggu Tuan Tirta memeriksa pasien.
"Lama banget sih.." ucap Nyonya Winda yang memeluk lengan Tuan Tirta dengan manja.
"Maaf ya, tadi harus memeriksa keadaan pasien. Makanya lama, yaudah kita makan ya aku laper banget.." jawab Tuan Tirta.
Nyonya Winda menganggukkan kepalanya dan mereka berdua keluar dari ruang kerja Tuan Tirta menuju kantin rumah sakit. Saat berada di kantin rumah sakit, mereka duduk di meja khusus untuk dokter dan Tuan Tirta langsung mengambilkan makanan untuk sang kekasih. Tanpa sengaja Nyonya Winda menatap Adit yang baru saja masuk ke dalam kantin. 'Kenapa anak itu ada di sini? Jangan-jangan Kang Dimas ada di rumah sakit ini lagi?' batin Nyonya Winda.
Adit tanpa sengaja menatap kearah ibunya yang tengah berduaan dengan Tuan Tirta. Pria tampan itu memasang wajah datar, berjalan ke tempat orang yang menjual makanan. Ia mengabaikan keberadaan ibunya, ia sangat malas berbicara dengan ibunya saat ini. Setelah selesai membayar makanan ia berjalan keluar kantin sambil membawa makanan yang di jual di kantin rumah sakit.
"Kamu ingat, pria yang kita temui di cafe waktu?" tanya Tuan Tirta.
"Ingat, dia kenapa?" tanya Nyonya Winda.
"Dia ada di rumah sakit ini, kekasihnya terluka dan aku juga melihat di lehernya ada luka memar. Seperti itu luka siksaan, tapi aku tidak tahu siapa yang menyiksa pria itu. Kasihan sekali dia, apa jangan-jangan kedua orang tuanya yang menyiksa dirinya? Padahal dia pria yang sangat baik, aku akan mengobatinya dan tadi anehnya dia menatapku dengan tatapan datar. Terakhir kali aku bertemu dengannya, dia sangat ramah padaku. Apa aku pernah menyinggung perasaannya ya?" jelas Tuan Tirta.
"Mungkin dia lagi ada masalah, wajar dia seperti itu. Ya sudah lebih baik kamu makan, katanya mau periksa pasien lagi.." jawab Nyonya Winda dengan was-was.
Tuan Tirta menganggukkan kepalanya dan menyuapi makanan ke dalam mulut Nyonya Winda. Kedua orang itu terlihat sangat bahagia, namun disisi lain ada seorang pria paruh baya yang tengah duduk di tepi jendela dengan tatapan kosong. Ia memikirkan keputusan yang akan diambil ke depannya. Apakah ia akan mempertahankan pernikahannya dengan gadis yang ia cintai dan harus siap untuk sakit hati lebih dalam lagi? Atau dia harus melepas gadis pujaan hatinya, agar terlepas dari sakit hati tersebut?
Tuan Dimas menghela nafasnya dengan kasar dan meminum air yang ada di sampingnya. "Apa yang harus aku lakukan? Aku masih sulit untuk mengambil keputusan.." gumam Tuan Dimas.
Pria itu duduk di atas kasur, dan melihat ponselnya yang terletak di samping kasurnya dalam keadaan mati. Tuan Dimas kembali menghela nafas dan keluar dari kamar miliknya.
Di rumah sakit
Putri sudah tertidur di ruang UGD, Adit dan Putra tengah duduk di depan ruang UGD sambil menjaga gadis cantik tersebut. Tuan Tirta dan Nyonya Winda mendekati kedua pria tampan tersebut. Putra tersenyum ramah ke arah Tuan Tirta dan Nyonya Winda, sedangkan Adit hanya diam dan setia duduk di kursi tunggu. "Kekasihmu sudah beristirahat?" tanya Tuan Tirta.
Adit hanya diam, "sudah dokter, terima kasih sudah mengganti perban kembaran saya.." sahut Putra yang menatap Tuan Tirta.
"Sama-sama, kalau begitu saya dan kekasih saya pergi dulu ya. Jangan lupa istirahat Adit, dan kamu juga jangan lupa istirahat.." balas Tuan Tirta yang menatap Adit.
Putra tersenyum dan menatap kearah Nyonya Winda, ia seperti pernah melihat wanita yang ada di samping Tuan Tirta tersebut. Nyonya Winda menatap kearah anaknya yang sedari tadi hanya diam, kemudian Tuan Tirta langsung mengajak sang kekasih untuk keluar dari rumah sakit dan mampir ke rumahnya. Adit yang mendengar itu langsung tersenyum remeh, dan menatap Tuan Tirta dengan tatapan yang sangat datar.
"Saya permisi," ucap Adit menatap sang ibu.
Putra merasakan ada aura dingin yang dipancarkan oleh Adit pada Nyonya Winda. Ia juga melihat, pacar dari kembarannya ada kemiripan dengan Nyonya Winda. 'Asli ada kemiripan mereka, jangan-jangan ibunya?' batin Putra.
Pria itu berjalan masuk ke ruang UGD, karena ia sudah tidak tahan melihat wajah ibunya yang tengah bersama selingkuhan. Jika dia berlama-lama di depan Ibunya dan selingkuhan sang ibu, mungkin ia akan menghabisi Tuan Tirta saat itu juga. Putra mengikuti Adit, dan sebelum masuk ke dalam ruang UGD yang menatap kearah Tuan Tirta serta Nyonya Winda. "Permisi.." ucap Putra dengan senyuman manis miliknya.
.
To be continued.