Memikirkan kemungkinan kematian akan memisahkan kami membuatku dan Zero menangis semalaman. Kami berbaring sambil berpelukan tanpa memejamkan mata barang sedetik pun. Yang kami lakukan hanya berpelukan sambil menangis membayangkan suaru hari nanti kami akan berpisah. Baru kali ini aku memikirkan ini, semalam baik aku maupun Zero baru menyadari bahwa meskipun kami ingin hidup bersama selamanya, itu mustahil untuk dilakukan.
Terlalu banyak menangis, membuat kami tak menyadari pagi telah tiba. Karena bukan waktu yang tepat untuk terus menangisi sesuatu yang entah kapan akan terjadi, aku dan Zero memutuskan untuk kembali melakukan perjalanan seperti rencana awal. Desa tempat orang tua Zero tinggal sudah ada di depan mata, jadi inilah saatnya kami pergi ke sana untuk menemui mereka. Aku yakin Zero sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan orang tuanya.