Acara seminar sudah dimulai sejak satu jam yang lalu. Felicia duduk di antara beberapa siswa di sebuah aula sekolah. Tepat di sampingnya ada Maya yang duduk senang dengan senyuman yang tak berhenti diperlihatkan dari wajahnya. Sejak tadi, sahabat dari Felicia itu tak pernah berhenti memandang bintang tamu dalam seminar di sekolahnya itu.
"Aku baru melihat, ada seorang dokter yang sangat tampan seperti Dokter Felix Angelo. Rasanya aku rela menjadi kekasih gelapnya," bisik Maya pada gadis cantik di sebelahnya.
Bukannya mendapatkan dukungan, Maya justru mendapatkan cubitan pekan dari Felicia. Sontak saja, ia langsung membulatkan mata sembari menatap tajam sahabatnya itu.
"Apa-apaan kamu, Felicia?" protes Maya dengan wajah cemberut.
"Dokter Felix Angelo sudah beristri dan memiliki dua anak. Bagaimana kamu berpikir untuk menjadi kekasihnya?" sahut Felicia dengan suara lirih karena tak ingin membuat keributan di dalam aula.
Maya justru senyum-senyum tak jelas tanpa mengalihkan pandangan dari sang narasumber seminar itu. Baginya, seorang dokter yang sedang memberikan materi di depan podium adalah sosok lelaki idaman baginya. Bahkan ia telah melupakan status yang disandang oleh sang dokter tampan.
"Aku rela menjadi istri simpanan dokter tampan itu," gumam Maya tanpa mempedulikan nada protes yang dilontarkan sahabatnya sendiri.
"Dasar tidak waras!" balas Felicia pada sahabat dekatnya. Ia pun memutuskan untuk bangkit dari kursi itu lalu meninggalkan aula itu diam-diam. Rasanya terlalu bosan dan juga tak nyaman berada di antara banyak murid di sana.
Dengan langkah pelan dan sangat berhati-hati, sembari memandang sekeliling ... Felicia terburu-buru masuk ke dalam perpustakaan. Ia tak mempercepat langkahnya agar tak ada yang menyadari jika dirinya meninggalkan seminar itu.
Begitu sampai di dalam perpustakaan, Felicia merasa sangat lega. Ia pikir jika dirinya sudah sangat aman berada di dalam sana. Gadis itu pun mencari sebuah buku bacaan di rak paling pojok dalam suasana hening yang cukup menenangkan baginya.
"Apa yang kamu lakukan di sana, Felicia?" Sebuah pertanyaan dilontarkan seorang lelaki di dekatrak sebelahnya.
Sontak saja, Felicia sangat terkejut. Jantungnya seolah berhenti berdetak untuk beberapa saat. Ia tak pernah menyangka jika dirinya telah ketahuan meninggalkan seminar itu. Dalam wajah ketakutan, ia membalikan badannya untuk melihat sosok yang sudah menangkap basah dirinya. Begitu melihat sosok lelaki di belakangnya, gadis itu membulatkan matanya dengan sempurna. Ada perasaan malu yang tiba-tiba singgah di dalam hatinya.
"Pak James!" Hanya kata itu yang mampu terucap dari bibir seorang gadis yang baru saja tertangkap basah meninggalkan seminar di aula.
James bisa melihat ekspresi terkejut yang terlukis sangat jelas di wajah muridnya itu. Dia tak menyangka jika murid baru yang cukup menyita perhatiannya itu bisa meninggalkan sebuah seminar yang sedang digelar di sekolahnya.
"Mengapa kamu tak menghadiri seminar itu?" tanya James dalam sebuah tatapan tajam yang penuh arti.
"Lalu .... Bagaimana dengan Pak James sendiri? Mengapa Anda malah berada di sini? Bukankah itu sedikit kurang pas, mengingat Anda seorang wali kelas dan juga guru biologi?" Satu pertanyaan dari James justru mendapatkan balasan beberapa pertanyaan sekaligus dari Felicia. Ia merasa sangat aneh melihat James seolah sedang bersembunyi di dalam perpustakaan itu juga.
Mendengar pertanyaan dari murid didiknya, James tersenyum hangat dan mendekatkan dirinya pada Felicia. Rasanya sangat mengejutkan, saat seorang murid baru yang biasanya tak banyak bicara justru melemparkan beberapa pertanyaan sekaligus untuknya.
"Apakah saya harus menjawab pertanyaan itu, Felicia? Apa yang aku dapatkan jika menjawab pertanyaan itu semua?" Lelaki itu melemparkan pertanyaan balasan pada murid baru yang mampu menggetarkan hatinya.
"Apa maksud, Pak James?" Felicia sama sekali tak mengerti dengan maksud ucapan dari lelaki di depannya itu.
James kembali memandang lembut seorang gadis yang berdiri tepat di hadapannya. Ia bisa melihat kegelisahan di dalam diri Felicia. Wajahnya terlihat sangat bingung dengan keringat yang mulai membasahi kening. Dengan perlahan, sang guru biologi itu mengeluarkan sapu tangan dari saku celana panjangnya. Kemudian mengusap butiran keringat di kening gadis cantik itu.
"Mengapa kamu sangat berkeringat, Felicia? Apakah hatimu juga sangat berdebar?" goda James dalam sebuah senyuman hangat yang cukup menarik perhatian gadis di hadapannya.
"Apa yang Pak James ketahui dariku? Jangan menilai ataupun menebak apapun tentang diriku." Secepat kilat, Felicia langsung membalikkan wajahnya dari sang wali kelas. Walaupun yang dikatakan oleh James memang benar, ia tak ingin lelaki itu mengetahui tentang perasaannya. Bahkan Felicia merasa jika jantungnya akan segera meledak saat gurunya itu memandangi dirinya.
Walaupun tak terlalu yakin, James bisa merasakan jika Felicia sengaja menghindarinya. Padahal beberapa hari yang lalu, mereka berdua baru saja melewati momen kedekatan yang cukup menggetarkan hati. Sosok Felicia terlihat lebih dingin dari biasanya. Hal itu membuat James sedikit kecewa akan murid barunya itu. Ia masih sangat mengingat kejadian di ruang laboratorium. Gadis itu sama sekali tak menolak ketika ia ingin menciumnya. Sayangnya, kedatangan Maya saat itu menggagalkan momen romantis di antara mereka.
"Saya merasa, kamu sangat berubah, Felicia. Tidakkah kamu mengingat kedekatan kita saat berada di ruang laboratorium?" tanya seorang guru biologi itu.
Felicia tentunya mengingat sangat jelas, saat James hampir melakukan sebuah ciuman pertama untuknya. Bahkan ia masih bisa merasakan betapa berdebar-debar hati dan juga jantungnya saat itu.
"Maaf, sepertinya Anda salah paham saat itu. Saya hanya terbawa suasana saja waktu di ruang laboratorium. Anggap saja itu adalah sebuah kesalahan kecil di antara kita berdua, Pak," terang Felicia tanpa mampu memandang mata lelaki yang sudah membuatnya jatuh hati itu.
Gadis itu bermaksud meninggalkan perpustakaan tanpa memandang wajah lelaki yang sudah membuat jantungnya seolah akan melompat keluar. Namun yang terjadi justru di luar dugaan. James malah menarik tubuh Felicia dan membawanya ke dalam pelukannya. Lelaki itu benar-benar tak tahan melihat sikap dingin yang ditunjukkan oleh murid barunya itu.
"Lepas, Pak James! Apa yang Anda lakukan?" Secara spontan, Felicia memukul pundak James. Ia sangat terkejut mendapatkan pelukan dadakan yang cukup menggetarkan dirinya.
"Kumohon! Diamlah sebentar saja!" pinta James pada seorang gadis yang berusaha untuk melepaskan diri dari pelukannya.
Begitu terlepas dari pelukan itu, Felicia berlari keluar dari perpustakaan. Ia langsung mengambil tas di dalam kelasnya dan menuju ke halaman parkir sekolah. Untung saja Alvaro sudah menjemputnya lebih awal. Bahkan kakak laki-lakinya itu sudah berdiri di samping mobil untuk menyambut kedatangan adiknya. Sebuah senyuman lebar merekah di wajah Felicia saat melihat Alvaro.
Di sudut yang lain, James melihat Felicia di jemput oleh seorang lelaki. Ia tak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas. Yang paling jelas, James bisa melihat jika lelaki itu sangat mesra pada anak didiknya. Seketika itu juga, hatinya merasa sangat sakit menyaksikan pemandangan itu.
Happy Reading