Pagi-pagi sekali, Felicia baru saja terbangun saat suara deru mesin mesin mobil yang sedang dipanaskan. Ia memandang dari balkon di kamarnya, terlihat Alvaro sedang menyiapkan mobil yang akan dipakainya untuk mengantar adik kesayangannya ke sekolah.
Tanpa sadar, gadis itu tersenyum sendiri bisa benar-benar kembali bersama kakaknya. Ada sebuah rona kebahagiaan yang terpancar dari sorot matanya. Felicia sangat bahagia bisa melihat saudara laki-lakinya yang sudah sangat lama tak berjumpa.
"Felicia! Cepat bersiap, kakakmu sudah menunggu di depan," teriak sang ibunda dari luar kamar.
"Baik, Ma. Aku akan segera turun." Felicia langsung bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Ia juga sudah tak sabar untuk berangkat bersama Alvaro. Gadis itu bahkan telah melupakan jika dirinya sedang memainkan sebuah peran yang sedang dilakoninya.
Dalam beberapa menit saja, Felicia sudah berpakaian seragam sekolah rapi dan riasan natural yang menambahkan aura cantik wajahnya. Ia berlari keluar untuk menyusul ibu dan kakaknya yang sudah lebih dulu menikmati sarapannya.
"Aku datang!" Felicia berlari sembari berteriak girang ke ruang makan. "Aku makan di kantin sekolah saja, Ma," ucapnya sembari membawa bekal makanan yang sudah disiapkan oleh Amelia.
Tanpa menunggu lagi, Felicia justru menarik Alvaro sekuat tenaga untuk mengajaknya segera berangkat. "Ayo, Kak! Kita berangkat sekarang," ajak gadis itu pada kakaknya yang paling tampan.
"Tunggu saja di mobil. Aku mau mengambil ponsel dan juga di dompet dulu." Alvaro kembali ke kamar untuk mengambil barang-barangnya.
Sedangkan Felicia tetap menunggu kakaknya itu di meja makan bersama ibunya. Gadis itu menyadari jika sejak tadi ibunya terus tersenyum ke arahnya. Ia pun menjadi sedikit risih dengan seorang wanita yang berprofesi sebagai dosen itu.
"Kenapa Mama terus menatap wajahku?" tanya Felicia pada ibunya, Amelia.
"Apakah salah jika Mama memandangi putrinya sendiri?" Amelia lalu beranjak mendekati anak perempuannya. Ia memberikan sebuah belaian lembut yang penuh kasih sayang pada Felicia. "Mama sangat bahagia bisa melihatmu bisa kembali ceria. Sudah sangat lama, Mama tak melihatmu begitu bersemangat dalam memulai hari," ujar Amelia pada anak perempuan kesayangannya.
Sontak saja, Felicia langsung memeluk ibunya. Dia sadar jika selama ini, ia tak pernah menunjukkan rona bahagia. Sejak kepergian Alvaro ke Singapura, gadis itu seakan telah kehilangan kebahagiaan di dalam hidupnya. Felicia merasa sangat sedih saat Felix Angelo mengirim kakaknya itu untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Ditambah lagi dengan larangan ayahnya untuk mengunjungi Alvaro ke luar negeri.
"Maafkan Felicia, Ma. Aku selalu saja membuat Mama menjadi sedih. Mulai sekarang, aku berjanji tak akan membuat Mama sedih lagi." Gadis itu mempererat pelukannya pada sang ibunda. Hingga Alvaro kembali ke sana, dua wanita beda generasi itu masih belum melepaskan pelukan mereka.
"Sepertinya kedatanganku ke rumah ini justru membuat kesedihan untuk kalian berdua. Haruskah aku kembali saja ke Singapura?" Tiba-tiba saja Alvaro mengatakan hal itu pada mereka. Dia tak ingin kehadirannya justru membuat keluarga bersedih.
Amelia dan anak perempuannya yang mendengar ucapan Alvaro, langsung memeluk lelaki muda yang terlihat sangat tampan itu. Mereka cukup kesal mendengar perkataan Alvaro yang sama sekali tak benar.
"Jika Kak Varo pergi dari rumah ini, aku juga akan ikut pergi," ucap Felicia dalam suara yang terdengar sangat sedih.
"Kami sangat bahagia bisa kembali bersamamu, Alvaro. Dengan susah payah Mama berusaha untuk membawamu kembali. Jika setelah kembali, kamu malah akan pergi ... lebih baik Mama yang pergi sejauh mungkin dari kalian," terang Amelia dengan air mata yang sudah tertahan.
Seketika itu juga, Alvaro merasa sangat bersalah pada dua wanita yang sangat disayanginya itu. Ia tak menyangka jika ucapannya itu justru menorehkan sebuah luka pada mereka berdua. Lelaki itu tentunya sangat menyesali ucapan yang sudah diungkapkannya tanpa berpikir panjang.
"Maaf, Ma. Aku tak bermaksud membuat Mama bersedih. Kakak juga minta maaf padamu Felicia. Kakak berjanji tak akan meninggalkanmu lagi." Sebuah ucapan tulus dan juga penuh arti terucap dari mulut Alvaro.
Amelia menghapus air mata di wajahnya lalu melepaskan pelukan dari kedua anaknya. Dia tak ingin semakin larut ke dalam kesedihan yang tak seharusnya dirasakan saat itu.
"Lebih baik kalian berangkat sebelum berangkat ke sekolah. Jangan sampai kamu terlambat mengikuti acara seminar itu. Bisa-bisa, papamu murka melihat kamu terlambat datang," peringat Amelia pada mereka berdua.
Akhirnya mereka berdua pamit pergi ke sekolah di mana Felicia belajar. Sepanjang perjalanan, pasangan adik dan kakak itu sama sekali tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mereka masih terbawa suasana sedih saat berada di rumah tadi.
Hingga tak berapa lama, mobil yang dibawa oleh Alvaro dan juga Felicia sudah memasuki gerbang sekolah yang berpagar tinggi dengan beberapa siswa yang terlihat berlalu lalang di sekitar sana
Begitu mobil berhenti, Alvaro sengaja keluar lebih dulu untuk membukakan pintu mobil untuk Felicia. "Silahkan, Tuan Putri," goda Alvaro pada seorang gadis cantik yang masih terlihat sedikit sedih.
"Terima kasih, Kak." Barulah Felicia bisa tersenyum setelah sang kakak sengaja menggoda dirinya. Setidaknya sebuah senyuman tulus berhasil menghilangkan kesedihan yang tadi begitu jelas di wajahnya.
Tak langsung masuk ke kelasnya, Felicia berdiri di depan Alvaro dengan tatapan tak rela. Sebenarnya ia masih ingin berlama-lama bersama kakak laki-lakinya itu.
"Masuklah! Sebelum orang-orang di sini akan memangsa kita," ledek Alvaro saat menyadari banyak orang yang sedang memperhatikan mereka berdua. Melihat Felicia tak rela ditinggal pergi, ia pun menghela nafasnya cukup dalam. Kemudian, membelai rambut adiknya itu penuh kasih sayang. Mungkin banyak orang yang akan menyangka jika mereka berdua adalah pasangan kekasih. Tatapan tulus dan juga penuh kasih sayang dari Alvaro, membuat setiap mata yang memandang menjadi sangat iri.
"Baiklah. Jangan lupa untuk menjemput aku tepat waktu, Kak," sahut Felicia sebelum meninggalkan seorang lelaki yang menjadi pusat perhatian di antara para penghuni sekolah.
"Baiklah, Sayang." Sambil senyum-senyum, Alvaro sengaja memperjelas kata terakhir dari ucapannya. Ia merasa tak nyaman saat semua orang memperhatikannya secara berlebihan. Tanpa menunggu lebih lama lagi, ia langsung meninggalkan halaman parkir gedung sekolah itu.
Di sisi lain, Felicia yang baru masuk ke dalam ruang kelas justru mendapatkan sambutan heboh dari teman-temannya.
"Apakah lelaki tadi adalah kekasihmu, Felicia?" tanya salah seorang dari mereka.
"Lelaki yang mengantarmu tadi sangat tampan, Felicia. Jika kamu bosan, langsung beritahu aku," sahut murid lainnya.
Masih banyak pertanyaan lagi yang cukup mengganggu ketenangan Felicia. Namun ia sama sekali tak menjelaskan siapa lelaki yang mengantarkannya ke sekolah itu. Bahkan di group chat antar siswa juga sudah sangat heboh. Foto kedekatan Felicia dengan seseorang yang sangat tampan sudah beredar luas di seluruh penjuru sekolah.
Happy Reading