Layaknya bersikap seperti biasanya. Rafael malam itu datang dengan senyum yang lebar. Mengecup puncak kepala Nadila kemudian memeluk Savira dari belakang. Ia mencium pangkal leher istrinya seakan tidak pernah terjadi apa-apa.
"Maaf, telat," kata Rafael. Ia belum melepaskan kedua tangannya yang masih memeluk Savira.
"Hmm, gak apa-apa," balas Savira.
Senyumnya seakan terpaksa. Ya, tapi setidaknya dia masih mampu tersenyum.
Mengabaikan Rafael, Savira menata makanan di atas meja dan memanggil Nadila.
"Nadila, sayang. Makan dulu, abis itu sikat gigi cuci muka terus bobok, ya?!" Savira menghampirinya, menggendong anaknya di depan.
Rafael tersenyum tipis. Berpikir kalau Savira mungkin sedang kelelahan. Apalagi akhir-akhir ini dia berada di toko selama seharian.
Setelah berkutat di dalam kamar selama sepuluh menit. Rafael keluar dengan pakaian yang sudah berganti. Berjalan menuju meja makan, Rafael ikut duduk bersama dengan Nadila dan Savira.