Bab 233
Juna duduk berhadapan di dalam kamar, yang telah menjadi saksi kemesraan yang pernah kami lewati, sekaligus saksi dari malam-malam yang kulewati dalam derai air mata. Dia duduk di tepi ranjang, Juna menarik kursi di hadapannya. meraih tangan Raina, menciumnya beberapa saat. Mencoba menghirup baunya, lalu menyimpannya rapat dalam ruang memori.
Tangan inilah, yang dulu pernah membelaiku dengan penuh cinta, menarikku ketika terjatuh, dan menghapus air mataku ketika aku rapuh. Tangan ini juga, yang dulu telah menjabat tangan Papa, untuk mengambil alih beban tanggung jawabnya atasku.
"Maafkan aku Raina, jika selama mendampingi mu, telah banyak melakukan kesalahan." Bagaimanapun, aku bukan laki-laki sempurna bukan? Mungkin ada andilku atas keadaan rumah tanggaku saat ini.
"Ijinkan aku pergi!" Juna menatap Raina. Air mata meluncur dari kedua matanya.
" Apa kau ingin meninggal ku? " tanya Raina air mata telah berderai