Sinar matahari menembus jendela kaca. Cahayanya yang terang membuat Haya terbangun. Haya membuka matanya perlahan. Tubuhnya terasa segar setelah tidur dengan nyenyak. Apa mungkin karena semalam ia minum satu kaleng bir?
Setelah mengumpulkan kesadarannya, Haya mulai berpikir. Semalam ia duduk di taman setelah gagal mengungkapkan perasaannya pada Ethan. Lalu sekarang ia tidur di kasur besar nan empuk. Jelas ini bukan kasurnya. Haya memandang langit-langit kamar tempat ia berada. Langit-langit itu dipenuhi ukiran berwarna emas.
Haya langsung bangun. Ia duduk di atas kasur sambil memperhatikan kamar. Kamar itu bernuansa klasik. Desainnya mirip hotel bintang 5 yang ada di Eropa. Perabotannya juga dibuat serasi dengan nuansa kamar.
Tunggu sebentar, batin Haya.
Dalam hidupnya Haya hanya pernah datang ke suatu tempat yang memiliki nuansa klasik. Kastil Aaron. Kediaman Aaron yang satu itu dipenuhi segala sesuatu yang bernuansa klasik, mulai dari karpet, lampu, vas, lukisan, peranotan dan dinding.
Lalu Haya merasa tangannya terasa hangat. Seperti ada seseorang yang menggenggam tangannya. Saat menoleh ke samping Haya melihat Aaron tengah tidur nyenyak sambil menggenggam tangannya.
"Ahhhhhhhh," Haya menjerit.
Aaron yang mendengar jeritan Haya langsung terbangun dengan kaget. "Ada apa?"
Tanpa basa-basi Haya langsung melompat dari tempat tidur ke lantai. Dia menunjuk Aaron. "DASAR MESUM!!!!"
"Haya, ini salah paham…."
"ENGGAK! KAMU PRIA GILA! PSIKO! BERANINYA KAMU MENIDURIKU!!!!"
Haya berencana keluar dari kamar namun sebelum itu terjadi, Aaron sudah menarik tangan gadis itu. Dengan lengannya yang kekar, Aaron menekan tubuh Haya ke kasur membuat Haya tidak bisa bergerak.
"AARON LEPASKAN AKU!" Haya berteriak.
"Apa kamu punya kebiasaan berteriak heboh di pagi hari?" tanya Aaron sambil terus menatap mata Haya.
Haya membuang muka. Dia tidak bisa menatap mata Aaron apalagi wajah pria itu hanya berjarak 15 sentimeter dari wajahnya.
Tiba-tiba Riko dan Arif masuk.
"Bos, ada apa? Kami mendengar teriakan…" tanya Riko namun ia langsung menghentikan kata-katanya begitu melihat posisi bosnya sedang menindih Haya.
"Apa kalian gak lihat aku sedang sibuk?" balas Aaron pada kedua anak buahnya yang berdiri mematung dengan syok.
Tanpa basa-basi, Riko dan Arif langsung meninggalkan kamar Aaron. Mereka tidak mau menganggu 'urusan' bosnya.
"Aaron, kamu benar-benar bajingan! Bisa-bisanya kamu bilang seperti itu pada anak buahmu! Nanti mereka berpikir kalau kita punya hubungan spesial!" Haya tidak terima. Dia masih berusaha melepaskan diri dari Aaron namun semuanya sia-sia.
Aaron tertawa. "Bukannya itu yang kamu mau?"
Alis Haya terangkat. "Apa maksudmu?"
"Kamu tadi menuduhku menidurimu. Berarti kamu ingin kita punya hubunan spesial kan? Karena gak mungkin aku tidur dengan sembarangan orang."
Tidak ada yang bisa menggambarkan seberapa malu dan frustasinya Haya mendengar perkataan Aaron barusan. Pria itu selalu saja menguji kesabarannya.
"Aku menuduhmu karena kamu tidur di sampingku sambil memegang tanganku erat. Bukankah wajar kalau aku menuduhmu mesum?"
Aaron tertawa. Dia mendekatkan bibirkan ke rambut Haya yang wangi.
"Apa kamu belum pernah tidur dengan pria sebelumnya?"
Haya nampak kaget ditodong pertanyaan seperti itu.
Melihat wajah Haya yang kaget, Aaron langsung tersenyum. "Jadi kamu masih perawan? Jadi aku yang pertama buatmu?"
Ingin rasanya Haya memukul wajah Aaron saat ini. Pria di depannya ini sudah keterlaluan. Beraninya dia mengambil kesempatan!
"Kalau aku sampai hamil, aku akan menembak kepalamu!" Haya mengancam. Haya takut membayangkan dirinya mengandung anak Aaron. Apa jadinya anak itu kelak? Punya wajah dan perilaku barbar macam Aaron?
Tidak, Haya tidak akan sudih punya anak dari Aaron. Dia tidak menyukai pria di depannya ini sekalipun Aaron tertalu seksi untuk ditolak wanita waras.
Rasanya puas sekali menggoda Haya. Gadis itu sangat polos. Dia percaya kalau semalam mereka sudah melakukan seks.
"Aku akan menjelaskan semuanya asal kamu berjanji bersikap tenang dan gak berteriak," pinta Aaron. "Bagaimana?"
"Oke. Tapi kamu harus melepaskanku."
Aaron langsung beranjak bangun. Haya bisa bernapas lega karena berhasil lepas dari tindihan dan tangan kekar Aaron.
"Jadi kenapa aku bisa di kamarmu? Apa yang kamu lakukan padaku? Apa semalam kita melakukan…" Haya tidak sanggup melanjutkan kalimatnya karena ia begitu takut.
Aaron duduk di pinggir kasur sambil memandangi Haya. Dia tidak bisa menahan senyumnya karena Haya begitu menggemaskan saat bertanya banyak hal.
"Aku menemukanmu di taman semalam. Kamu tidur dengan kondisi mabuk. Jadi aku memutuskan membawaku ke rumahku. Apa itu salah?"
"Tentu saja itu salah, Aaron. Kalau kamu melihatku tidur di taman harusnya kamu membangunkanku," Haya mengomel.
Aaron mengangguk. Dia tahu Haya sedang serius dengan kata-katanya saat ini.
"Aku gak menyentuhmu. Jadi kamu gak perlu takut. Kamu gak akan hamil," Aaron memberi tahu dengan wajah geli.
Demi Tuhan, Haya lega sekali mendengarnya.
"Sebelum kamu pergi, kita harus sarapan. Riko sudah menyiapkan sarapan. Kamu gak boleh menolak, Haya," Aaron memperingatkan. Dia tidak ingin Haya meninggalkan kastilnya dengan perut lapar. "Oh ya satu lagi, aku sama sekali gak keberatan kalau kamu mengandung anakku. Aku akan sangat senang kalau ibu dari bayiku adalah kamu."
"Masalahnya, aku yang gak rela kalau ayah bayiku adalah kamu," balas Haya ketus.
….
Haya kembali ke kantor polisi di antar oleh Aaron. Pria itu mencium kening Haya sambil berkata, "Selamat bekerja. Kita akan segera bertemu."
Jujur Haya ingin marah tapi ia mengurungkan niatnya. Ia tidak ingin dirinya bertengkar dengan Aaron di depan gedung kantor polisi. Pasti sangat memalukan kalau sampai dilihat polisi lainnya.
Haya berjalan menyusuri lorong-lorong kantor polisi seperti biasa. Tiba-tiba Haya berpapasan dengan Ethan.
"Akhirnya kamu sampai di kantor polisi, Haya. Aku mencarimu dari tadi," kata Ethan.
"Memangnya ada apa?"
"Sebentar lagi kita akan rapat misi baru," Ethan memberi tahu. Pria itu membawa Haya ke dalam ruang rapat. Di sana sudah ada seluruh tim Divisi Inteligen.
Tak lama Kapten Irwan masuk ke dalam ruang rapat. Pria itu membawa bungkusan coklat.
"Apa kalian tahu apa yang ada ditanganku?" tanya Kapten Irwan pada semua orang yang ada di ruang rapat.
Semua orang berbisik-bisik. Mereka tidak tahu.
"Ini adalah ganja. Semalam salah satu tim kita menemukan 1 kilo paket ganja berusaha dikirim ke sebuah pelabuhan. Tersangka yang kita tangkap berkata akan ada transaksi ganja di sebuah kapal pesiar."
"Kasus kali ini berbeda dengan Ibas. Kenapa? Karena ganja-ganja ini dipesan untuk party salah satu pengusaha."
Semua orang di ruang rapat syok. Mereka belum pernah menangani kasus seperti ini sebelumnya.
"Oleh karena itu, kita akan melakukan misi penyamaran. Kali ini kita harus bisa menangkap para penjahat itu," kata Kapten Irwan.
"Baik, Kapten," jawab seluruh anggota Divisi Inteligen.
Makasi sudah mampir dan membaca :)