"Erza, aku akan menjadi pengikutmu mulai sekarang. Selama kamu mengucapkan memberikan perintah apapun padaku, aku tidak akan ragu-ragu untuk melaksanakannya," ucap Wika dengan penuh keyakinan. Pada saat ini, Wika telah memutuskan.
"Lupakan, apa gunanya menjadi pengikutku?" tanya Erza.
"Kamu adalah orang yang baik. Kamu menyelamatkan kakakku dan aku." Nada suara Wina juga sangat lembut.
"Ya, kalian bisa kembali dulu. Ini nomor teleponku. Hubungi aku seminggu lagi. Wina seharusnya tidak akan kesakitan lagi," kata Erza.
Usai Erza berpamitan, Wina bertanya pada Wika, "Saudaraku, siapa dia?"
"Aku tidak tahu, ayo pulang," ajak Wika.
Meskipun tidak jelas dari mana asal mula Erza, Wika sangat yakin bahwa Erza bukan orang sembarangan.
Di sisi lain, Erza tampak sangat bersemangat dan kembali ke asrama. Bisa dibilang asramanya ini masih bagus, walaupun hanya asrama pegawai biasa, tetap saja ada satu kamar tidur dan satu ruang tamu. Tata letak ruangannya juga baik. Barang-barang di dalamnya lebih lengkap, dan perlengkapannya juga bagus. Setidaknya untuk Erza, itu sudah cukup.
Setelah mandi air panas, Erza menyeret tubuhnya yang kelelahan dan tertidur dengan cepat. Terlalu banyak yang terjadi akhir-akhir ini. Selain itu, Erza juga sangat senang karena akhirnya bisa kembali ke kampung halamannya. Dia tertidur sampai fajar.
"Sia! Aku terlambat!" pekik Erza karena bangun kesiangan. Setelah Erza membuka matanya, dia melihat matahari sudah hampir di tengah. Tiba-tiba Erza duduk. Ini adalah hari pertamanya bekerja. Jika saat ini dia terlambat pasti akan buruk bagi reputasinya. Setelah mandi secepat kilat, Erza lari dengan cepat menuju kantor. Untung saja lokasi kantor relatif dekat dengan asramanya.
Ketika Erza hendak lari ke pintu kantor, tiba-tiba juga ada angin kencang. Diperkirakan hari ini akan terjadi badai. Setelah masuk, Erza diam-diam menghela napas lega, tetapi ketika Erza hendak memasuki perusahaan, tiba-tiba beberapa mobil BMW keluar.
Banyak orang di perusahaan juga lari menghampiri mobil itu. Tak perlu dikatakan, Erza juga mengerti bahwa orang di dalamnya mungkin adalah pemilik perusahaan. Ngomong-ngomong, itu tidak ada hubungannya dengannya, lagipula posisi Erza saat ini hanya menjadi satpam. Akhirnya, Erza dengan santai masuk ke kantor.
"Security!" kata seseorang. Meskipun suaranya sangat kecil, namun dengan pendengaran Erza yang tajam, dia masih bisa mendengarnya. Dia mengangkat kepalanya dan mendongak. Di saat yang sama, dia berlari ke arah BMW yang pertama. Dia berlari dengan kecepatan turbo.
"Hati-hati!" Tepat setelah orang di dalam mobil keluar dari mobil, Erza juga bergegas menuju orang ini. Mendengar teriakan Erza, semua orang memandang Erza, termasuk Lana. Tetapi ketika melihat Erza datang, tubuh Lana tiba-tiba bergetar. Awalnya, Lana berencana untuk melupakan sosok itu, tapi sekarang dia benar-benar muncul di depan matanya.
Kenapa dia di sini? Apakah dia di sini untuk mencari aku? Apa yang dia lakukan? Serangkaian pertanyaan terdengar di benak Lana.
Namun, Erza tidak akan memberinya begitu banyak waktu untuk memikirkannya. Dia menjatuhkan dirinya ke tubuh Lana. Pada saat yang sama, tubuhnya dengan cepat berguling ke samping, berguling hingga jarak dua meter. Agar tidak melukai Lana, Erza akhirnya mengambil Lana, dan meletakkannya di atas tubuhnya. Ketika melihat pemandangan ini, semua karyawan membuka mulut dan terlihat kaget.
Siapa lelaki ini? Tidak ingin hidup lagi? Beraninya dia melakukan ini pada seorang presiden direktur seperti Lana?
Saat berbaring di pelukan Erza, Lana sepertinya telah menemukan perasaan yang sudah lama hilang. Perasaan itu sepertinya sangat hangat dan nyaman hingga membuatnya tidak bisa melupakannya.
PRANG!
Tapi kemudian, suara pecah menarik perhatian semua orang lagi, termasuk Lana. Pada saat ini, Lana akhirnya mengerti mengapa Erza melakukan ini. Lana juga ketakutan untuk sementara waktu. Dia khawatir jika bukan karena Erza, dia sudah tiada sekarang.
"Kubilang hati-hati… Bagaimana kamu bisa begitu…" Erza juga diam-diam menghela napas lega. Dia baru saja hendak mengingatkan Lana untuk lebih berhati-hati lain kali, tetapi ketika dia melihat wanita dalam pelukannya itu, Erza sangat terkejut.
"Terima kasih telah menyelamatkanku." Tetapi Lana yang sepertinya tidak ingin terlihat mengenal Erza hanya berdiri dan berkata dengan dingin.
"Bu Lana, Anda baik-baik saja?" Banyak karyawan berkumpul dan menunjukkan kepedulian. Pada saat ini, Erza akhirnya mengerti. Ternyata wanita ini adalah bos dari perusahaan ini. Dia tidak menyangka semuanya hanya kebetulan, tapi sekarang Erza tampaknya sedikit malu. Dia masih karyawan di sini, dan dia hanya satpam, tapi "istrinya" adalah seorang bos. Keduanya memang tidak sengaja menikah di Kota Malang, jadi Erza tidak tahu siapa sebenarnya Lana.
"Aku baik-baik saja. Cepat kembali bekerja!" seru Lana membubarkan kerumunan pegawainya.
Para karyawan ini tidak berani mengatakan apa-apa. Untuk presiden direktur dengan kecantikan seperti ratu es, semua orang tahu bahwa Lana gampang emosi. Di perusahaan ini, tidak ada yang berani membantah Lana.
"Pergi ke kantorku dan kita bicarakan tentang itu." Lana masuk ke kantor, dan ketika dia melewati Erza, dia hanya meliriknya. Erza tersenyum pahit, berdiri, dan hanya bisa mengikuti Lana untuk. Karena dia adalah seorang bawahan, jadi dia harus menundukkan kepala. Di sepanjang jalan, banyak orang melihat ke arah Erza yang mengikuti Lana. Hal ini membuat orang-orang sangat penasaran dengan identitas Erza, tetapi orang-orang ini tidak berani bertanya.
"Bu Lana, siapa orang ini?" Di pintu kantor, seorang gadis berkacamata menghentikan Erza.
"Siapa yang kamu tegur? Aku ingin tahu apakah kamu benar-benar menganggapku sebagai presdir di perusahaan ini. Biarkan dia masuk," pinta Lana. Lana sudah masuk ke kantor tanpa menoleh ke belakang, hanya berkata dengan ringan.
"Bu presdir sudah berbicara, biarkan aku masuk." Erza mengulangi kata-kata Lana.
Setelah duduk di kursi yang ada di ruangannya, Lana bertanya "Bagaimana caramu berada di sini?" Ketika Erza memasuki ruangannya dan menutup pintu, Lana mengatakan kalimat dingin itu yang cukup membuat Erza tidak berdaya.
"Juga, apakah kamu merancang semua ini?" tanya Lana lagi.
"Uh… Kamu mengira aku akan melakukan itu?" Erza tidak bisa berkata-kata.
"Lalu kenapa kamu di sini?"
"Aku baru saja bekerja di sini." Erza menjawab tanpa menatap Lana. Dia akhirnya mengatakan semuanya tentang itu. Bagaimanapun, hal ini sudah terjadi, dan saat ini, dia hanya bisa mengatakan yang sebenarnya.
Entah kenapa, ketika Lana mendengar perkataan Erza, terutama melihat mata Erza yang agak cuek, Lana sebenarnya merasakan sedikit sakit hati, "Kalau memang seperti ini, maka aku tidak akan melanjutkan membahas masalah ini hari ini."
Wanita itu benar-benar tidak masuk akal. Tidak apa-apa jika Lana tidak mengucapkan terima kasih, dan Erza akan segera pergi, tapi perlakuannya kini benar-benar seperti orang asing yang belum pernah bertemu dengan Erza sebelumnya.
"Tapi kamu tidak bisa memberitahu mereka tentang status kita." Nada suara Lana agak keras.
"Mengapa kita tidak pergi ke Malang saja dan bercerai? Aku tidak ingin melanjutkannya," kata Erza. Dia sebenarnya tidak bisa berkata-kata saat ini, tapi dia tidak punya pilihan lain.
"Cerai atau tidak, bukan kamu yang akan mengambil keputusan," pungkas Lana. Entah kenapa, ketika Erza berkata tentang perceraian, hati Lana kembali kecewa. Dia juga sedikit marah.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan?" tanya Erza.
"Kalau ada waktu, pulanglah bersamaku dan temui orang tuaku." Lana ragu-ragu.
"Apa? Bukankah malam itu benar-benar hanya sebuah kecelakaan?" tanya Erza dengan mata terbelalak.
"Apakah kamu laki-laki? Mengapa kamu tidak memiliki rasa tanggung jawab?" Lana tampaknya sedikit tidak bisa mengendalikan amarahnya.
"Jangan marah, jangan marah," ucap Erza berusaha menenangkan Lana. Melihat tangan Lana gemetar saat menunjuknya dengan amarah, Erza juga dengan cepat menghiburnya.
"Hanya saja menurutku itu agak merepotkan sekarang. Aku tidak ingin terlibat dalam sebuah pernikahan. Aku akan menemui orangtuamu, tapi tidak sekarang," ucap Erza.
"Kapan waktu yang tepat?" tanya Lana ketus.
"Ini… Aku tidak yakin." Erza menjawab dengan menunduk
"Aku akan membicarakannya lagi saat kamu sudah siap. Bagaimanapun, aku juga harus bertemu orangtuaku dulu." Sikap Lana menjadi keras lagi.
"Baiklah, aku akan segera menemui mereka," ucap Erza berjanji.