'Incubus ini akan memotong kepalamu!'
Mihai berusaha menepis genggaman di lengannya. Namun, bagaikan tong bocor, seluruh energinya tidak lagi tersisa di dalam tubuh.
'Tidak! Aku tidak bisa menyerah!' Tekadnya, hendak kembali meronta.
Belum sempat ia melakukan itu, lengannya tiba-tiba ditarik kuat hingga memaksanya untuk berjalan. "Agh!" Pergerakan yang begitu tiba-tiba membuat bagian bawah tubuhnya tidak terkendali dan dalam sekejap menembakkan muatannya di dalam celana. Mulutnya refleks mengeluarkan erangan aneh yang memalukan. Wajahnya merah padam.
Walaupun sudah melepaskan gairahnya, benda di tengah kakinya itu masih berdiri dengan semangat. Jika diusik beberapa kali lagi, pastinya ia akan menembakkan lagi cairan itu. Rasa basah di dalam celananya benar-benar tidak nyaman dan Mihai tidak ingin merasakannya lebih dari ini.
Namun, sialnya, incubus yang menariknya itu malah menjadi semakin cepat dan kasar membuat Mihai bahkan tidak dapat berbicara. Jika ia membuka mulut, bukan kata-kata yang keluar melainkan erangan-erangan memalukan itu membuat ia hanya bisa mengigit bibir dengan kuat.
Brak!
Setelah menaiki tangga dengan susah payah, Mihai bisa mendengar suara pintu yang dibuka dan ditutup kembali dengan kasar. Tubuhnya terus terombang-ambing hingga akhirnya terlempar ke atas tempat tidur yang empuk membuat tubuh besarnya sedikit tenggelam di dalamnya.
"Agh … haa!" Pergerakan itu membuat Mihai kembali mencapai klimaks dan menembakkan muatannya lagi.
Otaknya sudah kacau setelah menembak tiga kali hanya dengan gesekan kecil itu. Ia tidak dapat berpikir jernih lagi.
Dalam keadaan bengong, ia melihat sebuah sosok jangkung dan besar naik ke atas tubuhnya. Wajah sosok itu tegas dan dingin. Sepasang matanya bercahaya pink seluruhnya.
Seluruh tubuhnya seperti tersengat listrik. Bulunya berdiri tegak dan mengerucut membentuk duri. Sepasang mata yang ada di atasnya membuat tubuhnya menjadi semakin aneh. Batangnya kembali menembak dan seluruh tubuhnya langsung lemas. Akan tetapi, bagian bawah tubuhnya masih sangat bersemangat.
Pandangan Mihai semakin buram oleh nafsu. Otaknya tidak bisa memikirkan apa-apa lagi dan ia pun tidak ingat apa yang ia lakukan selanjutnya.
Yang ia ingat hanyalah erangan-erangan yang semakin lama semakin keras dan sesuatu yang menusuk bagian belakangnya secara paksa hingga menyakitkan. Namun, berangsur-angsur menjadi sangat nikmat hingga Mihai merasa berada di dalam surga.
'Sial! Ini seharusnya tidak boleh terjadi!' Otaknya memperingati tapi segera hilang dihapus bersih oleh gelombang nafsunya yang semakin tinggi.
*****
"Ah … mengapa jadi seperti ini?"
'Ehm? Suara siapa?' Sebuah suara yang lembut tertangkap telinga Mihai. Sepertinya itu adalah suara seorang wanita.
"…padahal aku hanya ingin…." Lanjutan kalimat itu tidak kunjung terdengar.
'Ingin apa?' Pikirnya penasaran. Kelopak matanya yang berat berangsur-angsur terbuka. Cahaya terang langsung menusuk matanya memaksanya kembali menutup mata lalu membukanya lagi dengan lebih pelan.
Langit-langit berwarna putih yang asing memasuki pandangannya. Cahaya terang itu berasal dari bola lampu listrik yang terpasang di langit-langit. Punggungnya menempel pada tempat tidur yang sangat empuk, jenis tempat tidur yang tidak akan pernah bisa dinikmati orang dengan ekonomi pas-pasan seperti dirinya.
'Ini di mana?' Berusaha menggali ingatannya, kepalanya berdenyut kecil. Matanya menyusuri seluruh ruangan itu ketika sudut matanya menangkap sebuah sosok di sampingnya.
Jantungnya langsung berhenti berdetak. Ia menolehkan wajahnya pada sosok itu dan seketika itu juga darah mengalir pergi dari kulit wajahnya. Ingatan kemarin malam kembali berputar di benaknya seperti sebuah film membuat wajahnya memerah dan berangsur-angsur menggelap bagaikan pantat panci.
'Sial! Aku sudah melakukan seks dengan incubus!'
Ia hampir tidak percaya dan segera menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Namun, segera kembali menutup selimut itu karena tidak tahan dengan keadaan kacau di sana. Pemandangan di sana bagaikan sebuah mimpi buruk membuatnya merasa sedikit mual.
Di sampingnya, sesosok incubus sedang tertidur pulas, mendengkur halus. Wajahnya bergaris tegas, rambut hitamnya sedikit acak-acakan, dan sepasang tanduk di atas kepalanya sangat panjang – mungkin sekitar 10 cm. Setengah tubuhnya yang tidak tertutup oleh selimut tidak dibalut sehelai benang pun, memperlihatkan tato berbentuk bunga mawar – dengan sebuah duri di bagian atas dan bawahnya, sebuah rantai mengelilingi samping atas kiri bunga tersebut, dan dua buah titik air yang berbentuk seperti love di samping bawah kanan bunga itu – pada dada bidang kanannya.
Mihai semakin mual ketika melihat sosok itu.
Ia telah mengalami masa kawinnya di luar rumah dan bahkan menarik seorang incubus untuk menemaninya selama masa itu. Jika incubus ini bangun sekarang, kepalanya sepertinya akan putus tanpa perlu ke pengadilan.
'Dia … belum bangun, kan?' Takut-takut, Mihai melambaikan tangannya di atas wajah pria incubus itu dan menghela napas lega – dengan volume sekecil mungkin – ketika yakin pria itu masih tidur.
Pelan-pelan, ia bergeser ke tepi tempat tidur dan hendak menurunkan kakinya.
"!" Mihai hampir mengeluh keras karena rasa sakit yang begitu kuat menusuk bagian bawah tubuhnya.
'Sial! Sakit sekali!' Ingatan betapa intensnya gerakan incubus itu saat menusuk lubang belakangnya mulai berputar membuat tubuhnya panas dingin.
'Wuah! Ini bukan waktunya untuk itu!' gerutunya kesal kepada otaknya sendiri.
Masa kawinnya belum lewat. Hanya saja karena incubus itu benar-benar memuaskannya semalaman itu, untuk sementara, nafsunya tertahan dan feromonnya tidak keluar sebanyak kemarin. Jika ia tidak berhati-hati, gairahnya bisa kembali bangkit karena kondisinya yang masih belum stabil.
'Aku harus ke rumah sakit dan menyuntikkan obat penahan!' Tapi sebelum itu, ia harus kabur dulu dari incubus ini.
Memaksakan pinggulnya yang meraung-raung kesakitan, ia turun dari tempat tidur. Cairan-cairan yang tersisa di dalam lubangnya dan yang menempel di tubuhnya segera mengalir turun membuat kepalanya hampir meledak oleh suhu yang semakin meninggi padahal sekarang sedang di tengah musim dingin.
"Hmm…." Tiba-tiba, pria incubus itu menggumam.
Jantung Mihai hampir copot. Takut-takut, ia menoleh dan akhirnya menghela napas lega karena ternyata pria itu tidak bangun dan hanya mengigau. Namun, ia semakin takut berlama-lama berada di sana.
Tidak ada waktu untuk mencari tisu, ia menarik kain apa pun yang tertangkap matanya dan membersihkan bagian bawah badannya sekilas sebelum kembali mengenakan baju kaos dan celananya yang kotor. Mengabaikan semua ketidaknyamanan itu, ia berlari kecil menuju pintu dan keluar dari kamar.
Bunyi sirene kapal menggema hingga di dalam lorong diiringi dengan suara seorang kru kapal yang terdengar dari pengeras suara "Kepada semua tamu Restoran X, diinformasikan bahwa kita sudah sampai di pelabuhan. Terima kasih telah berlabuh bersama kami dan pastikan semua barang Anda tidak tertinggal. Kami menunggu kedatangan kalian kembali."
Mata Mihai mengkilat bahagia. Ia bisa segera lari dari sini!
Tertatih-tatih, ia berjalan cepat menuruni tangga dan segera berbaur dalam kerumunan tamu yang juga sedang mengantri untuk menuruni kapal agar tidak ditemukan manajer barunya maupun rekan kerjanya.
'Hah … aku pasti dipecat, ya….' Ia seharusnya pergi meminta maaf untuk mencegah hal itu tapi keadaannya sekarang tidak memungkinkan dirinya untuk melakukannya.
Pertama-tama, keselamatan nyawanya lebih penting!
Ketika ia hampir sampai di papan miring yang mengarah ke pelabuhan, ia segera menerobos beberapa orang. Tanpa mempedulikan umpatan dari orang-orang tersebut, Mihai berjalan menuruni papan miring lalu berlari pergi sejauh mungkin.
*****
"Apa?! Luca tidak terlihat lagi semalaman itu?!" Sebuah tangan memukul meja dengan kuat. Wajah brewoknya penuh dengan kerutan membuat orang yang melihatnya sedikit merinding. Aura menyeramkan menguar dari tubuhnya yang besar, kokoh, dan kekar.
"Apa yang kau lakukan Pak Tua Stoica? Kau bilang gadis itu bisa menarik perhatian Tuan Luca. Mengapa jadi seperti ini?" tanya seorang pria ramping berkulit sawo matang. Suaranya lembut tapi mata merahnya menatap tajam penuh tuntutan akan penjelasan.
Iliu Stoica, Kepala Keluarga Stoica yang baru saja berulang tahun itu, menatap keduanya sambil meremas kedua tangan mungilnya dengan penuh kecemasan. Keringat dingin membasahi kening dan matanya tidak berani menatap kedua pria itu. "A—aku yakin dia bisa menarik perhatian Tuan Luca! Ta … tapi…."
Mata pria brewokan itu menyipit dan bersinar tajam seperti sebilah pisau membuat bulu kuduk Iliu berdiri semua.
"Ma—maafkan aku! Dia bilang dia kehilangan Tuan Luca dan sudah mencari ke mana-mana tapi tetap tidak menemukannya! Tapi, percayalah, dia pasti bisa mengambil perhatian Tuan Luca seutuhnya! Beri aku kesempatan sekali lagi!" mohonnya yang langsung membungkuk dalam-dalam dengan kedua tangan terkatup tinggi-tinggi di depan kepalanya. Ia benar-benar tidak memiliki harga diri sebagai Kepala Keluarga incubus yang terhormat. Ia sangat pengecut hingga rela menundukkan kepalanya kepada dua incubus lainnya yang jelas-jelas lebih muda darinya.
Kedua pria lain saling bertatapan sejenak.
"Baiklah tapi jangan sampai gagal lagi! Kami sangat berharap pada rencanamu ini."
"Pa—pasti! Dia pasti akan berhasil!" Iliu menghela napas lega. Ia segera menyuruh kedua kepala keluarga itu untuk menikmati hidangan makanan yang sudah mendingin akibat pembicaraan panjang yang mereka lakukan.
Halo semua :)
Terima kasih sudah membaca cerita ini!
Semoga kalian menyukainya