Pesawat mereka mendarat pukul 9 pagi. Bryan dan Arya keluar bersamaan, keduanya menggunakan kacamata hitam dan masih dengan pakaian yang sama. Pesawat akan kembali berangkat ke Singapura, Bryan meminjam hanggar milik Pamannya Darren Alexander di Singapura untuk menyimpan pesawatnya. Turun dari pesawat, tak lama seorang pria berjas hitam menghampiri.
"Om Hans kirim jemputan?" tanya Arya.
"No, kayaknya gak!" jawab Bryan.
"Berarti bokap gue, come on!" mereka pun berjalan ke arah pria itu. Ia memperkenalkan diri sebagai salah satu manajer di perusahaan orang tua Arya. RollsRoyce Wrath disiapkan untuk membawa mereka pulang ke rumah.
"Selera Papa lo bagus juga," puji Bryan ketika berada dalam mobil. Arya hanya tersenyum.
Tempat pertama yang dihampiri adalah rumah Bryan. Sampai di depan lobby, Bryan dan Arya turun disambut oleh beberapa pegawai di rumah. Keduanya masuk dan sejenak melihat rumah yang lama tak dilihat Bryan, tak banyak berubah masih seperti dulu.
"Anakku!" ujar Hans sambil membuka lebar kedua lengannya dan memeluk sang putra.
"Hi Dad!" Bryan pun ikut memeluk ayahnya.
"Oh I miss you my Prince!"
"Oh, Arya, I miss you too. Gimana kabar kamu, Nak?" tambah Hans ikut memeluk Arya.
"Hi om, Aku sehat." Arya tersenyum dan melepaskan pelukan Hans.
"Kalian berdua, terlihat sangat tampan." Mata Hans berbinar tak berhenti tersenyum.
"Ah, Dad kami belum mandi!" Hans hanya tertawa dan mengelengkan kepala nya.
"Ayo masuk. Kita ke kamar kamu, kamarmu masih daddy jaga seperti dulu."
"Wow, Bryan beruntung banget, kamar Arya uda pasti jadi gudang di rumah!" celetuk Arya menanggapi. Bryan serta Hans tertawa mendengarnya.
"Oh I miss my room," gumam Bryan ketika masuk ke kamarnya. Tangannya menyimpan kacamata di balik jasnya. Arya pun ikut masuk dan menjelajahi kamar yang dulu sering menjadi basecamp mereka. Arya tersenyum melihat prakarya fisika Bryan yang masih terletak rapi diatas meja belajar.
"Gue jadi merasa sudah tua!" gumam Arya sambil menyentuh benda benda diatas meja belajar.
"Emang udah tua. Kita sudah 26 tahun beberapa bulan lagi 27 tahun," tambah Bryan.
"Gak kok. Kalian berdua masih masih pangeran muda kami buat Daddy dan orang tua Arya," ucap Hans sambil tersenyum melihat anaknya.
"Ngomong-ngomong soal orang tua, gue harus pulang. Papa pasti udah nunggu di rumah," ujar Arya hendak menuju pintu keluar.
"Surya terus menelpon dari tadi, katanya kalo kamu sudah sampai, disuruh langsung pulang," ujar Hans sambil tersenyum.
Ah Surya Mahendra memang tidak pernah berubah. Bryan pun ikut keluar dengan Arya dan Ayahnya. Sambil merangkul Arya, Bryan mengikuti langkahnya ke pintu depan.
"Besok lo kesini kan?" tanya Bryan.
"Kenapa, lo gak bisa jauh dari gue ya!"
"Iya kenapa!"
"ew!w Bryan, masa lu naksir gue sih!" Arya disikut Bryan di tangga bawah sambil tertawa.
"Udah 12 tahun lo tinggal empat meter dari gue, lu gak bosen liat gue terus!" tanya Arya lagi.
"Nope!" jawab Bryan santai.
"Iya deh, atau besok lu ke rumah mama pasti kangen banget ma lo!" Bryan mengangguk.Arya pun pamit pada Bryan dan Hans, setelah memeluk Bryan dan Hans ia masuk ke mobil untuk pulang ke rumahnya.
"Alisha mana dad?" tanya Bryan ketika kembali masuk ke dalam.
"Sebentar lagi dia sampai." Tak lama suara Alisha memekik dari pintu depan melihat adik laki lakinya sudah berada di rumah.
"Babyyyy!" teriak Alisha sambil berlari dan melompat ke atas Bryan. Bryan menangkap dan memeluk Alisha sambil memutar tubuhnya.
"Oww my baby I miss you so so much" ujar Alisha sambil mencium pipi Bryan. Ia memeluk Bryan yang tinggi, Tinggi Alisha hanya mencapai dada Bryan.
"Lihat kamu sayang, kamu tinggi banget, rambut kamu gondrong dan kamu ganteng banget, Bry!" Bryan hanya tersenyum melihat tingkah kakak yang terus memujinya. Tangan Alisha masih terus menggenggam jemari Bryan.
"Kamu juga cantik, Alisha, beneran!" Bryan memeluk lagi kakaknya sambil menciumi ujung kepala Alisha. Bryan sangat merindukan kakaknya. Ia tidak melepaskan rangkulannya beberapa saat.
"Kamu pulang sama Arya, mana dia?"
"Baru aja pulang, Papa nya terus menelepon."
"Owh, besok Alisha mau ketemu Arya juga, udah lebih dari 10 tahun gak liat anak bandel itu, oh Bryan I miss you."
"Hhmm I miss you too." mereka masih terus berpelukan.
"Alisha ganti baju dulu setelah itu kita cerita-cerita oke." Bryan mengangguk. Alisha langsung berlari masuk ke kamarnya di lantai dua. Bryan tersenyum bahagia.
"Alisha senang banget kamu pulang Bryan, sepertinya malam ini dia pasti akan tidur di kamar kamu." Bryan tertawa.
"Aku bukan anak kecil lagi, Dad."
"Buat dia dan Daddy kamu masih kecil. Udahlah sekarang kamu istirahat trus mandi setelah itu kita makan siang. Daddy kangen pengen makan bareng kamu dan Alisha, lengkap seperti dulu."
"Ya Dad!" Bryan tersenyum dan menuju ke atas.
Hari itu dihabiskan Bryan bersantai dengan Alisha dan Daddy nya. Alisha masih memperlakukan Bryan seperti anak remaja umur 13 tahun. Tapi Bryan tidak merasa risih ia mengerti jika kakaknya sangat sayang padanya. Sesekali dia mencium Alisha di kening dan pipi. Alisha duduk dipangkuan Bryan dan bercerita tentang kesehatannya.
"Sekarang udah dua kali seminggu Bry" Bryan membelai pipi kakaknya.
"Makin parah ya?" tanya Bryan tentang cuci darah Alisha yang semakin sering beberapa tahun belakangan ini.
"Well, but I'm fine apalagi kamu udah pulang, janji gak pergi lagi?"
"Janji, aku akan jaga Alisha terus." Bryan tersenyum sedih. Alisha langsung memeluk kepala adiknya. Setelahnya Alisha bercerita tentang kegiatannya sehari hari. Alisha sekarang bekerja sebagai manager di salah satu anak perusahaan Hans. Hans tidak ingin Alisha bekerja terlalu keras karena kesehatan Alisha bisa sangat terganggu.
Sementara Hans menyeruput kopi dan melihat kedua anaknya saling bercerita dan tertawa. Alisha yang masih duduk di pangkuan Bryan dan Bryan yang terus menyimak cerita kakaknya. Ponsel Hans kemudian berdering, sebuah telepon dari dokter Zaki masuk. Hans lalu berdiri dan membuka pintu kaca yang menghubungkan ruang santai dengan taman dan kolam renang.
"Iya gimana keadaan Nisa, dok?"
"Sudah lebih baik, tapi tubuhnya lemas banget tekanan darahnya juga sangat rendah. Dia harusnya dirawat inap!"
"Iya, begitu ya, dia pasti tidak akan mau jika dirawat di RS"
"Saya juga udah tanya tadi, dia juga menolak. Kalau begitu dia harus ada yang menjaga."
"Baiklah, saya akan suruh salah satu pelayan untuk kesana menjaga Nisa, sementara tolong tempatkan seorang suster sampai pegawai saya datang"
"Baik, kami akan menunggu sampai ada yang datang mengurus Nisa disini."
"Baik terima kasih Dokter, selamat sore," ujar Hans sambil menutup telepon. Hans kemudian menelpon kepala pelayan meminta dua orang pelayan di rumah untuk ke rumah Nisa. Nisa harus ada yang merawat dan menjaga, ia kena flu berat dan harus bedrest total selama beberapa hari.
"Ada masalah Dad?" tanya Bryan setelah ia lihat ayahnya sampai harus keluar untuk menelepon. Hans hanya menggeleng. Tapi Alisha tidak percaya. Hanya dia diam saja, Hans seperti memberi kode. Belum saatnya Bryan tau soal Nisa. Hans tidak ingin memicu pertengkaran di masa lalu.
Lagi pula Nisa harus istirahat. Hans sudah punya rencana bagi perusahaannya, Bryan dan Nisa. Ia ingin mendamaikan keduanya. Tapi apakah keduanya memang sedang berkonflik atau masalah itu memang tidak pernah ada.
Berikan review, PS dan masukkan ke rak ya... jangan lupa baca juga seri The Seven Wolves lainnya