Max sesekali menarik senyum saat Nathan sama sekali tak berhenti untuk mencengkram lengannya. Mata yang menyipit dengan bibir yang meracau tentang kekesalannya.
Sudah lebih dari setengah jam mereka berdiam diri di pelataran klub. Max masih ingin sekali melihat sisi lain dari Nathan yang manja dan kekanakan.
"Jangan sekali-kalinya kau membawaku pulang! Aku tak mau..."
"Awas ya, Max... Jangan coba-coba melampaui batasan mu."
Dan masih banyak racauan lainnya. Nathan pun kini berulah dengan mencengkram dada Max. Sesekali tangannya pun memukul-mukul tempat yang sama. Max tak masalah dengan keusilan Nathan yang sedang mabuk. Ia bahkan memiringkan badan menyandarkan tubuhnya di sandaran mobil. Saling berhadapan, dengan Max yang menatap intens. Ia cukup merasa senang bisa sedekat ini walau keadaan Nathan yang setengah sadar.
"Kau sudah berkali-kali mengucapkan itu. Kau juga sudah berkali-kali memukul dan mencengkram lengan dan dada ku. Tapi ini sudah malam, kau bisa menginap di tempatku dulu," ucap Max dengan lirih. Tangannya yang sudah tak kuat menahan godaan itu akhirnya mengelus pipi yang nyatanya terasa lembut. Apakah Nathan melakukan perawatan?
"Kau terlalu banyak bicara! Ststt...!" peringat Nathan dengan menunjuk- nunjuk dirinya. Mata itu seperti sudah tak kuat untuk terbuka, bibirnya sesekali terbuka dan sesaat lagi tertutup.
"Aku tak suka sekali denganmu Max... Tubuh tinggi dengan penuh otot, mata hijau ke abu- an yang begitu indah, wajah yang begitu tegas. Sial! Kombinasi gila macam apa itu!"
"Hahahh... Cukup-cukup! Kau sudah banyak meracau. Sekarang lepaskan tanganku, aku harus menyetir," ucap Max tak bisa menahan tawa. Ia sedikit tersanjung dengan pujian yang secara tidak sadar ditujukan untuknya. Meski Max menyadari kalau Nathan menyimpan kebencian untuknya. Lengannya yang dicengkram berusaha ia lepaskan meski sedikit tak rela.
"Hueekk... Tidak! jangan sekali-kali menyentuhku!"
"Nathan! Kau lepaskan dulu tanganku, kita harus segera pulang sebelum kau mengotori mobil," cegah Max saat mendapati Nathan yang malah memajukan tubuhnya. Jantung Max sudah tak karuan lagi, keringat dingin mulai mengucur di dahinya. Situasi ini begitu membuat tubuhnya gerah, Nathan terlalu panas.
"Tidak. Tidak, tidak, tidak... Aku masih ingin minum. Ayo kita kembali ke dalam!"
"Nath."
Ini gila! Nathan yang tak bisa menstabilkan tubuhnya itupun jatuh kearah Max. Wajah mereka begitu dekat, hingga Max bisa merasakan hembusan nafas itu menerpa wajahnya. Pikiran Max seperti menggila saat menatap bibir setengah terbuka milik Nathan.
"Kau seperti pria penggoda."
Max yang sudah dibawah pengaruh gairahnya itu pun mendekap erat punggung Nathan. Menariknya hingga kini Nathan duduk dipangkuannya. Mengendusi sekitaran leher yang menjadi salah satu sasaran ketertarikannya pada Nathan. Leher yang sedikit berkeringat malah menyumbangkan aroma khas tubuh Nathan. Max sudah tak waras, ia adalah tipikal orang yang candu akan kebersihan tapi mengapa saat ini ia malah mengecupi leher berkeringat itu.
"Eunghh..."
Lenguhan singkat Nathan membuat Max semakin terdorong untuk melakukan hal lebih. Menjulurkan lidah dan membuat pola melingkar di satu titik. Max yang begitu gemas itu pun mulai menggigit dan berganti mencengkram bokong padat dipangkuannya.
"Ahhh..."
Max mendengarnya seperti persetujuan untuk melakukan lagi. Meninggalkan leher yang sudah terbentuk pola hickey dengan sempurna. Bibirnya menciumi setiap jengkal leher dengan nafasnya yang semakin memburu. Max seperti sudah tak tahan untuk menyalurkan gairah, ia sudah merancang beberapa ide liar hingga tindakan Nathan merusak suasana intim itu.
"Hueekk!"
Max hilang gairah, Nathan yang sudah memuntahi jaket kulitnya dengan tanpa rasa bersalah malah tidur dengan bersandar di dadanya.
" Ya... caramu menghentikanku memang begitu efektif Nath,"
Menghembuskan nafas kasar, Max pun memindahkan Nathan di kursi penumpang. Memasangkan sabuk pengaman dan menanggalkan jaket yang sudah kotor di kursi belakang.
"Sadar... sadarlah Max!"
Dengan frustasi Max membenturkan belakang kepala ke sandaran mobil. Mencengkram tangan ke kemudi mobil berusaha membujuk tanda gairahnya yang terlanjur terbangun. Pria ini tak akan mudah ditaklukkan, Max sudah mengerti itu tapi "Benda perkasanya" pasti tak akan semudah itu menyerah.
Pagi terasa begitu cepat, Max yang baru bisa tidur jam tiga pagi harus terbangun karena bunyi ponsel yang ada di nakas dekatnya. Mengucek mata untuk memfokuskan pandangan, menatap layar ponsel dan akhirnya ia pun mendengus kesal. Cherlin, Max kesal sekali saat usahanya bangun hanya untuk menjawab panggilan tak penting dari adiknya itu.
"Hemm... Jika tak penting akan langsung ku matikan!" wanti-wanti Max dengan menutup lagi matanya, kepalanya terasa sangat pusing saat jadwal tidurnya harus terganggu.
"Brother! Nathan sudah ketemu? Tante Rara dirumah sakit sekarang."
Max bangun dengan tiba-tiba, ia terkejut. Mematikan langsung ponselnya dan menghempaskan sembarangan. Fokusnya kini ada di Nathan. Wajah yang terlihat begitu damai sesaat membuatnya tak fokus. Bibir merah yang terlihat mengkilap. Ahh... Kesal rasanya ia tak mengambil kesempatan dengan melumatnya kemarin.
"Sial! ada apa denganmu Max! Kau seperti pecundang yang hanya bisa menatap dalam diam. Fokus! Ada hal yang lebih penting dari pada gairahmu," batin Max berteriak. Menampar-nampar kedua pipi sedikit membantu kesadarannya.
"Nath! Bangun Nath!" panggil Max dengan menggoyangkan lengan Nathan. Tubuh yang menggeliat itu membuat Max sedikit menahan nafas. Ia lupa, bekas hickey di leher Nathan itu terlihat begitu jelas. Ia tak bisa membayangkan bagaimana reaksi pria itu kepadanya nanti.
"Hmmm... Huh!"
Nathan langsung membangunkan tubuhnya. Ia begitu terkejut saat mendapati Max satu ranjang dengannya. Bukan berlebihan, ia hanya berusaha mengingat-ingat kekonyolannya saat mabuk kemarin. Ia sadar, kawan-kawannya dulu bahkan selalu menertawakannya jika sedang mabuk. Gawat! Bagaimana jika Nathan malah mengoceh akan keluarganya atau yang lebih parah lagi tentang orientasi seksualnya?
"Kau membawaku ke tempatmu ini lagi, mana kawan-kawan yang lain?" tanya Nathan dengan suara serak setelah bangun tidur.
"Mereka... Mereka meminta ku untuk membawa mu kembali. Tapi mendengar racauanmu yang tak ingin pulang, jadi aku membawamu ke tempatku."
"Oh... Baju ini milikmu? Kau..."
Nathan menatap Max dengan pandangan kesal saat mendapat jawaban dengan anggukan kepala. Pria itu lancang sekali membuka-buka bajunya, ia begitu risih.
"Aku yang menggantikannya, kenapa? Aku bahkan berbaik hati dengan membasuh seluruh tubuhmu. Jangan bilang terimakasih! Ini memang tugas seorang kawan."
Max berujar cepat. Ia langsung melarikan dirinya saat menyadari pandangan mengerikan dari Nathan.
"Oh, iya! Kita harus bersiap dengan cepat, mamamu di rumah sakit sekarang."
Memasuki kamar mandi dan mengguyurkan tubuhnya langsung di bawah pancuran air. Pikirannya seketika mengingatkan, sejak kapan Max takut dengan orang lain?
Max yang sekarang bahkan lebih dulu memikirkan soal tanggapan Nathan dibandingkan jiwa mudanya yang terus menderu meminta dipuaskan. Tersenyum miris. Sudah dipastikan, ia memang menaruh hati pada pria itu.