Abare melotot. Dia tidak mengenal orang yang menjadi supir taksi ini. Nafasnya mulai memburu, tangan Abare sudah berada di pintu taksi. Kalau seandainya itu adalah orang suruhan orang tuanya, maka ia akan langsung keluar dari taksi itu apapun yang terjadi.
"Kau kenal dengan Higumi bukan? dia sering membicarakan tentang dirimu. Kebetulan sekali kita bertemu di sini," ucap supir taksi tersebut.
Higumi? itukan gadis yang ada di kelas sebelah? itulah yang ada di dalam pikiran Abare.
"Err..Higumi Oruchi, kelas 3-D kan Oji-san?" tanya Abare meyakinkan.
"Iya, benar. Kau mengenalnya rupanya. Oji-san kira hanya putri Oji-san saja yang berkhayal. Karena, rasanya tidak mungkin anak supir taksi seperti saya bisa berteman dengan anak dari keluarga Bakura seperti kamu," ucap supir taksi tersebut.
"Jangan merendah seperti itu, Oji-san. Higumi itu gadis yang cerdas. Dia salah satu orang paling pintar di sekolah itu. Saya malah merasa senang bisa berteman dengan gadis seperti dia. Anda punya anak yang sangat membanggakan," ujar Abare. Dia memang orang yang kasar, namun bila bertemu dengan orang tua yang membuatnya nyaman, ia juga akan sopan. "Tidak seperti saya yang---"
"Saya yakin kamu bukan orang seperti itu," ujar supir taksi itu memotong perkataan Abare.
Abare mendengus kan tawa. "Darimana Anda tahu? Anda tidak tahu yang sebenarnya bukan?"
"Tidak Nak Abare," balas beliau. "Ini berdasarkan keyakinan putrinya Oji-san. Dia tahu orang mana yang benar-benar baik dan mana yang bukan. Maka dari itu dia sulit berteman."
"Maksud Anda?"
"Higumi punya tingkat perasa yang kuat, dia bisa tahu dan menilai orang-orang dari pandangannya. Meski terdengar konyol, tapi begitulah adanya. Dia sulit berteman karena jarang menemukan orang yang benar-benar bersifat tulus," jawab beliau. "Intinya...dia itu bisa mengetahui sifat asli orang lain. Kebetulan kamu naik taksi ini. Oji-san akan bantu kamu untuk pergi dari sini."
Abare tertegun, ia tak menyangka akan datang pertolongan seperti ini. Abare merasa bersyukur karena ayahnya Higumi mau membantu dirinya. Tapi Abare juga tak enak merepotkan beliau.
"Jangan berpikir kalau kamu merepotkan Oji-san. Kamu adalah teman Higumi, berarti kamu adalah keluarga Oji-san juga," ucap ayahnya Higumi seakan tahu isi pikiran Abare. "Kau mau kemana setelah dari rumahmu hm?"
"Terima kasih banyak Oji-san. Saya mau menemui teman saya dulu yang ada di seberang rumah saya juga. Oji-san bisa kembali setelah mengantar ke rumah saya," jawab Abare.
"Apa kau yakin? Oji-san bisa saja menunggumu di sana."
"Tidak, saya tidak ingin anda direpotkan lebih banyak lagi. Lagipula saya tidak ingin ibu saya berpikiran kalau anda telah membantu saya kabur dari mansion ibu saya. Jangan sampai dia tahu anda juga terkait dalam hal ini, meskipun secara tidak sengaja," ucap Abare meyakinkan ayahnya Higumi. "Sebelum itu...bolehkan saya minta nomer telepon anda?"
"Tentu saja boleh. Ini, kau salin saja kontak 'saya'." Ayahnya Higumi lalu menyerahkan ponselnya kepada Abare.
.
.
.
.
.
Sesampainya di lokasi perumahan tempat Abare tinggal, Abare turun dari taksi dan segera menuju ke rumahnya. Di sana sepi dan kosong melompong. Nampaknya hanya ada satu penjaga rumah di situ.
'Semoga saja tidak ketahuan,' ujar Abare membatin.
Tap
Abare melotot, sudah kesekian kalinya ia dikejutkan. Dan sekarang ia dikejutkan dengan sebuah tangan yang memegang bahunya.
"Abare-sama, kenapa anda ada di sini?"
Abare kenal suara itu dan langsung menoleh. Ia mendapati sosok wanita paruh baya yang sangat ie kenali berdiri dengan tatapan terkejut di belakangnya.
"Sharuhi-san. Astaga.... Saya terkejut jadinya," ujar Abare sembari mengelus dadanya. Tapi beberapa saat kemudian ia langsung membawa wanita paruh baya itu dari sana.
Orang yang bernama Sharuhi itu tentunya terkejut, namun beliau tidak menolak saat Abare mengajaknya pergi dari situ.
"Ini permintaan saya yang paling besar dan dalam dari lubuk hati saya Sharuhi-san. Saya mohon Sharuhi-san untuk tidak memberitahu Okaa-san tentang ini. Saya tidak mau kembali ke sana lagi," pinta Abare dengan memelas.
Sharuhi adalah oenag yang sudah bekerja dengan orang tuanya Abare mulai dari kedua orangtua Abare baru menikah hingga sekarang. Tentunya beliau sudah menjadi kepercayaan ibunya Abare. Abare sendiri sudah diasuh beliau sedari bayi, karena ibunya Abare seringkali disibukkan dengan kegiatan bisnis. Maka dari itu Abare lebih dekat dengan Sharuhi-san ketimbang ibunya sendiri.
Sharuhi tak pernah melihat Abare memasang wajah memelas sampai seperti ini. Abare memang sering meminta sesuatu, namun tak pernah sampai seperti ini. Seakan-akan bila Abare kembali ke rumah itu maka dia akan mati. Tentu saja hati Sharuhi tak tega melihat Abare seperti itu. Beliau yang sudah menganggap Abare seperti anaknya sendiri tak tega bila sampai Abare merasakan penderitaan kalau harus kembali ke mansion itu.
Beliau tahu Abare adalah orang yang kuat. Tidak pernah patah semangat dan tidak pernah takut akan sesuatu. Dan bila sampai Abare setakut itu untuk kembali ke sana maka Abare menghadapi sesuatu yang sangat menyakitkan untuknya.
"Baik Abare-sama. Saya tidak akan memberitahu Mayuki-sama tentang hal ini. Tapi lebih baik anda cepat, karena takutnya mereka mengejar anda ke sini," ucap Sharuhi.
"Iya saya hendak mengambil sesuatu di dalam kamar saya. Sharuhi-san tunggu saja di sini. Saya akan mengambilnya sendiri."
Abare lalu masuk ke rumahnya dan melesat naik ke pintu dua. Menggeledah isi lemari untuk mencari sebuah benda yang menurutnya akan sangat membantu.
Dia lalu menemuka sebuah kotak merah tua di dalam lemari tersebut. Dia membuka kotak itu dan mendapati sebuah smartphone, dengan seikat uang di sana, beserta dompet cadangan, Abare juga mengambil selembar foto seorang gadis cantik bersurai coklat di dalam kotak tersebut.
Entah kenapa Abare menyimpan uang seperti itu. Padahal ia punya rekening sendiri, mungkin ia ingin memakai uang itu langsung sekarang.
Di Jepang, pemakaian uang virtual tidak selumrah negara lain. Bukan karena mereka tidak punya teknologi mumpuni, tapi mereka hanya membiasakan diri untuk menggunakan uang kartal.
Setelah itu, Abare langsung berlari keluar rumah dan menuju ke arah rumah Leony. Ia sudah berencana untuk membawa Leony pergi malam ini juga. Tapi ia harus lebih hati-hati, ia yakin ayahnya Leony menjaga putrinya lebih ketat daripada biasanya.
Abare yang bersembunyi di balik pagar Leony mendengar ada keributan di rumah itu. Ia mulai semakin penasaran dan khawatir akan keadaan di dalam sana.
Tapi seketika matanya melotot ketika mendengar Isak tangis ibunya Leony yang berkata bahwa....
"Leony kabur! hiks hiks kemana kita harus mencarinya sekarang? ini sudah dini hari dan kita tak tahu dimana keberadaannya sekarang."
'Apa?! Leony kabur?!' batin Abare tak menyangka.