"ueeee....ueeeee" terdengar suara bayi menangis, aku langsung menatap Jae begitupun sebaliknya. Jae meletakan botol minum nya di meja persis disamping tempat tidurku lalu ia beranjak kearah tempat tidur bayinya. Jae terlihat kebingungan dia tidak tahu bagaimana cara menenangkan bayi nya, dia juga sepertinya tidak berani untuk menggendong bayinya jadi, dia hanya menunduk sembari meng-shuu shuuu kan bayi nya.
"shuuutt tidur yaa tidurr" katanya pelan
"ca gue panggil perawat dulu ya, dia butuh sesuatu kayanya"
Aku hanya mengangguk, aku sebenarnya penasaran dengan wajah bayinya dari semenjak melahirkan aku belum berani menatap wajah bayinya karena aku masih trauma.
Ku dengar bunyi pintu terbuka, perawat masuk disusul Jae dibelakangnya. Perawat tersebut mengangkat bayi nya dan menggendong nya kearah ku.
"bayi nya harus di kasih asi bu, makanya dia bangun"
What??? Maksudnya aku harus menyusui bayi nya gitu?? Di depan Jae?
Aku menaatap Jae dengan muka ku yang masih bertanda tanya.
"oh iya ini papanya gendong aja, nanti suruh ibunya ngasih asi ya" perawatnya memeberikan bayi nya ke Jae dan terlihat jelas bahwa Jae sangat hati-hati menggendong bayi nya.
"ngasih nya gimana sus? Kan ibunya belum bisa duduk" tanya Jae
"ohh bayi nya ditiduri aja di dada ibunya, nanti sembari papanya jagain"
***
Aku beneran kaget dengan apa yang dikatakan oleh perawat tersebut. Aku dan Jae memang sudah menikah 8 bulan lalu, begitu aku tahu aku hamil aku langsung memberi tahu dia. Dan dengan segala pertimbangan akhinya kami menikah. Orang tua kami tentu saja tidak tahu akan kesalahan ini, mereka hanya tahu bahwa kami menikah atas dasar cinta. Orang kantor pun tidak tahu bahwa kami menikah karena pernikahan kami berlangsung di America tempat orang tua Jae. Aku juga tidak menyangka dia adalah anak konglomerat di America.
Meskipun kami sudah menikah, kami tidak tinggal serumah. Aku di apartment ku dan dia juga di apartment nya. Awalnya aku tidak ingin bayi ini sampai terlahir, namun Jae adalah orang yang sangat patuh kepada agama dan dia sangat bertanggung jawab dan begitupun aku, aku takut sebenarnya melakukan hal keji tersebut.
Seminggu pada saat awal aku tahu bahwa aku hamil, aku benar-benar depresi. Tempat curhatku hanya Brian, iya, Brian mengetahui ini semua namun dia pintar dalam menyembunyikan rahasia. Akhinya aku memutuskan untuk menikah dan pindah kantor, aku meminta pindah ke kantor cabang yang letaknya dekat dengan apartment ku. Semua berjalan mulus, tidak ada yang mengetahui masalah besar ini bahkan Alice, mungkin Jae belum bisa memberitahu Alice atau sudah, yang Jelas aku tidak mau berurusan dengan nya.
Jae telah meyakin kan aku bahwa aku akan aman saja. Aku tidak masalah kalau dia akan kembali ke Alice, yang terpenting adalah dia mau membiayai bayi ini karena aku tidak yakin aku bisa menanggung ini semua. Jae terlihat bertanggung jawab dari cara dia selalu mengirimkan susu hamil tiap sekali dua minggu ke apartku, dan juga uang yang gunanya entah buat apa. Kami benar-benar orang asing didalam rumah tangga ini.
***
Mengingat kami benar-benar tidak ada hubungan apapun yang mendalam, pasti kondisi saat ini sangat canggung bagiku dan maupun Jae.
"Jae ini gimana? Gue gabisa buka kancing baju gue" kataku karena tangan kiriku masih bengkak akibat jarum infuse yang kesenggol saat melahirkan tadi.
"kalo lo ijinin gue untuk.." dia tidak melanjutkan kalimatnya
Mungkin dia merasa tidak enak dengan ku, oh iya bayinya tidak menangis lagi setelah Jae menggendongnya, mungkin karena Jae adalah ayahnya
"yauda gapapa" kata ku
Aku masih terlalu lemas untuk memikir kan hal lain. Aku melihat kearah lain suapaya mata kami tidak bertemu. Tangan kirinya mulai membuka kancing baju ku. yang kanan dia pake untuk menggendong bayi nya. Aku yang melihatnya agak sedikit takut, namun tangan Jae besar jadi bayinya sangat aman. Lalu dia merebahkan bahinya di atas dadaku.
***
Setelah aku memberi asi kepada bayinya, Jae membaringkan bayinya kembali ke tempat tidurnya di samping sana.
Aku mengambil ponselku yang berada di atas kepalaku, aku melihat beberapa pesan dari Dandi
Imessage : Dandi
Kak gue uda hubungi Jae biar ke elu
Kak gue uda di airport gue bakal balik
Kak lo gak kenapa napakan, ponakan gue amankan
Kak??
Kak gue uda di jkt lgsg otw ke elu
Banyak sekali notif yang kubaca dari Dandi, mungkin dia sangat khawatir. Dia mengetahui hubungan ku dengan Jae mungkin itulah yang membuat dia panic, dia takut Jae tidak akan datang menolongku.
Kulihat Jae sedang menelfon sesorang, dia pergi menutup pintunya dengan pelan-pelan. Mungkin yang menelfon adalah Alice. Sebenarnya sudah beberapa kali Jae bilang bahwa hubungan nya dengan Alice sudah tidak ada hanya sebatas teman, aku nya saja yang tidak percaya, bagaima mungkin mantan bisa berteman. Ini sudah jam 2 pagi mungkin dia akan pulang ke apartnya, besok kan juga dia harus bekerja. Aku menunggu Dandi untuk segera datang karena aku merasa sangat sepi diruangan sebesar ini.
***
Aku terbangun dari tidurku, kulihat ada Jae tidur sembari menggenggam tanganku, aku kaget kenapa dia ada disini ku kira dia sudah kembali ke apartnya. Aku melihat kepalanya yang terbenam di tangan kananku. Aku juga heran kenapa dari kami sampai ke sini dia tidak ada henti-hentinya menggenggam tanganku, hey.. aku tidak akan lari, aku pun tidak bisa kemana mana saat ini. Aku lihat sweater nya yang dia gantungkan di belakang kursinya. Mungkin dia capek tidur dengan posisi duduk dan kepalanya berada di tepi tempat tidurku, tapi kenapa dia tidak tidur di sofa aja atau pulang? Aku masih heran.
Aku melihat sekeliling dan mataku mengakap seseorang yang sangat aku kangenin, Dandi. Dia sedang tertidur di sofa. Aku benar-benar merasa lega karena saat ini dia sudah ada disini jadi aku tidak perlu merepotkan Jae lagi, aku juga merasa tidak enak dengan nya.
"Jee…" aku menggerakkan tanganku, kulihat dia terbangun dengan muka nya yang sangat sayu, dia mungkin kelelahan
"ehh caa ko bangun? mau minum?" tawarnya,
Jae seadainya kamu tahu bahwa sikap mu saat ini sangat manis, aku sampe kaget banget, kamu seperhatian ini. Atau memang kamu orang nya perhatian dan mungkin aku saja yang dari awal tidak mau kamu perhatikan. Aku bingung dan senang melihat kamu yang seperti ini, mata sayu mu, muka lelah mu tetapi kamu masih sempat-sempatnya menawarkan minum kepadaku.
"ngga, lo pulang aja, uda ada Dandi kan" kataku
"enggalah, mana mungkin gue balik" katanya sembari membenarkan posisi duduknya
"besok emang lo ga kerja? Trus Alice giamna?" tanyaku
"caa please gausah mikirin hal lain, yang terpenting adalah lo cepat pulih"
"lo udah bilang Alice soal ini?"
"udah lo tenang aja, semuanya bisa gue urus. Ga perlu mikirin apa-apa" tegasnya
"Jae gue takut, gue takut gabisa mengurus bayinya" air mataku mulai menetes
"ngga caa, ga perlu ada yang ditakutin" jemarinya mulai menyeka air mataku
"gue gabisa ngurus dia sendirian Je, gue masih mau kerja, masih mau mewujudkan mimpi-mimpi gue"
"caa dengerin gue, lo ga perlu takut. Masalah lo mau wujudin mimpi lo, itu hak lo"
"tapi masalah anak kita, masih ada gue, lo ga perlu takut"
Kata-katanya sangat meyakin kan ku, dan satu lagi, dia menyebut "anak kita" entah keberapa kalinya, dan itu yang membuatku merasa aneh sekaligus terharu, harusnya kalimat ini diucapkan oleh orang yang seharusnya menjadi jodohku, bukan kamu Je. Aku benar-benar ingin menagis sekencang kencang nya saat ini. Tidak ada harapan bagiku untuk bisa bersama Reyhan lagi.
"caa lihat gue, lo ga akan sendirian nanggung ini semua, ada gue"
"dia juga anak gue caa, dan gue harus bertanggung jawab"
"dia adalah tanggu jawab gue mulai sekarang"
"dan juga lo caa"
Kalimat terakhirmu benar-benar membuat ku kaget
"gak Je lo ga perlu ngurus gue, gue tau lo juga hancur sama kaya gue"
"caa please berhenti ngomong kaya gitu! gue uda bilang berkali-kali hubungan gue dan Alice uda gada apa-apa" Jae mengeratkan genggaman tangannya.
"setalah bayi kita lahir lo udah jadi tanggung jawab gua ca, gue tau mana yang baik buat gue dan mana yang engga"
Aku berusaha menarik tanganku dari genggaman mu, karena aku merasa tidak pantas dan nyaman.
"caa sampe kapan sih lo menolak gue ikut ambil bagian dalam hidup lo"
"lo yang minta buat tinggal sendiri semasa lo hamil"
"saat itu gue ngerasa gagal caa jadi cowo, bisa-bisa nya gue biarin cewe yang hamil anak gue sendirian bertahan"
"sampai kapan caa lo gamau nerima bantuan gue?" tanya nya frustasi.
"Jee gue cuma gamau nyakaitin Alice dan elu, gue tau hubungan kalian uda menuju ke serius Je, gue cuma gamau ganggu masa depan lo Je" kataku
"caa gue uda berkali-kali bilang bahwa Alice uda punya masa depan, dia udah tunangan ca. Dan masalah masa depan, semua uda ada takdirnya caa, masa depan gue ya kalian berdua��
"ini uda takdir caa, mau sekeras apapun kita menghindar ga akan bisa. Bayi kita butuh sosok orang tua ca, dan itu kita"
"trus lo sama Alice gimana?" tanya ku
"caa berapa kali gue harus bilang Alice hanya teman gue, percaya sama gue. Semua akan baik-baik aja"
"lo uda ngomong sama Alice masalah ini?" tanyaku
"ud..udahh caa" katanya lemah
"uda dua hari lalu, dan dia bilang gue harus bertanggung jawab jadi ayah yang baik, dia yang yakinin gue caa kalo masa depan gue adalah lo berdua, semua uda takdir"
suaranya benar-benar lemah, mungkin dia menagis tapi aku tidak dapat melihatnya karena tangannya menutupi wajahnya dan sesekali menjambak rambutnya yang entah apa guananya aku tidak tahu.
"trus lo nyesel kan pasti Jee, gue tau lo sebernarnya gamau Jee"
"stop caa, mau sampe kapan lo ngeraguin gue, gue uda ngelepas Alice dari semenjak tau lo hamil anak gue, gue ga sebrengsek itu ca" dia menjambak rambutnya lagi.
"ini uda resiko ge ca, gue bakal terkutuk bangat kalo sampe ga bertanggung jawab ca, mau gamau gue harus tetap jalanin kan?" kali ini suara Jae mulai meninggi.
"eh ka caa uda bangung bang?" Dandi bersuara
Aku tahu Dandi sedang mengalihkan susana ini, dia dari tadi sudah bangun hanya saja tidak mau mengganggu obrolan kita yang serius ini.
"kok lo sampe sini ga bilang gue" tanya ku
"iya tadi kata bang Jee jangan di bangunin" jawab nya
"ia kan lo juga butuh istirahat caa" nada suara mu sudah kembali lagu, aku merasa lega ternyata kamu tidak benar-benar marah padaku.
"oh iya bang Jee ini kopinya satu lagi buat siapa? Kan tadi uda gue minum punya gue?" tanya Dandi, aku langsung melihat kearah meja, ada 3 cup disana yang satu nya mungkin bekas Dandi, dan yang satunya punya mu dan yang satunya punya siapa?
"oh iya itu tadinya buat ica, ica suka kopi jadi gue beli, eh ternyata kata perawat nya gaboleh"
Aku terkekeh dalam hati mendengar jawabannya, bagaimana mungkin seseorang yang baru saja melahirkan minum kopi, ada-ada aja.
"yauda gue minum aja ya bang"
"uda dingin, tunggu aja gue lagi mesen lagi"
Wah aku kadang lupa bahwa Jae seorang konglomerat, jadi kopi starbuck tidak ada apa apanya baginya kan hehehe.
"oh iya ca tadi kata dokter nya kalo mau makan kasih tau ya" katamu
"pengen makan tapi gerak aja ini susah"
Aku memang merasa agak lapar, dan laparku masih bisa di tahan sih, yang aku takutkan adalah ketika aku pengen pipis, aku benar-benar tidak bisa menahan nya.
"yauda wait" katanya meninggalkan kamar
"ndii sini" aku menepuk nepuk kursi yang dari tadi Jae dudukin, Dandi duduk
"kak gimana ponakan gue?"
"hehh yang ditanya duluan malah dia ya, bukan guenya dulu"
"ya kan lo baik-baik aja ini meskipun lemas sih hehhe" Dandi terkekeh
"tuhh dia" arahku menggunakan dagu ku kearah keranjang bayinya
"ihh ponakanku yang cantik" Dandi langung bangkit menuju keranjang bayinya.