ดาวน์โหลดแอป
12.79% Married With CEO Playboy / Chapter 11: Bab 11

บท 11: Bab 11

Mereka kini sedang makan bersama, sedari tadi Angel selalu menatap ke arah Elita. "Kamu mau tante suapi?" tanyanya seraya tersenyum.

Angel pun menganguk antusias menjawab pertanyaan Elita. Lagi dan lagi satu meja di buat tidak percaya dengan antusias Angel. Elang melihat ke arah Elita, "benar, ia seorang ibu. Walau terlihat dingin dari luar, ia tetaplah seorang ibu," ucap Elang dalam hati.

Tidak sengaja mata Elang melihat ke arah Kaivan -- ayah Angel. Wajah Kaivan seperti tidak percaya menatap putrinya, ia kemudian mengalihkan pandangannya pada Pramana dan juga Hanan-- papanya. Wajah mereka pun sama, seperti tidak percaya melihat interaksi Angel dengan Elita.

"Angel udah besar, Angel makan sediri aja ya, sayang," ucap Kaivan begitu lembut seraya membelai surai hitam panjang putrinya.

"Angel kangen Mama, boleh ya, Pa," pinta Angel dengan wajah sedihnya membuat Kaivan tidak mampu berkata apa-apa.

"Tidak apa-apa Pak Kaivan, biar Angel saya suapi. Ya, sayang?" tanya Elita seraya tersenyum menatap Angel.

"Boleh ya, Pa," pintanya memelas.

"Iya," jawab Kaivan singkat.

"Yey!" pekik Angel girang.

Semua orang di sana tersenyum melihat senyum girang Angel, tapi tidak dengan Elang. Ia hanya diam saja sambil melanjutkan makannya. Angel dengan lahap memakan makanannya membuat semua orang senang. Semenjak kepergian ibunya kurang lebih delapan bulan lalu akibat kecelakaan, Angel kehilangan selera makannya. Satu hari itu jika ada sesuap nasi yang masuk itu sudah cukup menjadi predikat baik. Karena semenjak Mamanya meninggal Angel hanya mau makan, makanan yang sering Mamanya makan. Seperti buah dan juga salad sayuran.

Almarhum Arella Kayana yang selalu menjaga tubuhnya karena ia seorang model. Ia tidak menyentuh karbohidrat semenjak Angel berusia dua tahun karena semenjak itu ia sudah mulai aktif di dunia modelingnya. Ia selalu membawa Angel setiap kali ada pekerjaan di luar kota dan ia tidak pernah membiarkan orang lain merawat putrinya kecuali asisten rumah tangganya yang sudah bekerja dengannya selama lima tahun.

Arella melakukannya karena ia takut anaknya kenapa-kenapa jika di jaga orang lain. Itu sebabnya ia memilih menjaga anaknya sendiri di bantu asisten rumah tangga dan suaminya. Angel menjadi pribadi yang tidak mudah berinteraksi dengan orang luar kecuali keluarga karena Arella selalu mengajarkannya untuk tidak berbicara pada orang asing karena nanti Angel bisa di culik. Itulah mengapa interaksi Angel membuat orang semeja menjadi terkejut.

Hanan sendiri sudah sering bertemu dengan Angel karena Pramana sering mengajaknya. Angel begitu pendiam bahkan Hanan sering bertanya pun anak itu tidak begitu merespon. Melihat interaksi Angel membuatnya menjadi terkejut, karena Angel yang ia kenal tidaklah seperti ini.

Selesai makan siang mereka berpamitan, Angel menyalimi tangan Elita tapi ia tidak mau menyalimi tangan yang lain. Semua orang kecuali Elang hanya terkekeh karena sikap Angel yang menurut mereka lucu. Elita berjongkok untuk mensejajarkan dirinya dengan Angel. "Angel sayang, masa cuma tante aja yang di salimi, om Elang sama Kakek Hanan juga di salimi dong, kan mereka juga orang yang lebih tua," ucap Elita begitu lembut seraya membelai kepala Angel.

Angel menatap Elang dan Hanan bergantian. "Mereka bukan orang jahat, mereka itu kenalan tante, Papa sama Kakeknya Angel," ucap Elita sambil menatap ke arah Elang dan Hanan.

Angel berjalan menghampiri Hanan dan dengan senyuman senangnya Hanan mengulurkan tangannya pada Angel. "Angel pulang, Kek," ucapnya dengan terbata-bata.

"Iya, sayang," ucap Hanan seraya tersenyum.

Angel menghampiri Elang. Elang tersenyum kemudian berjongkok di hadapan Angel. "Mau permen?" tanya Elang sambil mengeluarkan sebuah lolipop dan ia berikan pada Angel.

Angel langsung menutup bibirnya dengan ke dua tangannya. "Angel gak suka permen, ya?" tanya Elang karena sikap Angel yang seperti itu.

"Kata Mama, permen buat gigi Angel jelek. Angel gak mau!" pekiknya.

"Ya, sudah kalau gak mau," ucap Elang dan menyimpan lolipopnya.

"Kalau boneka, mau?" tanya Elang seraya tersenyum.

"Kata Mama gak boleh terima barang dari orang yang gak di kenal," ucap Angel dengan polosnya.

"Tadi, kita kan, udah kenalan."

"Tapi, kan, baru om."

"Oke, deh. Kapan-kapan om beliin boneka kalau kita udah lama kenal."

"Gak usah, om. Boneka aku udah banyak di beliin Papa sama Mama," ucap Angel membuat Elang tersenyum kikuk.

Elita menahan tawanya melihat Elang tidak bisa berkutik di hadapan gadis kecil. Pesonanya sama sekali tidak mempan untuk seorang Angel. Mereka pun berpamitan pergi dan masuk ke mobil masing-masing.

Mobil Elang mulai melaju meninggalkan restourant, Elita seketika menyemburkan tawanya yang sedari tadi ia tahan. Elang mengernyitkan dahinya menatap si sekretaris. "Kenapa?" tanyanya bingung.

"Lucu," jawab Elita masih tertawa.

"Apanya yang lucu?" tanya Elang sambil melirik ke arah Elita.

"Seorang playboy cap cicak kayak bapak di tolak sama gadis kecil. hahahaha..." tawa Elita sambil memegangi perutnya.

Elang mendengkus kesal mendengar perkataan sekretarisnya. "Awas meninggal kebanyakan ketawa!" sindir Elang seraya mendengkus kesal.

Elita menghentikan tawanya kemudian melihat raut wajah masam bosnya. "Dih, pundungan. Apaan, deh!" cibir Elita.

Elang menatap Elita dengan tatapan kesal saat mobil berhenti karena lampu merah. "Ampun, Pak. Enggak lagi ngetawain bapak," ucap Elita sambil mengangkat kedua tangannya dan membentuk huruf V dengan jarinya. Elang memutar malas bola matanya melihat sikap Elita. Elita pun mengahadap kedepan dan tidak ada lagi pembicaraan antara mereka berdua.

Elang menyungingkan senyumannya karena sudah membuat sekretarisnya berhenti tertawa selain itu ia pun senang karena Elita bisa tertawa lepas. Tidak seperti tadi pagi, raut wajahnya begitu mendung dan tidak bersemangat.

Sampai di kantor mereka kembali ke ruangan mereka masing-masing. Mereka pun sibuk dengan pekerjaan mereka, sampai tidak terasa sudah waktunya pulang. Elang memghampiri Elita di ruanganya. "Sudah mau pulang?" tanyanya yang berdiri di ambang pintu.

"Sebentar lagi, Pak. Kalau bapak mau pulang, pulang saja, Pak," ucap Elita sambil menatap Elang.

"Apa kamu mau ke rumah sakit?"

"Tentu saja," jawabnya singkat karena ia sudah kembali mengerjakan pekerjaannya.

"Aku antar," ucap Elang membuat Elita yang tadi sedang mengetik langsung menghentikannya dan menatap ke Elang.

Elita diam menatap Elang, "Kenapa? Apa tidak boleh?" tanya Elang yang sudah masuk ke ruangan Elita.

"Bukan enggak boleh, Pak. Hanya saja tidak enak dengan karyawan lain," jawab Elita.

"Tumben kamu peduli, biasanya kamu gak pernah peduli," ucap Elang yang sudah duduk di kursi yang ada dihadapan Elita.

"Karena kejadian di ulang tahun Nenek, bapak."

"Siapa yang memberitahumu?" tanya Elang dengan sorot mata tidak sukanya.

Elita diam tidak menjawab, "Jawab Elita!" tegas Elang yang kini sudah berdiri dari duduknya.

"Semua orang sedang membicarakannya. Maaf, karena saya bapak pasti mendapat kemarahan dari keluarga," jawab Elita menundukkan kepalanya.

Elang memutar malas bola matanya, "persetan dengan semua itu. Saya harap, kamu enggak usah peduli dengan ucapan mereka. Seperti sebelum-sebelumnya, kamu enggak usah peduliin!" tegas Elang. "Sekarang, rapikan barang-barangmu. Aku akan mengantarkanmu ke rumah sakit!" lanjutnya berkata dengan tegas.

"Tapi, Pak," ucap Eita yang mencoba menolak.

"Jadilah Elita yang rahasianya tidak ada yang tahu. Saya tidak menyukai Elita yang ada di depan saya saat ini!" marah Elang. "Elita yang saya kenal adalah orang yang tegas, tidak mempedulikan omongan orang, wajahnya begitu serius dan dingin, serta ia selalu tersenyum jika di perlukan," ucap Elang dengan serius.

Elita menatap bosnya dengan air mata yang ternyata sudah membasahi wajahnya. Elang lagi-lagi di buat terpaku dengan air mata yang membasahi wajah sekretarisnya. Ia berjalan mendekati sekretarisnya dengan tatapan yang tidak lepas dari wajah sekretarisnya. Kedua tagannya terulur untuk memegang bahu sekretarisnya.

Ia menghadapkan sekretarisnya ke hadapannya agar ia bisa melihat wajah sekretarisnya. Satu tangannya terulur untuk menghapus air mata Elita. "Kamu harus kuat, jangan menjadi lemah seperti ini. Elita yang saya kenal itu tidak pernah mudah menangis seperti ini."

"Inilah Elita yang sebenarnya, pak," lirih Elita sambil menatap Elang dengan mata merahnya dan air mata yang masih membasahi pipi sebelahnya.

TBC...

Yuhuu... sebenarnya ada apa dengan Elang ya, dia begitu perhatian dengan Elang. Tapi, kehadiran Kaivan sama sekali tidak mengusiknya. hehhee...

Kira-kira perhatian Elang pada Elita ini, karena apa ya guys?

Yuks, koment sebanyaknya. Jangan lupa Love dan Power stonenya ya guys...


Load failed, please RETRY

ของขวัญ

ของขวัญ -- ได้รับของขวัญแล้ว

    สถานะพลังงานรายสัปดาห์

    Rank -- การจัดอันดับด้วยพลัง
    Stone -- หินพลัง

    ป้ายปลดล็อกตอน

    สารบัญ

    ตัวเลือกแสดง

    พื้นหลัง

    แบบอักษร

    ขนาด

    ความคิดเห็นต่อตอน

    เขียนรีวิว สถานะการอ่าน: C11
    ไม่สามารถโพสต์ได้ กรุณาลองใหม่อีกครั้ง
    • คุณภาพงานเขียน
    • ความเสถียรของการอัปเดต
    • การดำเนินเรื่อง
    • กาสร้างตัวละคร
    • พื้นหลังโลก

    คะแนนรวม 0.0

    รีวิวโพสต์สําเร็จ! อ่านรีวิวเพิ่มเติม
    โหวตด้วย Power Stone
    Rank NO.-- การจัดอันดับพลัง
    Stone -- หินพลัง
    รายงานเนื้อหาที่ไม่เหมาะสม
    เคล็ดลับข้อผิดพลาด

    รายงานการล่วงละเมิด

    ความคิดเห็นย่อหน้า

    เข้า สู่ ระบบ