•••
2028
-28 Agustus-
Hari ini adalah hari senin, tiga hari setelah berita besar ditayangkan di TV. Seluruh stasiun TV dan media sosial tidak ada habisnya membahas tentang apa yang terjadi pada tiga hari kebelakang, tepatnya 25 Agustus 2028. Mereka selalu memutar ulang press conferense dimana berita besar di Indonesia diumumkan.
Untuk Nyle? Tentu saja dia tidak ada kabar, seperti biasa, sibuk. Tiga hari berlalu gue mencoba untuk membiasakan diri dengan kondisi yang sangat sulit ini. Lebih sulit dari kejadian virus-virus sebelumnya. Bukan karena keadaan dunia, hanya saja rasa rindu pada Nyle. Gue harus bisa berhenti untuk terlalu khawatir dan berpikir aneh-aneh terhadapnya.
Gue, beberapa waktu kebelakang ini sering sekali membuka album foto gue dan Nyle ketika menikah. Bukan apa-apa, agar Lero tidak lupa saja dengan sosok ibunya.
Gak mungkin, kan, gue tempel poster muka Nyle ke Bi Sumi? Gak, kan?
Sempat ada, sih, perbincangan itu dengan Bi Sumi dan dia menolak.
"Nak, liat, Bunda kamu ini," kata gue menunjuk foto Nyle ketika nikah. Lero hanya diam tidak bertingkah.
"Nak apa kamu lupa sama Bunda?" Tanya gue, dengan nada sedih.
"Dito, Lero itu masi belum bisa ngomong lho," kata Bi Sumi di dapur.
Gue menatap Lero, pun dia sebaliknya menatap gue. Kami tatap-tatapan, seakan gue ingin memberikan kekuatan berbicara melalui pikiran.
10 menit berlalu, tidak ada yang berubah.
Lalu gue perlihatkan video-video Nyle di laptop, Lero terlihat senang sekarang, gue juga senang. Akhirnya, Lero tidak melupakan Ibu nya.
Gue sengaja tidak menyalakan TV kala itu, karena sudah bosan sekali mendengar dan melihat berita yang diputar berkali-kali mengenai press conference beberapa waktu lalu.
Hari-hari yang gue jalani serasa sedikit membosankan, gue rasa. Karena memang saat ini gue hanya mengurusi komik dan kontrakan saja, tidak ada yang lain. Gue hanya menghabiskan waktu untuk menggambar saja itupun gue habiskan dalam 4 jam di pagi hari dan 4 jam di malam hari.
"Dito, makan sudah Bibi siapkan ya di bawah," kata Bi Sumi dari luar kamar. Lalu, gue pergi kebawah untuk makan.
Gue dari tangga sudah mendengar suara TV yang menyala, rupanya Bi Sumi sedang fokus menonton.
"Dito, liat, sini," ujar Bi Sumi. Lantas gue menghampirinya.
Gue fokus sejenak ke arah TV, gue rasa ini adalah berita berbeda. Semua pulau di Indonesia mulai melakukan pergerakan. Yang disorot kala itu adalah pulau sumatera yang sudah memulangkan orang-orang yang dari luar pulaunya sebelum mereka menutup rapat-rapat akses di pulau itu.
Banyak sekali keributan yang terjadi, entah kenapa juga, mereka yang dari luar pulau jawa yg sudah aman malah ingin pulang ke pulau dimana virus sangat banyak terjadi. Gue terdiam heran, tidak berkomentar, begitupun Bi Sumi. Kami fokus. Ternyata, ini adalah cuplikan beberapa hari sebelum press conference dimulai.
Di akhir pemberitahuan mengenai pulau Sumatera, dikatakan mereka menutup akses jalur darat, laut dan udara. Mereka sudah menyediakan keamanan di setiap perbatasan pulau agar tidak ada yang datang. Sudah seperti film zombie, pikir gue.
Berita diperlihatkan dengan keseriusan masing-masing pulau dalam mengantisipasi virus terbaru ini, Sumatera sangat gigih dalam menjaga dan melindungi masyarakatnya. Semuanya terlihat akan sangat rapat sekali ditembus.
Bi Sumi tiba-tiba menyentuh gue, "Dito, apa kamu tau alasan mereka menutup rapat-rapat?" Tanyanya.
"Karena trauma, mungkin, Bi. Atau bisa jadi gak ingin kejadian kemarin keulang lagi."
"Ko mereka tega ya ga akan bantu."
"Mungkin, ada alasannya, Bi."
Kami kembali menyaksikan berita TV.
•••